08. Rencana Weekend

329 25 0
                                    

Haechan tidak bohong, jika semenjak ia sampai di rumahnya setelah diajak berkeliling bersama Jaemin kemarin, pikirannya terus tertuju pada ucapan Jeno. Masih bimbang rasanya, Haechan, apakah keputusannya sudah benar atau malah membuat suasana semakin buruk. Ingin sekali dia egois, tapi di lain sisi juga ia tak ingin persahabatannya rusak begitu saja hanya karena sebuah rasa, yang namanya cinta. Tapi, Haechan benar-benar tidak tau jika sahabatnya itu mencintai lelaki yang sama, lebih tepatnya calon tunangannya.

Haechan ingin melepaskan, ia bisa saja mengabaikan perasaan cintanya pada Jaemin, namun bagaimana dengan orang tuanya? Kedua orang tua mereka pasti akan bertanya-tanya, apa sebab Haechan tiba-tiba memutuskan untuk menolak perjodohan ini. Haechan tak ingin memberatkan kedua orangtuanya atas pilihannya. Dan juga, Jaemin pasti akan menentang keras keputusannya yang menolak perjodohan, mengingat lelaki itu ingin sekali menikah dengannya.

Dan, akhir yang ia pilih adalah, Haechan ingin egois untuk terus berada di samping Jaemin hingga akhir hayatnya nanti. Tak peduli dengan Renjun yang akan menjauhinya nanti, Haechan masih memiliki Jaemin, bukan?

Renjun, maaf, batin Haechan berucap lirih. Matanya memandang sendu atap kamarnya. Haechan tidur terlentang di atas ranjangnya, dengan balutan piyama satin berwarna navy. Setelah makan malam, Haechan memutuskan untuk langsung beristirahat saja, yang membuat saudara kembarnya itu bertanya-tanya. Pasalnya, Haechan setelah makan malam itu akan selalu mengganggu kegiatan Ryujin, dan tidak akan membiarkan gadis itu tenang.

Kini, Ryujin yang malah datang ke kamar Haechan. Melemparkan tubuhnya pada ranjang besar Haechan, membuat tubuh Haechan itu memantul.

"Anjir," umpat Haechan, menggeser sedikit tubuhnya untuk memberikan ruang bagi Ryujin ikut tidur di sampingnya.

"Kenapa, sih? Gue liat kemarin habis pulang sekolah lo lesu banget, banyak pikiran?" tanya Ryujin. Tangannya ia lipat, kemudian ia gunakan untuk bantal, matanya ikut menatap langit-langit kamar Haechan.

Benar, Haechan terus saja murung semenjak kemarin, wajahnya juga terlihat bingung. Haechan yang dasarnya kelebihan semangat itu, kini seakan-akan tak memiliki semangat. Pikirannya berisik, membuatnya selalu tidak fokus dan berakhir seperti ini.

"Kepo bener, dah," ketus Haechan, masih tak ingin menjawab pertanyaan Ryujin yang sejak kemarin masih saja pertanyaan yang sama.

"Anjing, tinggal jawab aja, apa susahnya, sih?" umpat Ryujin kemudian menendang kaki Haechan di bawah sana.

Haechan menghela napasnya, ia memejamkan matanya. Melihat respon Haechan, Ryujin menjadi menerka-nerka, ada apa sebenarnya dengan saudaranya ini. Jarang sekali lelaki itu terdiam sampai satu hari penuh, bahkan tidak mengajak dirinya atau bahkan sang Bunda bercanda.

Akhirnya, Ryujin terduduk, kepalanya menatap ke bawah, pada wajah Haechan yang masih terlihat tenang. Mata lelaki itu masih setia terpejam, tidak terganggu sama sekali dengan pergerakan yang Ryujin buat.

"Lo ada masalah sama laki lo? Baru tadi perasaan lo pulang bareng sama dia," ujar Ryujin, mencoba menerka kegalauan Haechan. "Kenapa, sih? Cerita, dong, sama gue," tanya Ryujin.

Barulah, Haechan mau membuka matanya. Ia langsung melirik pada Ryujin di sebelahnya. Haechan ikut bangkit, ia duduk menghadap Ryujin, sepertinya, Haechan mencari posisi yang tepat untuk mencurahkan isi hatinya kepada sang saudara. Tidak salah, kan, ia berkeluh-kesah sedikit saja kepada saudaranya? Tentu tidak, kan.

"Kenapa?" lagi, Ryujin bertanya saat Haechan tak kunjung berucap.

Menghela napas, Haechan kemudian mulai berucap, "Gue nggak ada masalah apa-apa sama laki gue, sebenarnya gue lebih ke bingung sama pilihan yang mau gue ambil," katanya.

MEANT 2 BE [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang