3

18 3 5
                                    

Menakjubkan melihat langit sore ini. Langit cerah bertabur awan mega emas membuat perasaan setiap orang yang melihatnya senang. Aku masih dengan teman dari temanku, Inggit. Dia masih berjalan seiringan dengan langkahku. Ikatan rambutnya masih melambai – lambai kuperhatikan dari arah belakang. Hanya beberapa menit aku berjalan dengannya, aku sudah tahu Inggit adalah penyuka anime.

Uniknya lagi, Inggit suka nonton anime yang kebetulan aku juga suka. Anime tersebut adalah One Piece, salah satu mahakarya mangaka terkenal, Eiichiro Oda yang sudah menghasilkan banyak keuntungan darinya. Nemuin perempuan yang suka anime One Piece itu susah banget. Itu sebabnya ketika aku mendengar Inggit suka dan ngikutin anime itu, aku semakin tertarik untuk berbicara dengannya.

"Kamu kenapa bisa suka One Piece?" tanyaku.

"Aku diracunin adikku. Dia kan wibu sejati," jawabnya tertawa.

"Oh, Inggit punya adik?" aku merespon.

Inggit mengangguk. "Iya punya, ada dua malahan."

"Anak pertama ya?" tanyaku lagi.

Inggit kembali mengangguk. "Yap, betul!"

Mudah sekali bercengkrama dengan Inggit. Rasanya tidak ada hambatan sekali untuk bisa masuk dalam kehidupan Inggit. Semakin lama kami berbicara, semakin tidak sadar kami jika tempat yang dituju sudah ada didepan mata. Sudah banyak orang yang datang di kedai ramen yang bernama Ichinori Ramen itu.

"Wah penuh banget ya. Kamu emang suka ke tempat – tempat gini ya?" Inggit terlihat takjub melihat ramainya kedai yang kusarankan.

"Suka. Kebetulan emang seneng nyoba – nyoba makanan kayak gini. Aku juga lihat tempat ini dari instagram," jelasku.

"Ah jadi pak guru suka kulineran ya," celetuk Inggit.

"Begitulah. Yuk kita cari tempat duduk dulu."

Inggit mendahului langkah, memimpin dalam pencarian tempat duduk di kedai Ichinose. Aku mengikutinya dari belakang dengan tidak melupakan fakta jika dia adalah teman dari temanku yang lain. Aku baru tahu untuk mengenal dan bersama dengan seseorang ternyata tidak perlu waktu yang terlalu lama.

Seperti saat memenangkan lotre, kita mendapatkan kebahagiaan yang entah darimana datangnya. Aku merasakan hal itu saat bisa datang ke tempat lain selain sekolah bersama Inggit. Bersama seseorang yang bahkan belum genap satu hari aku kenal.

"Disini aja ya?" ucap Inggit sembari menaruh tas yang ia gendong di meja bundar yang letaknya cukup jauh dari tempat untuk memesan makanan.

"Disini juga oke. Yaudah disini aja," ucapku sembari meletakkan tas dan beberapa angket yang kupegangi sejak tadi.

"Ini pesennya gimana? Kita yang kesana atau nanti pelayannya kesini?" tanya Inggit.

"Kayaknya kita yang harus kesana deh," jawabku. "Tunggu aku coba ambil menunya dulu."

Inggit mengangguk. Bibirnya rapat dengan ujung yang saling menarik, menyimpulkan sebuah senyum. Sepertinya dia memang mahir mengangguk. Akhirnya ada juga satu hal yang membedakannya dengan Zihan. Meski periang akan tetapi Zihan tidak senang jika orang lain terlalu dominan melebihi dirinya.

***

Setelah antrean yang cukup panjang, aku berhasil sampai di baris depan. Bertatapan langsung dengan pelayan yang siap mencatat pesananku. Aku pun memesan ramen yang ingin kusantap. Aku memilih topping dan kuah yang ingin kugunakan. Chizu Rameni tentu jadi pilihan favoritku, kuah ramen yang berasal dari perpaduan miso dan tiga jenis keju membuatnya jadi creamy.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, Ben.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang