Bab 5 - Dia yang tidak bisa ditentang

1 0 0
                                    

"jadi gimana sama kuliah kamu?"

"baik, semester ini bisa ambil magang terus skripsi" jawab Raga dengan singkat. Malam ini seperti yang sudah Raga perkirakan bahwa papanya akan menanyakan tentang kuliah Raga. Tidak memandang situasi apapun ketika ada yang mengganjal di lubuk hati papanya, maka dia akan menanyakannya langsung pada orang tersebut.

Sebenarnya suasana meja makan malam ini sangat ramai dan penuh dengan kekeluargaan, om dan tantenya bahkan sepupu serta nenek - kakeknya hadir di rumahnya, seperti yang dibilang mamanya siang tadi. Raga sendiri karena lelah mengantarkan mamanya belanja dia baru bisa makan malam setelah istirahat beberapa jam, Raga yakin yang lainnya sudah selesai makan malam dan saat ini sedang bersenda gurau di halaman belakang. Raga belum menyapa keluarga besarnya, setelah bangun dari tidur Raga memilih langsung menuju ruang makan untuk mengisi perutnya. Namun sepertinya orang yang sangat ingin Raga hindari keberadaanya duduk dihadapannya dan menanyakan perihal studi Raga. Topik pembicaraan yang bagi Raga sangat memuakkan.

"nilai kamu gimana semester kemarin?" lanjut papa Raga belum selesai mengintrogasi Raga perihal kuliahnya. Sejujurnya Raga enggan menjawab soal ini, karena bisa dibilang selama kuliah semester kemarin dirinya lebih banyak alpa daripada masuk, Raga pun tidak yakin dengan nilainya, nilai yang diharapkan oleh papanya itu cukup sulit untuk Raga raih.

"gatau, belum keluar nilainya" jawab Raga sambil menyuapkan 1 full sendok berisi nasi dan lauk - pauknya. Makanan yang sebenarnya Raga sukai tapi entahlah tiba - tiba jadi biasa saja rasa makanan ini, apa mungkin karena orang yang dihadapan Raga atau pembicaraannya yang memuakkan.

"papa enggak mau tahu, kamu harus lulus dengan nilai IPK di atas 3 koma. Kamu udah ngaret berapa semester coba, anak temennya papa aja yang kuliah satu jurusan sama kamu udah pada kerja, bahkan yang masuk kuliahnya setelah kamu aja lagi nyusun skripsi masa kamu magang aja belum...."

dan begitulah hingga makanan dipiring Raga habis tanpa bisa Raga nikmati sedikitpun.

Jam menunjukkan pukul 10 malam, Raga berada dikamarnya. Keluarga besarnya baru saja pulang, tentu saja mereka sangat senang bertemu Raga banyak cerita yang Raga bagikan dengan mereka dan tentu saja dari ceritanya tersebut ada papanya yang selalu memberikan komentar negatif. Seperti ketika dirinya berhasil naik ke gunung yang tertinggi di salah satu pulau seberang papanya dengan segera berkomentar bahwa hal tersebut hanya membuang - membuang waktu dan tenaga, papanya menyarankan dibanding naik gunung saat di hari libur lebih baik digunakan istirahat agar tubuh menjadi lebih fresh dihari senin atau digunakan untuk mengerjakan tugas - tugas yang akan dikumpulkan di minggu berikutnya, yang papanya tidak tahu adalah Raga naik gunung saat jam kuliah. Raga membolos hampir 1 minggu untuk kegiatannya ini. Raga sudah lelah dengan kuliahnya tapi jauh di dalam lubuk hati Raga, Raga takut jika nilai semester ini jelek itu berarti Raga tidak bisa mengambil magang dan entah kebohongan - kebohongan apalagi yang akan Raga buat untuk menutupinya dari papa.

Malam semakin larut dan Raga masih belum mengantuk sama sekali, mulutnya sangat pahit karena beberapa jam tidak menyentuh rokok. Rumahnya bukan lingkungan yang tepat untuk merokok, pernah Raga merokok di dalam kamar tapi ketahuan oleh papanya tanpa sengaja, dan bisa dipastikan papanya marah besar selain Raga dimarahi habis - habisnya efek dari insiden merokok dalam kamar tersebut uang bulanan Raga dari papanya jadi lama dikirimnya, selain lama jumlahnya pun berkurang. Pernah keterlambatannya itu hampir 1 bulan, saat itu Raga ingin bekerja menjadi gigolo saja. Pekerjaan yang memiliki modal kecil namun pemasukan banyak tetapi tidak jadi terlaksana karena mamanya mengirimninya uang dalam jumlah yang cukup besar, dua kali lipat dari bulanan yang diberikan oleh papanya. Beberapa hari kemudian langsung habis dikarenakan Raga menggunakan uangnya untuk membeli alkohol dan rokok, serta tentu saja untuk mentraktir gebetannya makan.

Raga mengecek ponselnya, ada pesan dari om, tante beserta kakek neneknya. Isi pesannya sama mereka mengirimi uang untuk Raga karena melihat Raga agak kurusan dari terakhir yang mereka lihat. Raga sebenarnya tidak terlalu terkejut dengan perilaku keluarganya - kecuali papanya - yang memberikan uang atau barang lebih baik dari anaknya sendiri bahkan Alma - adik Raga - yang kalau Raga lihat sebenarnya kebutuhan perempuan lebih banyak daripada laki - laki.

tok

tok

tok

terdengar pintu kamar Raga dibuka dan sebuah kepala masuk ke dalam, melihat situasi kamar yang remang - remang karena Raga tidak benar - benar menyalakan lampunya dengan benar. Hanya lampu di samping tempat tidur saja yang menyala. Sosok mahluk tersebut masuk ke kamar Raga, ketika melihat pemilik kamar masih belum tidur, masih terlihat duduk di bawah ranjangnya tampak berfikir. Entah memikirkan apa. Sosok mahluk itu tersenyum dan duduk di samping Raga.

"AA apa kabar?" tanyanya basa - basi

"ah elah.. sok basa basi sama AA sendiri" jawab Raga

"hehehe... aneh ya A"

"iya aneh, ada apaan jam segini belum tidur"

"besok anterin dong A, Alma deh yang izin mama sama papa"

"kemana?"

"Jakarta, ada yang mau Alma beli A. Disini enggak ada, dan harus ke Jakarta" jelas Alma panjang lebar.

"ribet deh, kenapa enggak beli online aja sih. Pasti banyak tuh yang jual online, males AA nyetir ke Jakarta"

"ya emang bisa sih A beli online, tapi Alma takut di tipu A kalo beli online. Lagian bukannya bagus ya AA nganterin Alma ke Jakarta, kan AA bisa nyebat" rayu Alma dengan jurus saktinya, Alma tahu Raga sudah dalam tahap kecanduan akan barang tersebut, tapi karena peraturan dirumah yang melarang Raga untuk merokok maka Raga pun tidak merokok bahkan ketika dijalan papanya melihat Raga merokok pun tetap akan dimarahi. Sudah dikatakan jikalau papanya adalah penganut menjaga kesehatan dengan baik nomor satu.

tawaran Alma cukup menarik bagi Raga, daripada dirinya tidak ngapa - ngapain besok. Kalau di kosan dirinya bisa merokok sepuasnya tanpa harus memikirkan bau asap yang ditimbulkan tapi kalau disini, Raga memikirkan cara menghilangkan bau asap rokok yang entah bagaimanapun tetap akan tercium oleh hidung sensitif papanya.

"mau beli apaan sih sampai ke Jakarta segala" tanya Raga ingin tahu

"Alma enggak akan ngasih tahu sebelum AA janji sama Alma buat nganterin Alma" tunjuk Alma di depan wajah Raga dengan binar mata yang berapi - api menandakan bahwa Alma butuh kepastian.

perempuan tetaplah perempuan yang butuh kepastian. batin Raga

"iya besok AA anterin, mau beli apaan emang?" tanya Raga sekali lagi

"merchandise NCT Dream" jawab Alma dengan riang

Raga hanya bisa menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya, sudahlah dirumah ini Raga tidak bisa menentang salah satu orangpun, baik mama, papa bahkan adiknya memiliki seribu satu cara untuk memonopoli dirinya.

Mine is JasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang