2009
“Aerwyna De Vries,” ucap Morgan membuat bibir Lily merekah bersamaan dengan anak pertama mereka yang menangis ketika mendengar suara Ayahnya.
“Kamu terlalu keras bicaranya!” kesal Lily sembari menampol lengan suaminya. Ia sudah susah payah menidurkan Aerwyna malam ini. Tetapi Morgan malah mengusik tidurnya dan harus kembali Lily tenangkan agar tidur kembali.
Setelah kembali tertidur. Lily berdiri dari duduknya di atas kasur. Begitu pula dengan Morgan yang memeluk istrinya sampai Lily marah-marah karena engap.
“Dua Minggu lagi aku harus pergi lagi. Bagaimana caranya aku bisa jauh dari kamu dan Wyna? Akhh!”
Lily mencubit pinggang suaminya sampai pelukannya terlepas. “Bekerja keraslah suamiku. Kamu harus punya banyak uang untuk menghidupi aku dan Wyna,” balas Lily dengan tertawa.
Lily melihat ke arah balkon. “Bulannya terang banget,” ucapnya sembari membuka pintu balkon lebar. Morgan menghampiri Lily dan memeluknya dari belakang.
“Cantik banget bulannya.”
“Kamu lebih cantik.”
“Aku tidak percaya,” sangkal Lily.
“Sungguh.”
“Gombalannu itu basi tau.”
“Aku tidak bohong Ly. Kamu mau tau?”
Lily memutar badannya. “Apa?”
“Cinta kita itu ibaratkan seni yang indah,” kata Morgan membuat Lily tertawa sepelan mungkin agar Wyna tidak terbangun.
“Kita bertemu di pantai. Dan memulai semuanya di pantai Gili Trawangan beberapa waktu lalu. Dan ternyata waktu cepat berlalu. Rasanya baru kemarin aku melamarmu, sekarang kita sudah memiliki Wyna.”
“Ya, waktu berjalan begitu cepat,” balas Lily.
“Ly, jika laut adalah lukisan, ombak adalah melodi, burung camar sebagai saksi, maka cinta kita ialah seindah-indahnya seni.” Morgan menatap lekat kedua mata Lily yang lebih berbinar terang dibandingkan Bulan malam ini.
“Aku berharap kita akan terus bersama selamanya. Menua bersama, bahkan ketika kita sudah menua, aku sangat ingin meminum teh bersamamu dengan tangan keriput ini di pinggir pantai ketika pertama kali kita bertemu.” Morgan kembali terkekeh.
“Kita akan melihat anak dan cucu kita berlari dengan senda gurau mereka. Dan kita akan mengingat kenangan-kenangan manis kita sewaktu masih muda. Di saat itu tiba, aku akan menggenggam tanganmu sangat erat, Ly.”
Lily kembali tertawa. “Itu akan terjadi, tenang saja.”
“Sayang, aku ingin hidup bersamamu di masa depan yang akan datang. Atau bahkan reinkarnasi itu ada, aku ingin tetap menjadi istrimu atau jika aku yang menjadi laki-laki aku akan menjadi suamimu. Aku hanya ingin selalu bersamamu. Pun jika ada kehidupan selanjutnya kita terlahir bukan sebagai manusia,” tutur Lily.
Mendengar penuturan Lily, Morgan semakin mengeratkan pelukannya. Ia berjanji akan menghabiskan cintanya pada Lily seumur hidup, begitu pula Lily yang akan terus menanamkan cintanya pada Morgan sampai akhir hayatnya.
🥀🥀🥀
“Aku ingin melihat bulan dan bintang di luar.” Lily meminta pada Dimas untuk membawanya keluar dari ruangan di rumah sakit itu. Sebab ia merasa bosan dan ingin menghirup udara segar.
Dimas membantu Lily untuk duduk di kursi roda dan mendorong kursi roda menuju taman rumah sakit yang tak jauh dari ruang rawat inapnya.
“Apa kamu butuh sesuatu? Nanti aku ambilkan,” kata Dimas.
“Aku ingin duduk di kursi taman, bukan di kursi roda. Kamu mau membantuku, Dim?” tanya Lily dengan bibir pecah-pecah dan warnanya pun sudah pucat. Terlebih kulit Lily putih membuatnya seperti mayat hidup.
“Kursi taman dingin, Ly. Kamu duduk saja di kursi roda.”
“Aku mohon-Dimas.”
Dimas luluh dan pada akhirnya ia membantu Lily dan memegangi infus Lily agar ia bisa duduk nyaman di kursi taman rumah sakit.
Pria itu juga duduk di sebelah Lily. Menggenggam jari jemari kurus Lily dan mempersilahkan Lily untuk bersandar pada bahu kanannya.
“Kamu memperlakukan Aulia dengan baik kan?”
“Ya.”
“Setelah ini kamu harus sangat mencintai Aulia, Dim.”
“Lihat bintang yang itu. Bukankah itu terlihat sangat terang?” tunjuk Dimas pada bintang paling terang atau biasanya itu adalah planet Venus karena dekat dengan bulan.
“Dim, terima kasih banyak sudah mencintaiku. Sekali lagi aku minta maaf karena tidak memperlakukanmu dengan baik sebagai seorang suami.”
“Aku tidak merasa begitu, Ly. Kamu adalah yang terbaik.”
“Aku ingin tidur diantara bintang-bintang,” ucap Lily bersamaan dengan air mata yang mulai keluar dari matanya.
Dimas merangkul lengan Lily yang tengah bersandar pada bahunya. “Maka aku akan menemanimu.”
“Dimas, aku mengantuk. Aku pinjam bahumu sebentar ya, kamu tidak keberatan?” tanya Lily membuat Dimas terkekeh. “Pinjamlah sesuka hatimu. Aku akan selalu ada di sisimu, aku berjanji akan hal itu.”
Sorot mata Dimas terus terarah pada langit dan tangannya mengelus pelan lengan Lily dengan bahu yang mulai memberat.
“Diantara bintang-bintang, tetap kamu yang paling terang. Dan bahkan bulan pun tidak bisa menggantikan binarmu malam ini. Ly-” Dimas menoleh ketika merasakan ada yang aneh.
“Ly?” panggilnya dan kepala Lily semakin merosot ke bawah.
Jantungnya berdebar takut dan air matanya mulai berjatuhan. “Lily.”
Dan di malam itulah Dimas sadar, bahwa Lily sudah berpulang.
🥀🎶🌊🎶🥀
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmony Of The Seas ✓
Fanfiction[END] Jika laut adalah lukisan, ombak adalah melodi, burung camar sebagai saksi, maka cinta kita ialah seindah-indahnya seni. Dari Morgan De Vries untuk yang terkasih-Lily Almeira Jian. ddynalee