O2 - Balas dendam?

64 17 2
                                    

"Saya Rafael. CEO di perusahaan ini. Dan mulai hari ini kamu resmi menjadi asisten pribadi saya"

Erika menggelengkan kepalanya dalam tempo lambat. Kemudian dengan tergesa dia merapikan berkas lamarannya yang berceceran di atas meja, "Saya gak jadi kerja di sini" ujar Erika dengan tegas.

Grep!

Tangan Erika dicekal oleh Rafael ketika Erika berniat pergi dari ruang interview ini. Erika menatap tangan Rafael yang mencekal tangannya cukup erat, lantas dia mendongakkan kepalanya ke atas menatap Rafael dengan gugup. Rafael yang tengah menatap tajam kedua mata Erika seolah Erika adalah manusia yang paling Rafael benci.

"Kamu sudah tandatangani kontrak kalau kamu lupa. Kalau mau berhenti, artinya kamu setuju untuk bayar pinalti yang tertera di kontrak" ujarnya pelan namun penuh dengan penekanan. Selepas Rafael mengatakan hal tersebut, Rafael bisa melihat kedua mata Erika yang menatap Rafael dengan penuh kebingungan. Tanpa basa-basi lagi Rafael pun langsung menaruh surat kontrak dalam genggamannya tadi ke atas meja ---masih dengan tangan satunya yang mencekal tangan Erika. Dia tampak mengetukkan jarinya di atas barisan kata berisi penjelasan terkait pinalti yang akan Erika dapatkan jika Erika mengundurkan diri secara sepihak.

Erika menggulirkan bola matanya ke bawah, menatap deretan kata yang Rafael tunjuk diikuti oleh nominal pinalti.

Seratus juta.

Wow! Takdir macam apa ini yang membuatnya harus mendapatkan hutang sebesar itu juga jika Erika berani melanggar kontrak kerjanya dengan perusahaan ini yang sialnya milik Rafael.

Salahkan saja Erika yang terlalu perduli pada nominal gajinya, hingga mengabaikan pinalti yang nominalnya bahkan melebihi gaji yang akan Erika terima tiap bulannya.

"Masih mau berhenti, Erika?" Tanya Rafael ketika menyadari bahwa ada ketakutan yang besar yang terpancar dari manik mata Erika.

Erika kembali menatap kedua mata Rafael, kali ini dengan tatapan sinisnya. Lalu dengan berat hati dia pun menggelengkan kepalanya dalam tempo lambat. Mau bagaimana lagi Erika jelas tidak bisa membayar pinalti jika Erika berani memutuskan kontrak hanya lantaran tahu bahwa pemilik perusahaan ini adalah Rafael.

Rafael menyunggingkan senyuman miringnya. Dia tampak melepaskan cekalannya di tangan Erika kemudian langsung melemparkan kunci mobilnya ke atas meja dengan sedikit kasar sampai menimbulkan suara yang cukup nyaring, "Antar saya ke restoran, saya mau makan siang"

Erika menatap kunci mobil itu dengan tatapan tajamnya. Kedua tangannya tampak terkepal erat dan rasanya enggan untuk sekedar mengambil kunci mobil tersebut. Ayolah, dengan titah Rafael tadi sudah cukup menegaskan bahwa Rafael tidak benar-benar menempatkannya pada posisi asisten pribadinya, dia justru membuatnya ada diposisi sebagai kacung nya yang bisa seenak jidat dia suruh-suruh.

"Saya yakin lah seorang mantan karyawan di agensi model seperti anda pasti bisa nyetir mobil"

Erika menggulirkan bola matanya ke atas dalam tempo cepat kala kata bermaksud sindiran itu bisa setajam itu melukai gendang telinganya. Tanpa basa-basi lagi, Erika langsung menyambar kunci mobil itu sebelum pria dihadapannya meledakkan gendang telinganya dengan perkataannya. "Baik, Pak" ujarnya penuh dengan penekanan.

Rafael melemparkan senyuman puasnya lalu dia berjalan lebih dulu disusul oleh Erika yang berjalan satu meter di belakang Rafael sembari menatapnya penuh benci.

'Sialan! Dia kayanya mau balas dendam sama gue' batin Erika.

Karena tidak ada alasan lain yang mungkin ada sampai-sampai membuat seorang Rafael mau mempekerjakan sosok yang sering mem-bully-nya di masa lalu.

The Difference (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang