Ezar Faruq Khattab mengedarkan pandangan ke segala tempat, mencari seseorang yang kabur dari jangkauan matanya. Padahal beberapa menit yang lalu mereka masih bersama, tapi dimana orang itu sekarang?
"Aqlan!" lelaki itu berteriak memanggil nama manusia yang dicarinya. Tidak ada sahutan, ia menghela napas berat sambil duduk di kursi taman perusahaan keluarganya.
Ditatapnya langit cerah yang lumayan panas. Ezar berteduh di bawah pohon rindang yang daun-daun jatuh berguguran terkena angin.
"Ezar!" suara tidak asing itu mengejutkan sang empu.
"Aqlan, dari mana kau?" Ezar bangkit dari kursi dan langsung mendekati Aqlan, rekan kerjanya.
"Beli minuman, ini buatmu." Aqlan menyerahkan salah satu minuman kaleng yang ia beli di mesin otomatis.
"Thanks, Aqlan." Senyum Ezar yang menyilaukan mata menarik perhatian orang-orang di sana, terutama para gadis. Menjadikan mereka objek yang sedap dinikmati.
Malam hari, Ezar melakukan kegiatan rutinnya yaitu memasak makan malam untuk keluarga tercinta. Ia memotong lobak putih serta menaburkan garam pada sup yang hendak dihidangkannya.
"Tada~ sup nya sudah siap!" Ia meletakkan mangkuk sup di meja makan.
"Wahhh~ putra ibu memang hebat! Kami bangga padamu nak."
"Bismillah..." sang Ayah menyeruput kuah sup daging itu dan menunjukkan jempol tanda pujian.
Ezar sedikit menundukkan kepala. "Terima kasih~" lelaki itu duduk di sebelah sang Ibu.
"Bagaimana keseharianmu di kantor tadi?" Laila, Ibu Ezar bertanya.
"Pekerjaanku berjalan baik, seperti biasa."
Di tempat lain seorang perempuan memasak mie instan sebagai makan malam. Kebetulan ini akhir bulan jadi ia belum belanja bahan makanan. Ia tinggal di apartemen bersama kucing peliharaannya, Muezza.
Hewan berbulu putih itu menyendelkan badan pada kaki sang gadis. "Iya, iya ... Tunggu sebentar," diraihnya bungkus makanan kucing lalu mengeluarkan isinya ke mangkuk Muezza.
"Miauwww..."
"Sama-sama~ makan yang lahap ya, biar makin gendut." Ucap Aline Anindya seraya mengunyah mie instan yang telah jadi.
Tiba-tiba saja air hujan turun di malam yang sunyi itu. "Alhamdulillah hujan ... Muezza, kau takut hujan kan? Kasihan sekali nasibmu sayangku." Aline mengusap kepala Muezza yang bersembunyi di dalam cardigannya.
Setelah makan malam berakhir, Ezar kembali ke kamar dan membaca materi buku pelajaran esok hari.
Hujan deras turun menimbulkan bunyi tetesan air. Ezar paling benci situasi ini. Ia bergerak cepat masuk ke selimut tebal miliknya. Tak lupa ia mengambil headset agar suara tersebut tidak terdengar jelas di telinga.
Tangannya menengadah ke atas, berdoa kda Tuhan agar mengabulkan permohonannya. "Ya Allah ... Hamba berharap, hujannya cepat berhenti."
Jika banyak orang yang menyukai hujan dan teringat kenangan manis, lain halnya dengan Ezar. Ia sangat-sangat membenci hujan, lebih tepatnya Ezar takut akan hujan dan hanya kenangan buruk selalu terlintas dipikirannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/335701692-288-k557781.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombrophobia
Teen FictionApa yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kalimat 'cowok green flag' ? Lelaki bendera hijau? Mungkin terdengar aneh, tapi pasti ada sebagian yang tahu artinya. Ya, Ezar mendapat gelar cowok green flag. Kenapa demikian? Pertama, ia pandai hampi...