“Hahaha? Apa, Lin? Gila kamu!” Lily menonyor jidat sahabatnya—Arlin. Ketika Arlin meminta Lily untuk menggantikan dirinya datang ke kencan buta dengan seorang laki-laki yang dijodohkan untuknya.“Ayolah. Aku tidak bisa melewatkan konser Sheila on 7 akhir pekan. Bukankah kamu sahabat terbaikku, Ly?” mata Arlin terlihat memohon dan berkaca.
“Di saat seperti ini kamu tidak baik untukku,” balas Lily sambil melipat tangannya di dada.
Arlin menggeser kursi kerjanya dan memberikan satu buah voucher belanja untuk Lily. Lily hanya melirik dan setelahnya kembali berkutat pada laporan keuangan di komputernya.
“Aku tidak akan tergoda,” tuturnya.
“Sepuasnya. Aku mendapat giveaway ini kemarin. Hai, bagaimana denganmu Bayu? Lebih baik bukan jika dia menerima voucher?”
“Tidak tidak tidak!”
“Terima saja, Ly. Kamu butuh refreshing dan foya-foya sebelum menikah. Setelah menikah, kamu tidak akan sebebas itu,” ucap Bayu.
“Gaya bicaramu seperti kamu sudah menikah saja!” sahut si bar-bar Fenny. Fenny menggeret kursinya mendekat ke arah meja Bayu.
“Menikahlah, Bay. Jangan sampai kamu menjadi perjaka tua.” Fenny mendekatkan bibirnya ke telinga Bayu, “Nanti alot.”
Bayu mendelik dan siap menyemprotkan handsanitizer ke arah Fenny. Sementara Arlin dan Lily bagian tertawa melihat tingkah laku mereka.
“Kalau tidak ada yang mau denganku, akan aku paksa kamu jadi istriku.”
“Jangan mau jangan mau! Dia jelek!” sahut Adamaris dari ruangan sebelah yang tiba-tiba datang sambil memberikan print-printan laporan yang diminta Lily. Entah mengapa print di ruangannya tidak berfungsi dengan baik.
“Ini sudah kamu urutkan, Dam?”
“Semua sudah sesuai dengan permintaan tuan puteri.”
Arlin menyenderkan tubuh di kursinya.
“Pergi dulu. Oh ya aku ambil satu.” Adamaris mengambil satu onde-onde dan kembali ke ruangannya. Beralih pada Arlin yang masih berpikir bagaimana caranya ia kabur dari kencan buta itu. Sulit sekali rasanya menolak permintaan Mama dan Papa.
“Ly, kamu sungguh tidak mau?”
“Tidak.”
“Ly, kita sudah berteman sangat lama.”
“Jadi?” tanya Lily masih sibuk dengan memindahkan data-data pengeluaran perusahaan selama sebulan ini.
“Kali ini aja ya? Please.”
“Dengan bayaran voucher belanja?” tanya Lily sekali lagi.
“Lily, Alin minta tolong dumss, ya ya ya?”
Lily mendesah keras dan menjambak rambut Arlin. “Kamu selalu saja menunjukkan wajah seperti itu. Bagaimana aku bisa menolak?!” tanya Lily kesal. Ia menatap Arlin yang sudah joget-joget gembira, sebab Lily menyetujui ide gilanya untuk menggantikannya kencan buta.
“Dasar idiot,” gumam Fenny sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
🥀🥀🥀“Lembur nak?”
Lily menjawab pertanyaan Ibu dengan anggukan. Ibu, satu-satunya orangtua yang Lily punya setelah Ayah meninggalkan mereka dan menikah lagi. Awalnya Lily pikir menjadi broken home adalah hal yang buruk.
Namun, lambat laun mereka lebih bahagia jika hidup masing-masing. Maka dari itu, Lily sudah bisa menerima jika Ayahnya memiliki keluarga baru yang lebih harmonis. Ayah begitu menyayangi Lily, tapi tidak untuk bersama Ibu. Jika perpisahan adalah yang terbaik dan membuat keduanya lebih bahagia, kenapa tidak?
“Akhir-akhir ini sibuk sekali, Ibu.”
“Jaga kesehatanmu. Dua bulan lagi kamu akan menikah dengan Dimas. Ibu harap pernikahan kalian berjalan dengan baik.”
Sepeninggal Ibu yang keluar dari kamar anak semata wayangnya. Lily merebahkan tubuh di atas kasur dan menerawang langit-langit kamar.
Dulu, Lily selalu tertawa jika Morgan menggelitikinya akibat Lily kalah bermain Uno. Kenangan itu masih melekat begitu erat dalam relung hati dan pikiran Lily. Lily sudah berjanji tidak akan melupakan setiap inci langkahnya bersama kenangan Morgan.
Morgan adalah cinta pertamanya, suaminya, dan rumahnya. Walaupun masih ada Ibu, namun Morgan benar-benar mendedikasikan dirinya sebagai rumah kedua untuk Lily pulang. Morgan mencintai Lily, menyayangi Ibu, menerima kekurangan bahkan menerima segala apapun yang ada di diri Lily.
Jika Lily mendapat pertanyaan, siapa lelaki paling tulus dihidupnya. Ia akan lantang menjawab, Morgan.
Lily sudah kehilangan dua kali. Pertama ia kehilangan anaknya dengan Morgan. Satu bulan setelah lahir, Aerwyna De Vries. Bayi cantik yang harus pergi di usia sangat muda akibat jantung bocor.
Dan di tahun kedua, Lily lengkap kehilangan keluarga kecilnya.
Tring!
Dimas
Ada sesuatu yang aku kirim lewat delivery, sayangTak ada niatan membuka pesan Dimas. Lily belum bisa mencintai Dimas. Lily geram dengan dirinya sendiri. Ia tidak mau menyakiti perasaan Dimas. Lelaki baik, sabar, tulus. Seharusnya tidak pantas memperjuangkan Lily sampai sebegitunya.
Lily akan berkata bahwa Dimas berani mempertaruhkan segalanya untuk Lily. Dan Lily mempunyai banyak hutang budi pada Dimas.
“Aku tidak mencintaimu, Dimas. Kenapa kamu tidak ingin mengerti?”
“Ly! Ada paket!” suara Ibu membuat Lily beranjak dari tidur dan langsung keluar dengan pakaian masih menggunakan setelan kerja. Ia membuka pintu dan terkejut ketika seorang kurir membawakan satu boneka beruang merah muda besar sekali.
“Benar dengan Lily Almeira Jian?”
“Iya saya. Taruh di dalam saja, Pak.”
Bapak itu menaruhnya di ruang tamu. Lily segera menghubungi Dimas.
“Kamu gila, Dim? Aku taruh di mana boneka sebesar itu?”
“Di mana saja.”
“Kamu tidak memasang kamera pengawas kan?”
“Aku tidak pernah berpikir sejauh itu. Kamu bisa mengeceknya sendiri. Bahkan jika kamu kurang percaya, kamu bisa datang ke kantor polisi.”
“Ya, aku percaya. Tapi aku letakkan di mana, Dimas? Kamu pikir rumahku istana?”
“Kamu tidak punya tempat untuk itu?”
“Ya!”
“Maaf, Ly. Aku terlalu bersemangat ketika melihat boneka itu. Aku pikir kamu akan menyukainya.”
“Dimas, maksud aku-”
“Besok aku akan membawanya kembali. Kamu tidak perlu khawatir.”
“Ya, besok bawa pergi saja boneka itu dari sini.”
Lily mematikan panggilan secara sepihak dan menatap kesal boneka beruang besar itu. Dimas selalu saja tak pernah bertanya apakah Lily membutuhkan boneka itu atau tidak. Sisi Dimas yang Lily tidak suka adalah, Dimas tak pernah meminta persetujuan darinya ketika ia ingin membelikan sesuatu pada Lily.
Dimas belum menikahinya. Dan seharusnya ia bertanya jika ingin memberi sesuatu pada Lily. Itu yang ada di pikiran Lily.
🥀🎶🌊🎶🥀
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmony Of The Seas ✓
Fanfiction[END] Jika laut adalah lukisan, ombak adalah melodi, burung camar sebagai saksi, maka cinta kita ialah seindah-indahnya seni. Dari Morgan De Vries untuk yang terkasih-Lily Almeira Jian. ddynalee