BAB 08 | Discussion on Our First Night

283 30 6
                                    

Happy reading!



•••




Kalau ditanya apakah Yaya merasa canggung atau tidak, maka jawabannya adalah ya.

Ini adalah hari pernikahannya dengan pria yang sama sekali tidak disangka olehnya. Selain itu, hal palling membuatnya gugup dan menghilang dari muka bumi adalah kelakuan temannya, Ying.

Gadis berdarah Tiongkok itu sejak tadi asyik melemparkan senyum aneh di wajahnya. Seolah-olah mengatakan padanya untuk bersiap menghadapi sesuatu yang lebih nanti malam.

Yaya meringis kecil.

Ia bukannya tidak tahu, melainkan sama sekali tidak mau memikirkanya. Pipinya akan tanpa sadar berubah warna dan perasaan malu merayap dalam hatinya. Sesekali matanya melirik ke arah pria di sebelahnya diam-diam.

Menurutnya, penampilan Halilintar sungguh kuar biasa tampan. Garis rahang tegas dan juga hidung mancung. Rambutnya yang biasa terlihat menutupi keningnya, kini disisir ke belakang. Dengan setelan tuksedo putih, Halilintar paling bersinar di antara orang-orang di sana.

Yaya menarik napas dalam, membuat Halilintar melirik pada nya. Pria itu kemudian bertanya pelan. "Apa kamu sudah merasa pegal dan lelah?"

Yang ditanya tersentak sedikit. "Ah? Saya nggak apa-apa, Kak."

"Sungguh?"

Yaya mengangguk, berharap agar Halilintar berhenti bertanya. Namun, harapannya luntur. Apa lagi ketika kata yang terlontar dari bibir pria itu cukup membuatnya hampir emosi.

"Padahal kalau kamu tidak berbohong, saya bisa izinkan kamu duduk sebelum para tamu semakin berdatangan. Tapi ya sudahlah. Kamu bilang masih kuat, itu bagus." Halilintar tersenyum usai berkata itu. Pandangannya kembali lurus ke depan memerhatikan beberapa orang yang berjalan ke arah mereka.

Sudut matanya berkedut. Ingin marah, tapi tidak punya tenaga. Selain itu harusnya ini hari bahagia bukan meledak untuk emosi.

Tanpa menanggapi perkataan Halilintar, ia menarik napas dalam-dalam dan dihembuskan perlahan. Mengendalikan dirinya kemudian tersenyum tipis.

Kembali ke setelan profesional.

Bersamaan dengan itu, beberapa pria tampak datang menghampiri. Kelihatannya mereka kenalan dari Halilintar. Apalagi interaksi keempatnya benar-benar dekat dan akrab. Terutama pria berkacamata dan bermanik agak kelabu.

"Wuih, bos kita akhirnya melepas masa lajangnya. Congrats, bro, congrats!" Pria itu berseru semangat.

Halilintar melotot kecil, lalu memukulnya bercanda. "Don't mess up my wedding or I'll kick your ass, asshole."

"Oh, buddy. Can't wait for it."

"Sialan."

Pria lainnya yang tampak lebih tenang menggelengkan kepalanya. Ekspresi wajahnya seolah berkata kalau dia sudah lelah berhadapan dengan dua orang itu apabila berdebat. Kening Yaya agak berkerut seakan pernah melihat rupa pria itu entah di mana. Hanya saja, dia seolah tidak asing.

Seakan sadar diperhatikan, pria itu mengulas senyum kecil.

"Hai, selamat untuk pernikahanmu dan Lintang, ya. Semoga kalian berbahagia."

Suaranya begitu lembut hingga Yaya sedikit terpana. Ia mengangguk agak linglung. Lalu, ia tersadar akan sesuatu. "Eh? Lintang?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Bothering Me, Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang