BAB 00 | Prolog

891 41 8
                                    

Menikah.

Satu kata tersebut memiliki makna begitu dalam pada setiap pasangan yang akan menghabiskan sisa hidupnya untuk satu sama lain. Tentu saja bukan hanya menyatukan dua pemikiran berbeda, tetapi juga bagaimana membangun harmoni dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, setiap pernikahan tidak akan berjalan mulus sepenuhnya. Selalu ada lika-liku sepanjang perjalanan. Mulai dari sepele hingga berat

Keduanya harus mencari solusi agar konflik tersebut tuntas tanpa perlu ada kata perpisahan. Meskipun klise, tetapi di sanalah warna kehidupan rumah tangga timbul.

Pernikahan tidak hanya berisi manis atau pahit saja, tetapi keduanya menjadi kombinasi yang menarik untuk keeratan sebuah ikatan. Karena dengan adanya rintangan, sebuah ikatan tanpa disadari akan semakin erat.

Daripada itu, ada hal lain memenuhi isi kepalanya saat ini. Entah dia dulu terbentur sesuatu atau memang sifat sebenarnya dari pria yang menikahinya memang aslinya begini? Entahlah. Dia sendiri bingung. Meskipun kadang timbul pertanyaan seperti;

Sebenarnya orang seperti apa yang dia nikahi?

Apakah itu seorang anak kecil yang hobi merajuk dan manja?

Apakah itu seorang pria dingin hingga seolah tak tersentuh orang lain, bahkan keluarganya sendiri?

Atau ... sosok tak terduga hingga ia bertanya bagaimana bisa menjatuhkan perasaannya pada pria itu?

Pada awalnya ia mengira bahwa pria itu adalah seseorang yang dingin dan kejam. Sorot mata merahnya seakan-akan mengintimidasi orang lain agar menuruti perkataannya (dia tidak menyangkal itu), hingga dia saja tidak berani bertatapan lama. Namun, seiring berjalannya waktu, sifat dan sikap tak terduga darinya mulai muncul perlahan.

Suka mengganggu bila ada kesempatan dan posesif sekali. Ia bahkan tidak biarkan jauh dari jangkauan penglihatannya meski sebentar. Kalau berdekatan, tiada hari tanpa pelukan erat dan mengendus di tengkuk hingga menimbulkan geli.

Mengendus begitu memangnya dia sejenis anjing apa? Astaga.

Grep!

“Lin, jangan ganggu aku.”

“Mn.”

Pria itu menggumam malas, tetapi kegiatannya tidak berhenti. Ia semakin menenggelamkan kepala di ceruk lehernya.

Abai dengan peringatannya. Matanya dirotasi kan malas. “Kamu mendengarku nggak? Terus, ngapain endus-endus belakang kepalaku? Kamu anjing ya?”

“Sadis banget suami sendiri dikatai anjing.” Halilintar mencibir sebal, lalu tanpa peringatan menggigit bahu sang istri pelan hingga terdengar pekikan tertahan.

“Argh! Jangan main gigit-gigit heh! Nanti berbekas!”

“Halah kalaupun ada bekasnya tidak akan kelihatan. Kamu memakai kerudung dan baju panjang juga.”

“Tapi tetap saja!”

“Hm.”

Bibirnya mendecak pelan. Ia memilih diam daripada harus berdebat konyol dengan suaminya itu.

Hening sesaat menyelimuti keduanya. Di bawah sinar rembulan dan berdiri di balkon apartemen, mereka menikmati waktu berdua seperti ini. Apalagi kalau diingat-ingat rasanya sudah cukup lama juga tidak begini. Karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan buah hati mereka.

“Omong-omong kamu sedang apa di sini? Pakai baju tipis begini pula. Nanti masuk angin loh.”

Si wanita tertawa kecil. “Cari angin, lumayan gerah juga. Terus, tiba-tiba keingat masa lalu kita.”

“Masa lalu?”

“Iya, tentang kenapa kita bisa berakhir menikah begini.”

“Aya, untuk apa ingat kejadian itu? Aku bahkan ingin melupakannya dari kepalaku saking memalukan banget waktu itu.” Halilintar semakin merajuk, tetapi bukan berhenti ia malah gencar menggodanya.

Seulas senyum terpatri di bibirnya. “Untuk apa dilupakan? Itu justru kejadian paling memorial, Lin.”

Pria itu tak menjawab, tetapi pelukannya semakin erat. Ia membenamkan kepalanya pada bahu sempit sang istri sambil bergumam tidak jelas.

Lagi-lagi tawa kecil lolos dari bibir Yaya Kalila Yasmine.

Tentang menikah, Yaya benar-benar tidak menyesal karena menerima ajakan menikah tak biasa dari seorang Lintang Halilintar Cakrawala saat itu. Walaupun memang kenangan memalukan menurut Halilintar, tetapi karena kejadian itu pula Yaya mendapatkan kehidupan penuh warna.

Karena sejak itu, tidak ada lagi kehidupan monoton. Kini ada hal lain menjadi perhatian utamanya, bukan hanya belajar, belajar dan belajar hingga terkadang lupa akan dunia nyata.

Halilintar mengubah daftar hidupnya.

“Kamu bahagia?”

“Lebih dari bahagia. Aku senang karena kamu yang menjadi bagian dari takdirku.”

“Tidak menyesal?”

“Memangnya boleh?”

Halilintar menggeleng cepat. “Tidak! Kamu tidak boleh menyesal menikahi ku.”

“Kalimatmu kedengaran seperti aku yang melamar mu.”

“Sama saja.”

Dua orang berbeda kepribadian ini tidak melewati dengan mudah ikatan pernikahan. Selalu ada batu rintangan dalam setiap perjalanannya. Namun, karena ini berbicara tentang Halilintar dan Yaya. Jangan harap akan berjalan mulus. Karena meski keduanya tipikal orang teratur dan serius, nyatanya mereka itu ...

Ya, begitulah.


•••

Hello, hai, annyeong!

Fanfiksi ini sudah berapa kali aku publish dan unpublish tanpa tujuan pasti. Selain karena merasa nggak sreg dan pesimis mengingat kalau kepenulisanku berubah drastis. Baru-baru ini, demi ngembaliin kosakata yang ilang di kepalaku, aku harus baca-baca lagi ueueue.

Oh iya, sebenarnya ini mau dipindah ke akun khusus. Tapi, malas juga sih. Jadinya ya udah deh di sini aja. Paling campur-campur sama fanfik nct punyaku ( walaupun sekarang masih hiatus nuli sih )

Pokoknya gitu aja. See you guys!

Don't Bothering Me, Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang