masih ada waktu

43 7 0
                                    

Renjun ingin sekali menyombongkan bagaimana hubungannya dengan Mark sudah berjalan selama 2 tahun (3 tahun lebih sedikit kalau dihitung dari awal sekali mereka pacaran saat SMA), cuma kembali lagi pada kenyataan bahwa tidak semua orang paham kalau masing-masing punya proses dan waktunya sendiri.

Pertanyaan skeptis datang dari perempuan di salah satu kelompok tugasnya, Kacha namanya. Sedikit background check, ia anak orang kaya raya, sudah punya bisnis sendiri saat umur 19 tahun dan juga sudah bertunangan dengan kekasih 1 tahunnya.

"So, it is already your 3rd years with your boyfriend, huh?"

Renjun mengangguk, tidak ingin juga menutupi apa-apa. Apa juga sih yang mau ditutupi, dia juga tidak sedang backstreet atau semacamnya.

"But i don't see any engagement ring on your finger."

Tertohok hingga kehilangan kata-kata, Renjun kemudian membalasnya dengan senyum tipis. Ia kira agenda mereka hari ini adalah mengerjakan presentasi untuk hari Kamis besok, kenapa malah jadi sesi konseling begini.

"Nat, i suggest you to ask your boyfriend either he's taking the relationship serious or not. And i bet your families already knows each other too. Jangan terlalu diulur-ulur, nanti malah gagal."

Akhirnya percakapan yang lebih ke arah menyindir itu, terus terusan berputar di kepala Renjun. Ia bukannya meragukan niat dan perasaan Mark, pun ia sadar usia mereka masih muda. Katakan setelah Renjun bilang ia ingin mereka tunangan, tapi mereka masih harus menadah uang dari orang tua untuk hal mendasar seperti cincin pertunangan. Sungguh, ia pasti malu luar biasa.

Dan soal hubungan yang gagal, Renjun dan Mark sudah pernah merusak hubungan mereka dengan banyaknya miss-komunikasi. Nyatanya mereka masih bisa menyelesaikan masalah itu kalau keduanya mau kembali duduk dalam ruang yang sama dengan kepala dingin.

Lagi setelah seminggu terlewati dari kapan percakapan itu berlangsung, Renjun kembali kepikiran, tapi saat ini diperparah dengan adanya sosok Mark di layar laptopnya. Yang lebih tua sibuk mengetik sendiri, mengacuhkan Renjun yang setengah melamun melihat pergerakan kekasihnya di layar monitor.

"Kak Garen, can i ask you something?"

Tidak mengalihkan mata ke layar, Mark menjawab dengan intonasi acuh,"Go ahead."

Renjun ingin sekali bilang, sampai sejauh mana hubungan pacaran ini akan dibawa. Maksudnya hanya sampai mereka menemukan orang lain atau mempertahankannya untuk ke jenjang yang lebih serius. Namun, Renjun tak kuasa untuk mengatakannya. Alhasil, kalimat yang ia rangkai hanya berakhir di kerongkongan.

"Nggak jadi." kemudian ada tawa sumbang di akhir kalimatnya,"Aku tinggal ke dapur bentar, ya?"

Renjun mungkin tidak sadar kalau ia kelihatan murung seharian, tapi bukan berarti Mark tidak paham.

———

Renjun sudah kembali ke meja belajarnya. Masih ada layar iPad menyala dengan tampilan kamar Mark, tapi kini giliran yang diseberang sana yang tidak kelihatan di kamera. Ia tidak ambil pusing, kemudian mulai mencoret abstrak di atas kertas. Akhir-akhir ini ia sering menggambar chibi, awalnya hanya menggambar di pojok buku catatan kuliahnya, tapi lama-lama jadi ketagihan kemudian saat sadar, Renjun sudah memenuhi satu halaman dengan chibi aneka ragam.

Sepuluh menit berlalu, Mark masih belum kembali. Oh, Renjun pikir pacarnya mungkin ikut ke dapur juga. Ia tak terlalu ambil pusing.

Dua puluh menit berlalu. Kini rasa kesal mulai menggerogotinya.

Ini pacarnya kemana sih. Mau dibilang sedang buang air besar juga tidak mungkin. Mark tidak punya kebiasaan buang air besar selama ini. Kalau benar-benar niat dihitung, mungkin Mark hanya akan menghabiskan 10 menit. Renjun sudah hafal!

Renjun saut ponselnya yang ada di kasur kemudian membuka kolom chat Mark. 'Kak, kamu kemana?' adalah kalimat pertama yang Renjun tulis, tinggal satu langkah lagi untuk mengirim pesan itu, pesan baru dari Mark mendahului niatnya.

'Nat, can you come outside? Kakak didepan.'

Renjun tidak pikir panjang, yang ia lakukan adalah segera berlari keluar.

——

Mark sadar kalau Renjun seperti menyembunyikan sesuatu. Sudah beberapa kali pula ia menangkap gerak gerik si pacar yang seolah ingin mengatakan sesuatu tapi akhirnya urung. Ia tidak ingin memaksa pula kalau Renjun memang tidak mau bilang, tapi kejadian saat telfon video tadi seolah jadi puncaknya.

Begitu Renjun bilang ia akan ke dapur, Mark tak buang waktu untuk keluar dari kamar dengan membawa kunci mobil. Tekadnya untuk memaksa Renjun bicara sudah bulat. Dan disinilah ia sekarang, duduk di depan kemudi mobil yang terparkir rapi depan rumah Renjun, menunggu si pacar lucu untuk keluar.

Pintu mobil dibuka, bareng dengan Renjun yang masuk menggunakan celana kotak-kotak dan juga kaos hitam oversize, persis seperti tampilannya saat telfon video tadi.

"Kok, kesini!?"

Mark mengulas senyum, diraihnya pucuk kepala yang lebih muda, kemudian mengusapnya gemas,"Kangen." Ujarnya.

Gombalan buaya semacam ini tidak akan menggoyahkan Renjun, jadi anaknya merengut dan mendecih kesal,"Liar."

Tawa Mark mengudara sejenak, sebelum Renjun ditarik mendekat dan dihadiahi ciuman di dahi. Yang di bibir bisa menunggu. "Tell me, Babe. Jangan kebiasaan dipendem. You know, i'm always listening."

Kemudian suara klik terdengar di kepala Renjun. Oh, pacarnya kepikiran yang tadi, ya. Ada interval sunyi yang cukup lama, dada Renjun bergemuruh berisik, ia benar-benar tidak ingin membuka kerisauannya, tapi siapa yang bisa menolak kalau Mark bahkan sudah meluangkan waktu sampai berkendara ke rumahnya malam-malam begini.

Lalu, dimulailah ceritanya, bagaimana ia tiba-tiba gusar dengan hubungan mereka, bagaimana ia iri dengan pencapaian Kacha dengan kekasihnya. Renjun jadi merasa hubungannya dengan Mark tidak sesuai dengan bare minimum hubungan jaman sekarang. Banyak orang bilang, ciuman adalah hal mendasar, sex adalah pilar hubungan, tapi Renjun dan Mark tidak pernah sejauh itu. They kissed only at special occasion, such as anniversaries and they haven't had sex before. Paling sering sih, hanya kecup-kecup lucu di bibir, no tongue.

"Babe, i'll let you know my secret this time." Mark meraihnya ke dalam rangkulan santai,"Bare minimum kakak adalah jaga kamu sampai kita sah, don't listen to them, please. We both know, akan ada waktunya. Yang ngejalani hubungan ini kita berdua, bukan mereka. Toh, sekarang kita lagi fokus buat masa depan, yang mana artinya kita juga mikirin secure-nya hubungan kita nanti. Sekolah yang bener, biar anak-anak kita nggak menyesal punya orang tua seperti kita."

Renjun rasanya ingin menangis, tapi ia malu kalau menangis sekarang. Dipikir-pikir, kekanakan juga kalau ia iri karena melihat orang lain tunangan saat kuliah, padahal belum tentu yang sudah tunangan akan lancar. Orang menikah saja bisa cerai, ini hanya tunangan yang terikat janji antar manusia dan cincin.

Mark meneruskan,"We will get there, babe. Don't worry."

masih ada waktu
— selesai

aksara hati; markrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang