PART 9

2K 277 47
                                    


Keseharian Helra di pagi hari sebagai pengangguran adalah nongkrong di depan TV ruang keluarganya yang di lantai atas, yang tidak memakai kursi; hanya ada beberapa bean bag dan dialas dengan karpet berbulu.

Helra tiduran di bean bag dengan Mauren lagi main barbie di sampingnya.

"Masy, mau syusyu."

Tiba-tiba adiknya yang sejak tadi anteng itu, melirik Helra.

"Emang, Mawmaw, belom mimi susu bangun tidur tadi?"

"Ndak, maw mau tekalang."

Helra langsung bangun tanpa protes. Hanya Mauren yang bisa membuatnya begitu: bangun cepat dari posisi wenaknya tanpa menggerutu.

"Bentar, ya, Mas bikinin di bawah. Mauren tunggu sini tapi, jangan ikutin Mas ke bawah, ya?"

Mauren menggeleng. "Itut, Masy," katanya.

Helra tersenyum. Ah, gemas sekali ingin menggigit pipinya.

"Yaudah, ayok, gendong."

Mauren berdiri, merentangkan tangan. Helra mengangkatnya, sedikit diiringi suara erangan yang refleks keluar saat mengangkat Mauren yang cukup berat.

"Masy, Ibu mana?"

"Ada, lagi ke warung kali."

Helra menuruni tangga rumahnya yang tidak terlalu panjang, hanya saja cukup berkelit, bahaya sebenarnya kalau untuk rumah yang di dalamnya ada anak seusia Mauren.

Helra menurunkan Mauren, lalu mengambil dot besar yang biasa Mauren pakai. Kemudian menyiapkan susunya. Tenang saja, dia sudah biasa membuatkan susu untuk adiknya, jadi tidak akan salah takaran.

"Sambil duduk di depan TV, yuk, mimi susunya."

Mauren mengikuti langkah Helra menuju ruang keluarga yang ada di sana.

Batita itu duduk dengan patuh di atas sofa, lalu Helra memberikan botol dotnya yang sudah dia kocok-kocok terlebih dulu selama melangkahkan kaki.

"Masy, mau pup."

"Hah?" Helra melirik dengan keningnya yang mengernyit.

"Mau pup," ulang Mauren. Menurunkan botol dot-nya yang baru dia sedot beberapa detik.

"Beneran mau pup?"

Mauren mengangguk.

"Yaudah, bentar, ya. Mawmaw bisa tahan, kan? Mas panggil Ibu dulu di luar. Bentar, ya, tungguin, jangan dulu pup di situ."

Helra segera beranjak, berlari menuju pintu keluar. Ada suara tawa ibu-ibu yang terdengar samar di luar pagar besi tinggi yang celah-celahnya ditutup dengan kayu-kayu itu; jadi tidak terlihat.

"Kalo anaknya Bu Nunung itu katanya bentar lagi jadi komandannya, udah beda seragam sama bawahan. Tapi masih di bawah anak saya."

"Emang paling hebat anak Bu Rita mah."

"Ah, jangan gitu. Anak kamu di BUMN itu udah punya jabatan tinggi juga."

"Eh, Bu Pungki, baru keluar, mentang-mentang udah punya cucu, jarang banget keluar."

"Iya, maklum ibunya belom ngerti ngurus bayi, jadi saya harus ada terus. Ini ke mana si abangnya?"

"Lagi tuker uang dulu. Habisnya gede-gede bawa duitnya, jadi gak ada receh buat kembalian."

"Bu Tera tumben belanja di sini? Udah lama gak keliatan."

"Iya, mau ke pasar kesiangan."

"Bu Tera mah milih becek-becekan di pasar, padahal ada si abang-abang tinggal keluar rumah, lengkap juga ini gak kalah sama pasar."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HeYya (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang