First Live!
“Mondy! Ayo main game ini!” Freya membanting pintu ruang klub radio. Bergerak mendekati cowok berkacamata yang sedang duduk menopang dagu di satu-satunya meja yang ada di sana.
“Game?” tanya Mondy malas. Dia hanya melirik Freya sebentar sebelum kembali melamun.
Freya mengangguk antusias. Matanya berbinar cerah ketika dia mengangkat sebuah kaset PS bergambar hutan dan langit. “Game ini lagi viral loh. Seenggaknya kita harus main.”
“Gue nggak tertarik,” balas Mondy singkat.
Freya melengkungkan bibirnya sekejap, kemudian dia menggebrak meja dan membuat Mondy terkejut menatapnya. “Gue dapetin kaset ini susah banget asal lo tahu! Jadi ayo hargain perjuangan gue.”
Mondy memutar bola matanya. “Susah apanya. Namanya juga viral, pasti banyak dijual di toko-toko.”
“Hm, iya juga sih.” Freya mengangguk membenarkan. Sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. Menatap Mondy serius. “Ah, terserah! Pokoknya lo harus main ini. Titik!”
“Main aja lah Mon, kalau lo nolak terus si Freya bakal gangguin lo tiap hari,” sahut seorang cewek yang baru saja masuk. Namanya Adinda Ratih, seorang siswi kelas 11 yang menjadi ketua klub radio.
“Tapi kan gue cowok, Rat,” protes Mondy. Dia jelas tidak mau memainkan game yang terlalu perempuan. Apalagi itu saran dari Freya, sudah jelas akan jadi seperti apa rekomendasinya. Mondy tidak bisa berharap lebih.
“Tenang aja, Mon, gue juga main kok.” Arkan menyahut sembari menunjuk dirinya sendiri dengan jempol. Tak lupa juga senyum lebar terpatri di wajahnya yang lumayan tampan.
Nada menepuk bahu Mondy memberi semangat. “Jadi lo gak perlu khawatir lagi Mon karena si Arkan juga main.” Cewek yang memilih jurusan IPS itu menaikturunkan alisnya ketika Mondy menatapnya datar.
“Oke, udah fix hari ini yang bakal siaran si Mondy!” cetus Ratih cepat. “Lo bisa main game itu sambil siaran biar gak kagok ntar,” lanjutnya ketika Mondy hendak melayangkan protes.
Mondy menyenderkan punggungnya di kursi. Dia menatap Ratih semelas mungkin. “Tapi Rat, lo tahu sendiri kalau gue belum pernah siaran semenjak masuk sebulan yang lalu. Selama ini gue cuma merhatiin kalian siaran doang. Mental gue gak sekuat itu tiba-tiba disuruh siaran sendirian.”
“Eits, santuy. Bentar doang kok, istirahat pertama kan cuma 20 menit. Sekalian refreshing lah main game abis ulangan Bu July tadi,” celetuk Arkan yang memang sekelas dengan Mondy.
Mondy menghela napas panjang. Sepertinya dia tidak bisa menolak. Dengan berat hati Mondy mengiyakan. Meski sejujurnya dia mendumel dalam hati.
“Oke semangat Mondy, lo punya waktu 8 menit sebelum istirahat pertama.” Freya mengepalkan tangan dan mengedipkan sebelah mata. Setelahnya dia mengikuti Ratih, Nada dan Arkan keluar. Meninggalkan Mondy yang merosot lemas di kursinya.
Selepas beberapa menit kemudian, Mondy bangkit menuju satu-satunya televisi di ruangan klub radio. Dia mulai menyalakan PS 5 milik Freya yang sengaja ditinggalkan untuk anak-anak klub melepas penat seusai siaran.
“Masa iya gue main game ginian?” Sembari mencari posisi duduk yang pas, Mondy masih sempat menggerutu sebal.
Game yang disarankan Freya memanglah game yang sedang viral saat ini. Mondy cukup yakin karena dia pernah melihat Arkan memainkannya saat berkunjung ke rumahnya. Namun, sepertinya game berjudul Poison Love ini tidak cocok dengannya karena beberapa alasan.
Pertama, game ini khusus untuk perempuan karena karakter utamanya adalah seorang gadis biasa yang bisa melakukan sihir.
Kedua, semua karakter pria menyukai karakter utama wanita dengan alasan tidak masuk akal. Membuat Mondy merasa muak dan tidak terima.
Ketiga, Mondy terlalu malas untuk memainkannya.
Ketika intro dari game Poison Love akan dimulai, Mondy segera menegakkan tubuhnya. Menatap layar lekat-lekat dengan jantung yang berpacu kencang.
“Selamat siang warga SMA 2 Maret, bagaimana kabar kalian hari ini?” Mondy menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan, “Kenalin gue Mondy, penyiar radio D’day Kidz pada hari Senin yang cerah ini akan menemani kalian selama istirahat pertama, kedua dan sepulang sekolah.”
Layar menampilkan sosok karakter utama pria yang membuat Mondy terdiam. Dengan rambut emas dan bola mata berwarna biru cerah, Luciano Vincent Revondria terlihat sangat gagah dan tampan sebagai putra mahkota.
Mondy terpaku, tidak bisa mengalihkan pandangannya barang sejenak. Seolah-olah sosok di layar tersebut memiliki daya tarik yang kuat.
Hingga sebuah cahaya menyilaukan dari layar membuat Mondy refleks menutup matanya dengan tangan. Saat dirasa cahaya terang tersebut menghilang, Mondy membuka mata. Begitu pula dengan mulutnya yang ikut terbuka.
Di depan sana, terlihat banyak orang berlalu lalang seperti sedang sibuk dengan sesuatu. Mondy menatapnya heran. Mengapa semua orang di sini berpakaian aneh?
“Permisi.” Mondy berhasil menarik salah seorang wanita yang berpakaian seperti maid di anime-anime.
“Kenapa semua orang berpakaian seperti ini?”
Orang tersebut terkejut hingga menutup mulutnya. Beberapa detik kemudian dia membungkuk dalam. “Mohon maaf Yang Mulia, apakah anda meminta kami semua untuk mengubah pakaian pelayan?”
Heh? Apa? Tunggu-tunggu! Apa yang sedang dibicarakan orang itu?
“Yang Mulia? Maksudmu aku?” Mondy menunjuk dirinya sendiri. Ekspresi bingung tergambar jelas di wajah tampannya.
Dengan takut-takut orang itu mengangkat kepalanya sedikit dan mengangguk.
“Hah?!”
Mondy tidak percaya ini.
*
First Live! Ada yang mau kenalan sama Mondy?
Ayo kawal Mondy sampai tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Mondy Live Radio
Teen FictionMondy seorang siswa kelas 11 yang tidak menonjol tiba-tiba ditarik masuk ke klub radio oleh Freya. Awalnya canggung dan gugup karena tidak tahu harus bagaimana. Kemudian Freya menyarankan untuk bermain game yang sedang populer sambil menyiarkannya d...