Fourth Live!

3 2 0
                                    

Fourth Live!

“Izinkan saya melanjutkan laporannya, Pangeran.” Bruno, pria berambut cokelat yang mulai beruban itu berkata seraya meletakkan tangan di dada kirinya.

“Karena kondisi yang mulia Raja sedang tidak stabil, maka Pangeran Luciano yang akan memimpin kerajaan Navirity sementara. Sekaligus berlatih untuk menjadi raja masa depan.”

Efrain yang terlihat lebih muda dari lainnya melanjutkan, “Kali ini kekeringan melanda wilayah selatan kerajaan Navirity. Para penduduk di sana kelaparan dan terkena wabah menular. Apa yang harus kami lakukan, Pangeran?”

Kerajaan Navirity berada di ujung. Negeri dengan sedikit penduduk itu tidak memiliki tanah yang luas. Mengalami musim panas yang singkat dan musim dingin yang panjang. Seperti sekarang, kekeringan akan sering terjadi ketika musim panas. Namun, saat musim dingin tiba, para penduduk akan kelaparan sebab kekurangan bahan makanan.

Selain itu, entah apa yang dilakukan raja Alberthos, ayah dari pemilik tubuh yang Mondy tempati hingga kerajaan ini tidak memiliki satu pun ladang yang benar-benar menghasilkan bahan makanan. Semuanya didapat dari luar dengan harga yang luar biasa mahal.

Sebagai putra mahkota yang tiba-tiba disuruh mengambil alih kerajaan yang sebentar lagi akan hancur ini, Mondy merasa bertanggungjawab. Ratusan ribu nyawa manusia berada di tangannya. Salah sedikit saja dapat dipastikan kalau namanya akan tertulis sebagai putra mahkota terburuk sepanjang sejarah.

Jemarinya mengetuk meja perlahan sementara tangan kirinya digunakan untuk menopang dagu. Mata birunya menatap ke luar jendela dengan pikiran melayang. Keempat menteri di depannya saling pandang. Apakah sesulit itu untuk memecahkan masalah ini? Sepertinya mereka harus berdiskusi dengan raja perihal mencari putra mahkota yang baru.

“Kirim beberapa bahan makanan dari istana. Usahakan yang bisa bertahan lama. Kirim juga tabib kerajaan ke sana. Setelah itu kumpulkan pemuda yang sehat di seluruh negeri, ada yang harus kubicarakan dengan mereka.”

Keempat menteri itu saling pandang dan mengangguk kompak.

“Bukankah musim dingin masih lama? Kita harus memanfaatkan waktu dengan baik.”

“Iya, benar Pangeran.”

“Baldur, kumpulkan semua benih tanaman dan sayuran. Aku akan menunggumu di halaman istana.” Mondy berkata santai. Pemikirannya pasti benar. Musim dingin masih lama, oleh sebab itu dia harus segera menanam bahan makanan untuk persediaan saat musim dingin tiba.

Baldur, menteri yang berusia pertengahan 30 itu mengangguk dan pamit undur diri. Ini adalah kali pertama putra mahkota memberi tugas untuknya. Baldur harus segera memerintah bawahannya untuk memenuhi harapan putra mahkota padanya.

“Rashad, pantau apa saja yang harus dikirim ke daerah selatan. Pastikan semuanya dengan baik hingga sampai.”

Seorang Duke of Yale tersebut mengangguk. “Saya akan memastikan semuanya aman sampai tujuan, Pangeran.”

“Baiklah. Aku memercayakan ini padamu.” Mondy mengibaskan tangannya pelan. Ia menyandarkan tubuh tegapnya. Lantas, apa yang harus dia lakukan dengan dua orang yang tersisa?

Teringat sesuatu, Mondy menjentikkan jarinya. Dia menatap Bruno dengan binar cerah di matanya yang sebiru langit.

Merasa aneh dengan tatapan yang dilayangkan putra mahkota padanya membuat Bruno menelan ludah gugup. Ini saatnya. Mungkin dia akan menerima permintaan aneh dari putra mahkota yang belum dewasa.

“Bruno, urus perekonomian negara. Pastikan kita tidak menghamburkan uang dengan alasan tidak jelas. Kita harus berhemat untuk menyambut musim dingin yang akan datang.”

Pikirannya benar. Kini Bruno hanya bisa meratapi nasibnya seraya mengerjakan tugas yang diberikan. Dengan kaku ia menganggukkan kepala.

Mondy hidup sendirian di tengah kerasnya ibu kota. Menyewa sebuah kos yang kecil dan jauh dari keluarganya. Mondy bukan berasal dari keluarga berkecukupan, jadi ia selalu menghitung pengeluarannya tiap hari dan berhemat hingga akhir bulan.

Meski kini dia menempati tubuh putra mahkota yang pastinya sangat kaya, sifat aslinya masih terbawa. Mondy harus berhemat untuk memastikan kebutuhan mendatang. Bisa saja ada suatu hal darurat yang menanti.

“Lalu Efrain, kau bisa kumpulkan ksatria istana untuk berburu. Kita harus menimbun banyak daging untuk diawetkan. Ini adalah salah satu langkah mengatasi kelaparan!”

Efrain mengangguk singkat. Setelah memberi hormat ia pamit undur diri.

Dan Mondy yang sendirian di ruang kerjanya yang luas, merosot lemas di atas meja. Pemuda itu menghela nafas berat dan mengeluarkan suara-suara aneh. Sesekali mengacak surai emasnya yang berkilauan.

“Mondy lo ngapain?” Freya bertanya horor. Melihat kelakuan Mondy yang biasanya kalem kini terlihat seperti punya banyak masalah membuat Freya heran.

“Hah?” Mondy mengerjap. Lantas segera menegakkan badannya dan menatap Freya tak kalah bingung. “Kok lo di sini, Frey?”

“Lah? Gue kan mau nyamperin lo yang gak balik-balik ke kelas. Bel udah bunyi tuh. Kenapa? Ketagihan jadi penyiar radio ya sampai gak mau masuk kelas?”

Mondy terdiam. Seingatnya tadi dia berada di ruang kerjanya yang luas itu. Lalu kenapa tiba-tiba dia kembali ke ruang siaran yang sempit ini?

“Btw, congrats, Mondy! Akhirnya lo nyelesain siaran pertama lo! Kita harus rayain ini.” Freya berkata ceria. Dia mengetukkan telunjuknya di dagu, tengah berpikir keras sebelum melanjutkan. “Hm, kayaknya lo harus traktir gue makan mie di minimarket depan deh! Oke, gue tunggu ya. Dadah Mondy!”

Suara pintu tertutup keras mengagetkan Mondy. Cowok itu mengerjap dan mengelus dadanya pelan. Matanya menatap kepergian Freya dengan pandangan rumit.


*

Selamat hari raya idul Fitri buat yang merayakan!

Minal aidzin wal Faizin mohon maaf lahir dan batin semuanya!

Mondy Live Radio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang