6.Dia tak datang

55 10 9
                                    

Chapter.6

"Apa yang harus aku lakukan? Ayolah, Rosé! Berpikir!" gumam Rosé dalam hati dengan mata terpejam sambil menggigiti kuku jempol kanannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang harus aku lakukan? Ayolah, Rosé! Berpikir!" gumam Rosé dalam hati dengan mata terpejam sambil menggigiti kuku jempol kanannya.

Biar bagaimanapun, sebelum sampai di istana dan bertemu kembali dengan si Kaisar kejam, Rosé harus sudah memiliki solusi agar bisa kabur dari 'harga' yang katanya harus ia bayar untuk menolong anak kecil tadi.

Namun, sekeras apapun rosé berpikir ditengah rasa takut yang melanda, solusi untuk masalahnya tidak kunjung ketemu. Malah, kepalanya yang makin berdenyut nyeri karena aliran darah seolah tersumbat didalam sana.

"Huwaaaaaaaaaa... Aku tidak ingin kehilangan tanganku!" ringisnya sambil membentur-benturkan dahinya di dinding kereta.

Tak sampai 15 menit, kereta kuda mulai memasuki gerbang tinggi yang membawa Rosé ke sebuah kastil yang tampak begitu megah. Ukurannya begitu luas. Mungkin, dua kali lipat dibanding istana milik Ayahnya di Kerajaan Timur.

"Kita sudah sampai, Yang Mulia! Silahkan turun!" ujar Ksatria Bennett mempersilahkan.

Rosé mengangguk. la mengikuti langkah Ksatria Bennett yang mengantarnya menuju ke sebuah bangunan yang tampak terpisah dengan bangunan istana yang lain. Di daerah itu terlihat sepi dan minim penjaga.

Hanya ada beberapa pelayan yang tampak mondar-mandir sambil memberikan penghormatan saat Rosé, Ksatria Bennett dan dua Ksatria yang lain melewati mereka.

"Ini kamar tidur yang Mulia Ratu," kata Ksatria Bennett saat mereka tiba di sebuah ruangan yang cukup luas untuk ukuran sebuah kamar. Saat memasuki ruangan tersebut, Rosé disambut dengan ruang tamu yang cukup luas dengan dua meja belajar yang dipenuhi berkas-berkas di sebelah kirinya. Terdapat sekat yang menjadi pemisah ruangan itu dengan sebuah tempat tidur lumayan besar.

"Selamat datang, Yang Mulia!" Seorang wanita datang dan memberi hormat kepada Rosé.

Meski baru berjumpa, Rosé sudah bisa menebak siapa gadis yang sedang menyapanya ini. Dialah Lady Mulanie. Satu-satunya gadis bangsawan di kerajaan Barat yang bersedia menjadi pelayan pribadinya.

"Terima kasih," angguk Rosé setelah menerima hormat yang diberikan Mulanie.

Ksatria Bennett dan dua Ksatria lainnya pamit undur diri setelah memastikan Rosé telah berada dibawah pengawasan Mulanie. Mereka akan kembali ke tempat latihan para Ksatria untuk melaksanakan beberapa hal dan juga memberikan pendidikan kepada calon Ksatria baru di Kerajaan Barat.

"Namamu Mulanie, kan?" tanya Rosé saat suasana canggung terasa sangat kentara diantara mereka berdua.

"Benar, Yang Mulia!" angguk Mulanie yang saat ini berdiri dengan kepala tertunduk di hadapan Rosé yang sedang duduk ditepi tempat tidur.

"Berapa usiamu, Mulanie?"

"24 tahun, Yang Mulia!"

"Wah, kita seumuran ternyata. Aku juga 24 tahun," kata Rosé antusias sambil menunjuk dirinya sendiri. "Kalau begitu, aku rasa tak ada hal yang mengharuskan kita berada di situasi yang canggung seperti ini, kan? Kita bahkan bisa menjadi teman akrab yang sering berbagi cerita di hari-hari berikutnya setelah ini," imbuhnya bersemangat.

Mulanie bingung harus menanggapi apa. Rasanya sedikit aneh menjumpai kelakuan Rosé yang ternyata sedikit berbeda dengan perilaku wanita bangsawan pada umumnya. Wanita bernetra Coklat yang kini telah menjadi Ratu yang harus ia layani itu tampak begitu ceria. Sama sekali berbanding terbalik dengan gosip yang beredar bahwa Rosé adalah sosok pemurung karena merupakan anak buangan sedari lahir.

"Oh iya, apa kau tahu hal yang disukai oleh Yang Mulia Kaisar, Mulanie?" tanya Rosé yang tiba-tiba teringat harus menjalankan misi lolos dari hukuman Claude.

Mulanie menggeleng. "Saya tidak tahu, Yang Mulia."

"Hah? Satu pun tak ada?" Rosé mencoba memastikan.

Lagi, Mulanie menggeleng sebagai jawaban. "Yang Mulia Kaisar adalah orang yang sangat tertutup. Beliau bahkan tidak memiliki satu pun pelayan pribadi yang bertugas menyediakan kebutuhannya. Satu-satunya orang yang selalu berada disisinya hanya Ksatria Bennett. Kenapa Anda tidak bertanya pada beliau saja?"

Rosé menghela nafas. Tubuhnya ia jatuhkan begitu saja di atas kasur dengan posisi tangan telentang. Hal itu sontak membuat Mulanie membulatkan mata karena tahu bahwa adab seorang wanita bangsawan saat hendak tidur tidak boleh seperti itu.

"Y-Yang Mulia?" Mulanie kelabakan. Ia bimbang. Haruskah ia menegur sang Ratu atau membiarkan saja? Tapi, kalau dibiarkan, bukankah itu juga tidak baik? Bagaimana jika Sang Kaisar malah akan. ilfil jika tahu istrinya tak memiliki etiket dasar sebagai seorang bangsawan apalagi seorang Ratu?

"AHA!" Bak ada lampu yang tiba-tiba menyala di kepalanya, Rosé kembali bangkit dari tidurnya. "Mulanie, bawa aku ke dapur. Aku ingin memasak makan siang untuk suamiku," ucapnya menggebu-gebu sambil berdiri dengan cepat.

Ya, ide brilian itu tiba-tiba saja melintas dalam pikirannya. Kenapa tak kepikiran sejak tadi, sih? Padahal, Rosé cukup percaya diri akan cita rasa masakannya yang tak pernah mendapat ulasan buruk. sedikitpun dari pelanggan kala bekerja di restoran. Hal itu bisa jadi senjata untuk merebut hati seorang Claude.

Bukankah ada pepatah yang mengatakan jika ingin mengambil hati seorang pria, maka kenyangkan dulu perutnya?

Ah, jika tidak ada, paksakan saja untuk ada. Maklum, situasi sekarang sangat genting bagi Rosé mengingat waktu baginya untuk lolos dari Kematian semakin sedikit.

"Tapi, itu bukan tugas seorang Ratu, Yang Mulia! Sudah ada koki khusus yang ditunjuk untuk melakukan tugas itu", sanggah Mulanie.

'Tapi, bukankah menyenangkan suami merupakan kewajiban seorang istri? Dan, memasak merupakan salah satu caranya." Rosé tak mau kalah berdebat.

Mulanie kini memilih untuk tak menjawab. Benar kata Ratunya. Memasak memang tugas seorang istri. Bahkan, di kerajaan Barat, hal itu merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh hampir seluruh wanita dari kalangan bangsawan menengah hingga rakyat jelata.

Hanya bangsawan kelas atas dan keluarga kerajaan saja yang tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan rumah tangga karena wajib bekerja mengatur dan mempersiapkan anggota keluarga yang kelak akan terlibat penting dalam pemerintahan di masa depan.

"Yang Mulia...,"

"Mulanie, aku mohon! Sekali ini saja, ya?" bujuk Rosé sambil memegang lengan Mulanie.

Mau tak mau, gadis yang usianya sepantaran dengannya itu mengangguk terpaksa dan bersedia mengantarnya menuju ke dapur kerajaan.

Tiba ditempat tujuan, Rosé dibuat takjub akan pemandangan yang ia jumpai. Banyak sekali orang yang berlalu lalang di tempat itu. Aneka sayuran segar serta daging hasil. buruan tampak menggiurkan untuk segera di olah. rosé pun tak ingin buang-buang waktu lagi. Tepat setelah Mulanie memperkenalkan dia pada seluruh chef kerajaan, Rosé mulai mempertontonkan aksi memasaknya yang luar biasa.

"Selesai!" ucapnya tersenyum saat tiga jenis hidangan telah sukses ia masak. Ada steik daging sapi, sup jamur serta spaghetti khas kerajaan yang baru ia racik sesuai bumbu dan peralatan seadanya.

Makanan lalu dipindahkan menuju ruang makan mengingat tak lama lagi Claude akan kembali dari sesi latihan sekitar 10 menit lagi. Namun, hingga jam makan malam telah lewat, lelaki itu masih juga tak menunjukkan batang hidungnya.

"Yang Mulia, apa Anda masih akan tetap menunggu?" tanya Mulanie pada sang Ratu yang masih tak lelah menatap ke arah pintu.

"Iya. Aku masih akan menunggunya sebentar lagi," jawabnya dengan nada sedikit lemah.

Entahlah! Rosé juga tak tahu mengapa ia sekecewa ini. Padahal, harusnya ia senang jika Claude tak kembali. Itu artinya, lengannya akan selamat. Tapi, saat menatap semua makanan yang telah susah payah ia masak sejak siang tadi, ada rasa sakit didalam hati Rosé. Rasanya sedikit dingin, sedingin makanan yang sampai saat ini masih belum tersentuh.





Thx for Reading now 😊

Become a princess [Transmigrasi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang