"Saya terima nikah dan kawinnya Sezia Cella Reivani binti Hardi Abiyakta dengan mas kawin berupa satu set perhiasan seberat 25 gram, uang sejumlah 17 juta, dan seperangkat alat salat dibayar tunai."
Duduk di depan meja rias untuk menghapus riasan wajah dengan cleansing water, dalam kepalanya terus terngiang kalimat yang diucapkan dalam satu tarikan napas itu. Setelah hari yang terasa panjang nan melelahkan, Sezia kembali bergumam dalam hati bahwa dirinya telah menjadi istri seorang Karan Salendra Putra. Degupan jantungnya kian terasa saat ia mengingat itu.
"Saya sudah selesai. Sekarang giliran kamu."
Sezia menoleh pada Karan yang baru keluar dari kamar mandi. Rambut lelaki itu terlihat basah, beberapa tetes air jatuh ke kaus bagian pundaknya.
"Sebelum tidur keringin dulu rambutnya," ujar Sezia sembari mengambil handuk miliknya. Untung gaun yang dipakainya saat resepsi sudah dilepas begitu ia masuk kamar.
"Iya, Sezia. Kamu juga cepetan mandi, gak baik kalau makin malem. Kamu bisa kena flu."
"Iya, tahu." Sezia membalas seraya menutup pintu kamar mandi di belakangnya.
Beberapa menit kemudian Sezia sudah kembali keluar. Tubuhnya terbalut daster setinggi betis yang biasanya sering ia gunakan untuk tidur. Ia bisa melihat Karan yang telah menempati salah satu sisi tempat tidurnya, tetapi lelaki itu belum beristirahat. Mata dan tangannya masih sibuk dengan ponsel.
Kembali duduk di depan meja riasnya, Sezia mengeluarkan alat pengering rambut yang jarang digunakannya. Sambil mengeringkan rambut, ia bisa merasakan kelopak matanya yang memberat. Ah, ia harus segera menyelesaikan ini dan pergi tidur.
Begitu selesai dan menyimpan kembali alat pengering rambut ke dalam laci, Sezia beranjak menuju tempat tidurnya. Ia mengambil sisi tempat tidur yang masih kosong.
Menarik bed cover miliknya yang hangat, kemudian ia memejamkan mata.
Sambil menunggu kesadarannya direnggut, Sezia bisa merasakan sisi tempat tidur yang lain bergerak. Kemudian disusul suasana kamar yang menjadi gelap. Bed cover miliknya pun turut bergerak untuk sesaat.
"Aku lagi dapet," ucap Sezia saat tiba-tiba ia merasakan sepasang tangan membawa tubuhnya masuk ke dalam dekapan. Matanya yang tadi terasa berat ia paksa untuk kembali terbuka dan menatap wajah lelaki yang sudah berstatus sebagai suaminya itu. Mereka sangat dekat, sampai Sezia bisa merasakan embusan napas Karan yang menguarkan aroma mint.
"Saya gak akan maksa kamu untuk lakuin itu. Untuk sekarang, let me sleep with you in my arms."
"Oke."
Sezia menyamankan posisinya di dalam dekapan Karan agar ia merasa semakin hangat. Kemudian ia kembali menutup mata untuk segera tidur.
"I love you, Sezia."
Sezia masih bisa mendengarkan suara Karan yang berbisik lembut di samping telinganya.
🕊️
Rasanya ia masih ingin melanjutkan tidur saat sebuah elusan di pipi mengganggunya. Gerakannya begitu hati-hati dan lembut sehingga Sezia tidak bisa untuk tidak menghiraukannya. Dengan sedikit enggan, ia memaksa matanya untuk terbuka.
Ia mendapati Karan yang berjongkok di depan sisi tempat tidurnya. Lelaki itu sudah rapi dan wangi.
"Ada apa?" Sezia bertanya dengan suara yang serak.
"Saya mau ikut Bapak sama abang kamu salat subuh di masjid. Saya tinggal bentar, ya. Maaf udah gangguin tidur kamu."
"Iya, gak papa."
Lelah yang masih terasa mengajak Sezia untuk semakin menenggelamkan diri di dalam bed cover. Matanya kembali terpejam. Saat itulah ia merasakan sebuah kecupan singkat di keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Let the Heart Lead You
RomanceSezia itu selalu blak-blakan mengenai segala kekurangan yang dimiliki. Tidak ada yang ia tutup-tutupi hanya demi terlihat baik di depan orang lain. Meskipun ia juga tidak merasa bangga dengan itu. Kembali lagi, itu adalah kekurangannya. Namun, suatu...