Sebelum gotong royong di skul Vili sengaja mau update pagi, soalnya takut ketiduran. Vili nggak mau megang tahta queen of ketiduran 😭 meresahkan tau. Tapi ya mau gimana lagi emang iya kalau malem-malem Vili suka ketiduran. Tau nggak bahkan Vili di cap sebagai virus yang menularkan penyakit ketiduran itu, meninggoy dong salah mulu Vili🥺
Dah lah, ini dia part selanjutnya . Teng ! Teng ! Teng !
.
.
Btw kalian hari ini ngapain?
.
.(⊙_◎) DONI : BACA YA CINTAKU (⊙_◎)
.
.
.Beginikah rasanya hidup di zaman purba? Tidak mengenal teknologi. Bukannya saat ini Rea sedang kembali ke masa pra aksara, tapi ia tengah ber- cosplay menjadi mereka. Di kelilingi teknologi yang sudah canggih, tapi dirinya hanya dapat termangu bagai orang dungu karena tidak mengerti cara mengoperasikannya.
Ia menatap ponsel di tangannya yang menampilkan file yang harus segera di print untuk memenuhi tugas bahasa Indonesia. Komputer di depan sana sudah memanggil untuk segera disentuhnya. Namun, lain dengan akalnya yang terus menolak membiarkannya seperti orang gila yang berdiri di ambang pintu.
"Mana petugas kagak ada lagi." Ia mendesah kecewa sekaligus putus asa. Biasanya jika menyangkut hal berbau teknologi pasti Jufri atau Sheila yang akan mengambil alih, tapi kali ini ia yang harus melakukannya sebab Jufri beralasan sakit. Jadi, Sheila sebagai pacar yang baik menemaninya untuk beristirahat.
"Gimana caranya ni file bisa sampe nempel di kertas?" Tidak kehabisan akal sekarang sudah ada yang namanya si pinter berbentuk perangkat lunak. Apalagi kalau bukan google.
Rea mengangguk-angguk mengerti saat melihat tutorial di YouTube, sebab google saja tidak cukup untuk orang awam macam dirinya. "Gampang dilihat sulit diperbuat keknya," gumamnya setelah Video selesai berputar.
Satu langkah saja sudah berat bagaimana dengan langkah selanjutnya? Apa ia akan kuat?
"Tu komputer nggak akan meledak kok Re, kalau cuman sekali aja lo pake."
Ini semua gara-gara Marvin yang selalu menakut-nakutinya. Abangnya akan selalu berkata, 'Kalau Rere main komputer. Nanti komputernya bakal meledak. Ingat nggak sama tv waktu itu?' - setiap kali ia merengek ingin membeli komputer atau laptop.
"Uuu ..." Rea menjatuhkan pelan tubuhnya ke salah satu kursi di depan komputer. "Luar biasa. Tapi gue harus kuat nahan ini semua."
Modal tekad dan juga berusaha untuk kuat. Rasa-rasanya kepalanya ingin meledak saja saat ini. Telinganya sudah tidak normal karena terus mendengar suara ketikan keyboard. Padahal ia tidak mengetik dan tidak ada siapa pun di sini selain dirinya.
Rea mulai meringis. Tepat sekali hal itu diketahui oleh Ludra yang baru saja masuk ke dalam lab komputer. Netranya tidak bisa lepas dari Rea yang sedang membenturkan kepalanya pada meja berulang kali dengan cukup keras. Tidak tahan dengan tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan Rea. Ludra berjalan mendekati gadis yang merupakan saingannya itu.
Rea mengangkat kepalanya saat merasakan ada yang menepuk pundaknya pelan. Ia lalu menoleh ke samping dan menemukan Ludra dengan wajah datarnya. "Kenapa musti dia?" Rea rasa percuma jika yang hadir adalah jelmaan kutub Utara. Ia yakin orang itu bukan ingin membantunya tapi mau menertawakannya. Dengan kondisi mereka saat ini Rea dapat memprediksi hal seperti itu.
"Stop!" ujaran tegas itu menghentikan kepala Rea yang akan membentur meja kembali. "Stop nyakitin diri sendiri!"
"Lo nggak mau bantu gue mendingan pergi! Nggak guna."
"Mau apa lo?"
"Mau banyak hal, gue."
Ludra menghela napas sabar dengan jawaban ketus Rea. "Mau ngapain lo di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIA
Teen FictionDalam hidup menolong sesama adalah perkara yang baik dan patut untuk disyukuri. Tapi, lain dengan seorang gadis yang akrab di sapa Rea. Ia menyesal telah menolong seorang gelandangan yang ternyata adalah seorang tuan muda. Hidupnya yang memang suda...