05

425 93 17
                                    

Tatapan mata itu setajam harimau yang tengah mengincar mangsa. Fokus kedua mata cantiknya tertuju ke depan, dimana satu objek tengah menjadi sasaran.

Tangan lentiknya lalu bergerak menarik pelatuk pistol mewah bertuliskan 'B' dibagian ujung.

Lalu suara tembakan terdengar memenuhi seisi ruangan. Brenda tersenyum tipis, membuka kacamata serta earmuff di telinganya.

Gadis itu melangkah menghampiri papan sasaran, lalu tersenyum bangga melihat hasil latihan menembaknya hari ini.

"Bagus, kau berkembang sangat cepat!" Jeremy Chen bertepuk tangan, ikut menghampiri dan mengecek hasil latihan menembak Brenda.

"Tentu saja, selama ini aku selalu berlatih dengan serius." Brenda memasukkan pistol miliknya ke balik punggung, lalu meninggalkan Jeremy Chen yang masih mengagumi tembakan Brenda yang tepat sasaran dan tidak meleset sama sekali.

Gadis itu menghabiskan 15 peluru hari ini dan beres sesuai target.

"Hasilnya keren sekali, Nona." Draco bergabung melepas earmuff di telinganya.

"Aku rasa suasana hatinya sedang bagus." Komentar Jeremy Chen.

Draco kemudian berpikir, dan menyetujui ucapan Jeremy Chen. "Dia kemarin memanjakan dirinya di salon, mungkin karena itu."

Yeah, Draco tak tahu saja kemarin Brenda bertemu dengan musuh bebuyutan keluarga Clark.

Brenda juga sebenarnya senang karena ia berhasil lolos dari pengawasan Draco, dan dapat bertemu dengan si anak Robertson walau harus bersusah payah meloncati pagar.

oOo

"Hi, Miko~" Brenda menggendong Miko yang tengah menunggunya di dekat pintu kamar.

Ia lalu membawa kesayangannya itu ke dalam ruangan kucing yang berada di sebelah kamarnya. Tatapan Brenda berubah sedih, teringat lagi kalau peliharaannya hanya tinggal satu saja, yaitu si kitten Miko.

Ngomong-ngomong Brenda memang tak pernah membawa kucingnya masuk ke dalam kamar, karena mencegah bulu-bulu kucing itu bertebaran di kasur.

"Makan yang banyak, kau harus tetap sehat." Ujarnya, mengajak Miko berbicara. Ia lalu meninggalkan kucingnya untuk pergi mandi.

Setelah membersihkan diri, Brenda mengecek ponselnya. Siapa tahu ada pesan dari seseorang selain dari temannya.

Teman ya?

Brenda hanya punya satu teman. Ia tak banyak bergaul dengan banyak orang. Ia hanya takut nyawa orang yang tak tahu apa-apa terancam, dan berakhir tragis seperti teman kecilnya dulu.

Ini aku.

Satu pesan masuk tiga puluh menit yang lalu.

"Rick?" gumamnya. "Tapi bagaimana kalau orang lain? Balas jangan ya?"

Brenda sempat ragu, tapi pada akhirnya dia membalas agar orang itu mengerti keraguannya.

Buktikan kalau itu kau. Si pria yang memberiku sapu tangan. Balasnya.

Tapi beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi sampai membuatnya terkejut dan hampir menjatuhkan barang pipih itu.

"Sialan, aku terkejut!" umpatnya pelan sebelum mengangkat panggilan telfon. "Hallo?"

"Kenapa kau perlu bukti? Apa kau memberikan nomor ponselmu pada orang lain juga selain aku?" kata orang di sebrang sana yang ternyata benar itu adalah Rick.

"Hei. Seharusnya kau menyapaku lebih dulu, bukannya marah-marah, Tuan Rick!" Brenda berdecak, "wajar aku tak percaya dan perlu bukti, bisa saja kau memberikan nomorku pada anak buahmu lalu Ayahmu menculikku untuk mengancam Ayahku."

LEGACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang