Chapter 1 - Marvel

3.2K 274 91
                                    

Spadia, sore hari, tepat setelah pelantikan empat ksatria legendaris.

Itu sore yang indah. Aku menatap bola api besar yang seolah tenggelam di lautan luas. Dari atas tebing yang menghadap ke barat, pemandangan ini sempurna.

Beberapa saat lalu, aku, Azre, Marvel, dan Samsul baru saja tiba di Spadia. Azre langsung masuk ke pondok, bilang dia ingin istirahat. Aku berjalan menuju tebing, diekori oleh Marvel yang masih memakai jubah spade-nya dan Samsul di belakangnya.

Mereka ikut duduk di sebelahku, menyaksikan matahari tenggelam. Lengang mengisi di sekitar kami. Sampai ketika matahari terbenam separuh, Marvel memanggilku.

"Papa..."

"Ya?"

"Bagaimana... Bagaimana Papa menemukan kami dulu?"

Aku tertegun. "Bukankah sudah pernah kuceritakan saat di Olvia?"

"Yaa," Marvel beranjak mendekatiku, "Aku hanya ingin mendengarnya lebih detail."

Samsul- seperti biasa, ikut-ikutan, "Ceritakan saja, Pa."

"Hei, kenapa kalian kembali memanggilku 'Papa'?"

"Lalu mau dipanggil apa? Kakek?" sergah Marvel.

"Aku tidak setua itu!"

"Makanya, ceritakan saja, Pa," desak Samsul.

Aku memandang mereka berdua. Kenapa pula Samsul jadi ikut-ikutan minta diceritakan? Mereka kan bukan bocah lima tahun yang perlu dibacakan dongeng sebelum tidur lagi. Tapi, baiklah, tidak ada salahnya menceritakan kisah lama itu.

"Baiklah, akan Papa ceritakan." Sontak, kedua anak itu langsung kembali ke posisinya, duduk rapi di sebelahku. Persis seperti saat aku hendak membacakan cerita tentang empat ksatria legendaris waktu mereka kecil dulu.

"Semuanya dimulai enam belas tahun yang lalu..."

***

Enam belas tahun yang lalu, tepat setelah penyegelan Herobrine.

Aku berlari meninggalkan lokasi penyegelan. Tanah yang kupijak bergetar hebat, efek samping dari penyegelan. Beberapa detik lalu, penyegelan itu selesai. Aku bisa melihat dua sorotan cahaya mengudara tinggi dari lokasi penyegelan.

Spade dan Heart telah pergi.

Aku menyeka mataku sambil berlari. Selama ini, mereka selalu memperlakukanku seperti anak sendiri. Mengundangku makan malam di rumah kecil mereka, atau menemaniku berlatih bersama. Dan kini, apa Heart bilang tadi? Melanjutkan perjuangan mereka? Sendirian?

Dan, eh, tunggu. Soal apa yang mereka bilang, rasa-rasanya Spade juga pernah berkata sesuatu kepadaku beberapa hari sebelum penyegelan. Sesuatu tentang anak mereka.

"Clover, jika suatu saat nanti aku pergi lebih dulu, tolong, jagalah Marvel."

Ah, benar. Aku diminta untuk mengurus anak mereka. Aku pernah beberapa kali bertemu dengannya. Bayi yang menggemaskan. Kalau tidak salah, sekarang usianya baru menginjak tiga bulan. Hei, tunggu sebentar. Bukankah baru saja terjadi gempa besar akibat efek samping penyegelan? Selamatkah anak itu?

Aku bergegas mengubah arah, berbelok menuju rumah mereka.

Tepatnya, reruntuhan rumah mereka.

Rumah itu sudah runtuh sebagian saat aku tiba di sana. Aku berusaha melewati tumpukan batu dan kayu, mencari bayi itu. Tidak sulit, karena lima detik sejak aku mulai mencari, terdengar suara tangisan kencang. Tidak salah lagi. Aku memutari reruntuhan itu, menuju bagian belakang rumah. Jendela kamar bayi itu terbuka lebar. Aku melongokkan kepalaku ke jendela.

Cerita Papa - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang