Finn

39 1 0
                                    

Terhitung lima hari sudah terlewati setelah peristiwa berdarah yang melelahkan. Kini Porsche sibuk menggulung tubuhnya dalam selimut di atas ranjangnya setelah Eve yang pergi menghilang sejak dua hari yang lalu. Rasa khawatir sebenarnya ada, bagaimana jika ada pergejolakan lagi antara Kinn dan Eve diluar sana. Namun hal itu juga ditepis oleh Rum yang kini berganti tugas dengan Vodka menemani Porsche dengan menegaskan bahwa Eve baik-baik saja dan sedang mengurus beberapa hal penting.

Nampan berisi sarapan pagi hari ini masih tergeletak tidak tersentuh di atas meja, Porsche mulai kehilangan nafsu makannya. Kakinya melangkah menuju balkon, matanya menerawang jauh ke depan. Pikirannya kacau, cabang turut hadir disana. Berusaha menepis pikiran tentang janji Kinn yang akan menjemputnya. Naas hingga kini, ia masih belum melihat batang hidungnya.

Sekilas wajah adiknya juga mulai hadir, hanya memikirkan berapa lama mereka terpisah membuatnya meringis pelan. Kepalanya pusing hanya dengan memikirkan kabar adik tercintanya itu. Helaan napas kasar mulai terdengar dari belah bibir Porsche hingga ketukan pada pintu kamar terdengar.

Disana kepala Eve menyembul dari balik pintu, "Porsche kita akan pergi. Turunlah sepuluh menit lagi"

Walau sempat bingung, namun sepeninggal Eve ia langsung bersiap. Tangannya meraih segelas susu yang sudah dingin, setelah merasakan pening sekembalinya dari balkon. Dirasa sudah membaik, Porsche bergegas turun dan bertemu Eve di tangga.

Sama seperti perjalanan mereka sebelumnya, Eve tidak membawa Gin ataupun bodyguard yang lain. Setelah memberikan kunci mobil, Gin bergegas pergi bersama Rum menuju arah lain. Porsche yang merasa hal ini sudah biasa dan tidak perlu dipertanyakan pun memilih diam.

Selepas memasuki perbatasan kota, Porsche sudah bisa menebak tujuan mereka. Rute ini merupakan jalan yang mereka lalui tempo lalu saat pergi ke rumah Ibunya. Merasa tidak tahan dengan keheningan yang melanda, Porsche mulai bergerak gelisah.

"Kamu ingin mampir ke toilet umum?" tanya Eve

Porsche sontak membenarkan posisi duduknya, "Tidak, aku tidak apa"

"Kamu merindukan Kinn, ya?" ucap Eve setelah memberhentikan mobilnya di lampu merah

Eve yang merasa tidak mendapat jawaban hanya menoleh dan mendapati Porsche yang tengah melihat ke luar jendela, "Jadi begitu"

"Jika aku merindukannya, apa kamu akan membawaku pergi menjauh?" tanya Porsche tanpa mengalihkan pandangannya

Eve tertawa pelan enggan membalas, tangannya meraih sebotol air dari jok belakang lalu membuka penutupnya dan menenggaknya sedikit.

"Setelah beberapa kejadian yang terjadi, aku berani menyimpulkan bahwa kalian bersaudara. Tapi kenapa kamu berlaku seperti itu kepada saudaramu sendiri dan memilih bertarung sendirian?" imbuhnya

Porsche mengalihkan pandangannya, netranya bertemu dengan milik Eve yang masih menatapnya sembari tersenyum. Tanpa perlu repot membalas, Eve hanya bergerak mulai menjalankan kembali kendaraannya membelah jalanan senggang menuju area perdesaan. Keadaan kembali hening, namun kali ini Porsche memberanikan dirinya untuk memutar lagu.

Sesampainya di tempat tujuan, tidak hanya Porsche namun Eve juga nampak terkejut melihat beberapa kendaraan terparkir disana. Beberapa bodyguard yang Porsche rasa familiar berdiri di sekitar kediaman. Eve yang semula ragu untuk masuk, akhirnya memantapkan diri untuk memarkirkan kendaraan di tempat biasanya. Mereka lantas bergegas masuk dan mendapati Wine yang menyesap secangkir teh sendirian di ruang tamu.

"Hai Porsche, tidak ku sangka kamu masih dijerat Eve" tubuhnya bergegas berdiri menghampiri Porsche di pintu masuk.

Disisi lain, Eve melenggang masuk ke dalam rumah. Porsche yang sudah ditahan terlebih dahulu oleh Wine hanya bisa pasrah, bahkan ketika tangannya ditarik ke area ruang tengah guna menemani empunya bermain game konsol yang baru dibeli.

The Truth Untold ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang