You call me
***
Panik membelenggu hati semua orang. Hujan yang begitu deras membuat banyak orang berbondong membantu mengangkat mobil yang terbalik. Kecelakaan beruntun membuat jalan macet dan dialihkan oleh petugas. Dua mobil terlihat hancur. Salah satu mobil dipindahkan agar tidak menghalangi aktivitas setelah menabrak pembatas jalan.
Air hujan membawa darah mengalir ke parit di bawah trotoar. Sebuah truk menghantam dengan cepat mobil sedan yang sedang perlahan berkendara. Kabut yang dibawa hujan membuat penglihatan semakin minim. Kegaduhan tidak berhenti selagi mobil dieksekusi. Sirine ambulan dan mobil polisi saling beradu vocal. Banyak bagian mobil yang dilepaskan secara terpaksa agar bisa mengeluarkan korban.
Para warga turut mengeluarkan beberapa korban yang bisa keluar dengan selamat. Sepasang suami-istri dilarikan ke rumah sakit terlebih dahulu dengan cepat. "Cepat, anak ini bisa ditarik dengan perlahan!" teriak salah satu petugas menyadari tubuh remaja tersebut. Hampir 15 menit, salah satu remaja di dalam mobil itu bisa diangkat menggunakan tandu.
Seorang petugas merasakan detak jantung remaja tersebut masih terasakan. Ambulan kini membawa remaja tersebut dengan segera sembari menunggu remaja yang masih terjebak di mobil. Kepanikan makin menjadi ketika seorang warga mengatakan kalau kemeja remaja tersebut tersangkut bibir jendela. Dengan berhati-hati, petugas memotong kemeja tersebut dan akhirnya bisa mengeluarkan remaja yang memiliki paras yang serupa dengan sebelumnya.
Di sisi lain, sopir truk yang menabrak dinyatakan meninggal karena benturan yang cukup keras. Polisi menyimpulkan kecelakaan ini terjadi karena sopir truk yang mabuk–tidak kondusif dalam menyetir. Sopir mobil lain yang terkena tabrakan juga diobati lukanya di tempat karena tidak mengalami luka yang begitu parah.
***
Elektrokardiogram terus menampilkan denyut jantung yang tidak stabil. Pasien wanita berusia sekitar 40 tahun membuat para petugas medis gugup. Namun, hasil mereka nihil untuk bisa menyelamatkan. Para petugas berusaha kembali mencoba menaikkan denyut jantung. Perlahan denyut jantung wanita tersebut melemah sehingga tidak bisa dirasakan lagi. Dokter melepaskan alatnya dengan tenaga yang tersisa. Di ruangan sebelah, pasangan dari wanita tersebut juga dinyatakan tidak bisa diselamatkan.
Kain putih kini menutupi wajah keduanya. Dokter dan petugas medis lainnya saling menguatkan diri. Masih ada dua nyawa yang harus mereka pertahankan untuk bisa bernapas di dunia ini. Remaja kembar tersebut mengalami banyak luka di wajah dan di lengan. Para petugas berganti pakaian steril mereka sebelumnya melakukan tindakan. Suasana ruangan begitu sangat mencekam. Cahaya lampu menyorot sosok korban. Darah yang mengering dibersihkan dengan hati-hati. Pecahan kaca ditarik dengan pelan agar tidak menimbulkan luka lain.
Di luar terdengar langkah seseorang yang diikuti oleh langkah lain. "Tidak, anakku!" Tangisan histeris itu kemudian mengisi keheningan ruangan. Suster yang menjaga korban meninggal ikut menenangkan wanita tua tersebut setelah melihat suami wanita itu kesulitan.
"Mereka sudah tidak ada!" Pria tua memeluk istrinya lembut membiarkannya menangis. Suster mengatakan kalau anak dari kedua korban sedang diperiksa. Pria itu mengangguk dan berterima kasih. Kain putih itu menampakkan telapak kaki yang begitu pucat. Tangisan wanita perlahan mereda.
"Kenapa kalian meninggalkan kami secepat ini, nak? Apa kalian tidak tega meninggalkan kedua anak kalian sendiri di sini." tanyanya lesu sambil mengusap telapak kaki tersebut. Mereka tidak kuat menghadapi kenyataan yang pahit ini. Hujan yang terisi kebahagiaan kini dengan cepat direbut oleh sebuah jawaban dari Tuhan. Belum genap dua jam, keduanya mendapat panggilan telepon dari cucunya bahwa mereka akan pergi. Nada yang bahagia tidak pernah terlupakan.
"Istriku, biarkan mereka beristirahat dengan nyaman."
***
"Dok, pasien nomor tiga ... denyut jantung nya perlahan normal," seru salah suster ketika hendak mengganti air antibiotik. Dokter yang baru saja merapikan perban tersenyum tipis. Ia memasang stetoskop di telinga, diarahkannya diaphragm ke jantung remaja itu. Napas lega terdengar di ruangan kecil tersebut.
Petugas medis lain mengangguk ketika diperintahkan untuk memindahkan pasien ke ruangan yang nyaman. Sepasang kakek-nenek tadi berdiri kembali saat melihat dokter yang keluar dengan senyum tipis. "Permisi, apakah kalian dari keluarga pasien?" tanyanya mendapat anggukan antusias dari pasangan itu.
"Anak kalian, maaf ... salah satu cucu kalian selamat. Napasnya kini mulai stabil, namun masih perlu beristirahat. Dia akan segera bangun. Jadi, saya mohon doanya." Jawaban dokter mendapat ucapan syukur dari wanita di depannya. Dari kaca pintu bisa dilihat remaja itu tidur dengan begitu tenang.
"Lalu, bagaimana dengan cucu saya yang satunya?" tanya pria tersebut. Dokter hanya menjawab kalau pasien nomor 4 masih dalam pemeriksaan. Tidak lupa juga memberitahukan bahwa kedua pasien akan dipindahkan ke ruangan yang sama mengingat keduanya adalah saudara kembar.
Pasangan itu berterima kasih kepada dokter sebelum pria berjas putih meninggalkan tempatnya. "Suamiku, cucu kita ... cucu kita!" Pria itu menghapus air mata istrinya yang menangis bahagia. Jujur keduanya tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dalam situasi yang sama, keduanya dihadapkan kebahagiaan dan juga kesedihan.
***
"Baik, dok!" jawab suster menambah tenaga untuk alat pacu. Tubuh remaja tersebut tertarik, namun belum ada tanda-tanda denyut jantung di diaphragm menampilan irama jantung yang normal. Petugas medis berusaha tidak melemah.
Sekitar 10 menit mencoba, denyut jantung kini bisa terukir normal. "Napasnya kini terasa lebih baik dari sebelumnya. Sus, bisa ditambahkan antibiotiknya." Suster hanya mengangguk lalu pergi dari ruangan tersebut mengambil kantong antibiotik yang baru.
Dengan perintah, pasien remaja itu akan dipindahkan di ruangan yang sama.
***
Malam itu menjadi malam yang begitu sulit dijelaskan. "M-meir?" ucap salah satu remaja memanggil saudaranya. Wanita tua terkejut dengan cucunya yang perlahan membuka matanya. Jarinya perlahan bergerak seolah menunjuk ke sesuatu tempat.
"Irene, apa yang dia cari?" tanya pria tua memasuki ruangan dengan membawa secangkir teh hangat. Irene yang merasa dipanggil hanya menjawab kalau cucunya memanggil saudara kembarnya. Mengingat pesan dokter, Irene menekan tombol memanggil suster.
Tidak berselang lama, seorang suster dengan membawa papan berisikan kertas masuk ke ruangan dengan berhati-hati. Irene dan suaminya menyingkirkan tubuhnya menjauh, membiarkan suster itu fokus ke pekerjaannya. Irene juga sedikit demi sedikit menyeruput teh agar dirinya tenang.
"Selamat bapak ibu, anak kalian perlahan terus membaik. Ada kemungkinan bisa bangun dengan nyaman. Kedua pasien akan segera ditindak lebih lanjut. Saya permisi terlebih dahulu." Irene kemudian berterima kasih. Suster hanya mengangguk dan permisi untuk meninggalkan ruangan. Tidak berhentinya wanita itu berdoa kepada Tuhan, sang suami turut menutup matanya mendengarkan doa.
"Mael, cucuku. Maafkan kami membuat kalian harus kehilangan orang tua. Nenek berharap kamu dan adikmu bisa berbahagia. Kami berjanji."
Di sisi lain ranjang sebelah terdengar suara panggilan yang tak disadari pasangan tua itu.
"M-mael ...."
Jari yang terbalut perban bergerak seperti hendak menggapai sesuatu. Mulutnya terbuka seperti mengeja suatu kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mael : Here I Stand [HIATUS]
Ficção Adolescente[Baca dan Follow] ⚠️Don't plagiarize Kecelakaan itu mengubah semuanya. Andaikan waktu bisa berputar mundur, aku tidak akan kehilangan kedua orang tuaku. Yang kumiliki sekarang hanyalah saudara kembarku. Meir. Ia kehilangan ingatannya, dan hanya men...