Jika ini adalah hari yang buruk aku akan berkata, ya. Jika ini adalah hari yang indah, aku juga akan berkata ya. Dan jika ini adalah hari yang menyedihkan—hingga sanggup membuat kepalaku menunduk, hingga mengubah tatapanku menjadi sendu. Ketika berada dalam pelukan Eskar, maka aku juga berkata ya.
Dadaku sakit, simbol merespon perasaanku. Ngilu, nyeri, tapi tak apa. Aku bisa menahannya. Selama kutukan ini tak membuatku menutup mataku selamanya.
"Memikirkan sesuatu?" tanya Eskar sembari menatapku sedari tadi tanpa henti.
Aku tersenyum, lalu menganggukan kepalaku. Jujur padanya. "Em, sesuatu yang berbahaya!"
Jawaban yang cukup membuat Eskar tersenyum, manis, begitu mempesona sampai pipiku memerah karenanya.
"Cotohnya?"
"Kamu!" jawabku sembari menyingir, mengedipkan sebelah mataku. Menggodanya untuk menyembunyikan kejanggalan yang terus menerus membelengu hatiku. "Jadi kita mau kemana pangeran?"
Eskar tak menjawab, ia hanya terus tersenyum. Mengendongku sepenuh hati, sampai aku bosan karena harus di terpa angin—yang entah mengapa membuatnya marah!
Lama perjalanan, kami akhirnya sampai di sebuah tempat yang cukup mengerikan. "Jurang Ekgmo!"
Seperti lubang tanpa dasar yang gelap, tak ada cahaya, tak ada awan putih di sekitarannya. Yang ada hanya awan gelap bergemuruh, dengan petir merah yang menyambar kesana-kesini.
Aku sampai menelan salivaku takut. Tapi mataku malah bermain kemana-mana, rasa penasaranku jauh lebih tinggi dari pada rasa takutku.
Eskar menurunkanku perlahan-lahan ke tepi tebing, yang jika kau lihat ke bawah. Maka kau bisa melihat mulut monster yang terbuka, menunggu mangsa untuk masuk ke dalamnya.
"Jurang Ekgmo, memang terlihat hidup. Namun ia tak hidup, kau tidak perlu takut."
"Siapa bilang a-aku takut!"
GRRRR!
Suara geraman, membuat aku langsung memeluk Eskar—ini bukan karena takut, tapi karena aku terkejut. Tapi Eskar malah tersenyum padaku.
"Mengapa membawaku kemari? Tempat ini mengerikan, seperti dunia bawah."
"Dunia bawah?" Eskar mengakat alisnya bingung.
"Neraka!"
'Hahaha' ia tertawa, lucu sekali—membuat kesal saja. Tapi seperti itulah Eskar, dan aku tidak akan pernah kalah darinya.
"Mau mencoba untuk terjun?" tawar Eskar di sertai serigai yang sontak saja membuat kepalaku mengeleng dengan cepatnya. "Kau takut?"
"Kau mau membunuhku?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Aku ingin kamu tahu, kalau hanya aku yang bisa menyelamatkanmu. Jadi bergantunglah padaku. Clerieta!" kali ini mata Eskar menunjukan keseriusan.
Wush!
Bersamaan dengan angin yang berterbangan dari berbagai arah, cukup kuat, cukup bertenaga untuk menyeret mahkluk lemah ke dalam jurang. Namun tidak berlaku bagiku, sebab aku tidak selemah itu.
"Aku…"
Tapi belum sempat menjawab, Eskar menarik ku ke dalam pelukannya. "Aku bukan dewamu, dan juga tak meminta kau untuk menjadi rakyatku."
Aku tersenyum. Hampir tersedak karenanya. "Apa yang kau katakan brengsek? Mau mendorongku ke jurang? Kau pikir, aku akan menyebut namamu?"
"Jadi tidak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Racun Yang Cantik
FantasyAku pernah berpikir untuk mencari kehidupanku sebagai bangsa Syrela yang baik. Tapi aku tak pernah berpikir, untuk mendapatkan kehidupanku dengan tinggal bersama dengan kematian. Ditanah yang buruk, menjadi iblis yang mengharapkan surga. "Yang tel...