15. Tinta Permanen di Kanvas Terakhir

550 32 3
                                    

Haechan duduk termenung di atas ranjangnya, bersandar pada kepala ranjang. Haechan melamun, menatap lurus pada televisi di kamarnya yang tak menyala. Semenjak kepergian Jaemin, Haechan menjadi banyak diam, pemuda itu sudah tidak seceria dahulu. Jaemin, kepergiannya berpengaruh besar terhadap kondisi mental maupun tubuh Haechan. Pikirannya terus ramai, Haechan selalu menangis dalam diamnya, berharap Jaemin akan menemuinya, mengecup kepalanya seperti yang biasa lelaki itu lakukan. Tapi, kenangan hanya akan menjadi kenangan, sudah tidak bisa lagi menjadi nyata.

Dan lagi, Haechan menangis mengingat semua kenangan yang sudah ia lakukan bersama Jaemin. Lelaki itu terlalu banyak meninggalkan kenangan pada dirinya. Haechan merindukannya, merindukan wajah tampan Jaemin, dan merindukan pelukan hangat pemuda tampan itu, yang sialnya kini Haechan sudah tidak dapat memeluknya dengan erat.

Sudah terhitung tiga bulan lamanya kepergian Jaemin, namun Haechan masih belum bisa menghilangkan lelaki itu dalam ingatannya. Keberadaannya terlalu membekas diingatan maupun dalam hati Haechan, sungguh sangat sulit untuk menghilangkannya. Dua bulan bukan waktu yang singkat, sejuta kenangannya juga tidak bisa menghilang begitu saja dari ingatan.

Haechan memang masih bisa tersenyum, tapi tidak selebar dan secerah dahulu. Senyuman itu hanya senyuman simpul yang tidak ada artinya sama sekali. Haechan kehilangan kebahagiaannya, lantas mengapa Haechan harus bahagia dan secerah dahulu?

"Haechan." Panggilan lirih itu menyapa indra pendengarannya.

Haechan yang masih fokus menangis pun tidak menggubrisnya, menyembunyikan wajahnya pada tekukkan lututnya. Kamar yang selalu diisi cahaya pun, kini redup, Haechan tak mengizinkan siapapun untuk membuka gorden kamarnya. Karena kepergian Jaemin, ujiannya menjadi terganggu, selalu tidak fokus hingga ia mengerjakannya asal-asalan. Namun, Haechan masih bisa lulus, walau tidak dengan nilai yang memuaskan. Dunianya terguncang, bagaimana Haechan bisa fokus.

Chenle-terduga yang memanggilnya barusan mendekatinya, duduk menyamping di hadapannya, tepat di tepi ranjang. Tangannya menepuk bahu Haechan, turun mengusap punggungnya. Dapat ia lihat bahu Haechan bergetar hebat, pemuda itu menangis dalam diamnya, dan Chenle sedikit khawatir dengannya.

Semalam, Haechan sudah berjanji untuk mengajaknya ke rumah Jaemin, dengan di temani Chenle, yang ternyata kekasih dari Jisung-adik tersayang Jaemin. Maka, Chenle kemari untuk menjemput Haechan, menemani lelaki itu untuk pergi ke rumah lelaki yang sialnya masih dicintai dengan sangat oleh Haechan.

"Menangis lah, Haechan, jangan mencoba menahannya, kau hanya akan merasakan sakit," ujar Chenle, menarik Haechan ke dalam pelukannya. Hingga detik berikutnya, ia mendengar isakan Haechan yang begitu memilukan. Ia mendengar dari Ryujin, bahwa Haechan sekarang lebih sering mengurung dirinya di kamar, sudah tidak lagi mengganggu perempuan itu lagi. Mereka seakan kehilangan dua orang dalam satu waktu sekaligus.

"Tidak apa-apa, aku akan menemanimu di sini, menangis lah sepuasnya," ujar Chenle.

"Aku merindukannya, sangat merindukannya." Haechan bergumam. Suaranya bergetar hebat, diiringi dengan isakan tangisnya. Chenle akui, Haechan berubah 180 derajat, ia yang dulu selalu ceria, cerewet, kini Haechan banyak diam, hidupnya hanya diisi dengan tangisannya.

"Aku tau, tapi kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa, Haechan, dia sudah pergi," balas Chenle, yang mana semakin membuat Haechan mengerang sakit. Hatinya rasanya sudah tidak berbentuk lagi, Haechan terlalu sering merasakan sakit pada hatinya, hingga tak yakin hatinya bisa sembuh kembali. Terlalu sakit, sampai rasanya Haechan sudah tidak kuat menahan untuk hidup.

"Kita ke rumah Jaemin, ya? Siapa tau kamu bisa mengurangi rasa rindu mu, walau sedikit saja," ajak Chenle. Ia melepaskan pelukannya, memegang pundak Haechan yang sudah tidak kokoh seperti dahulu. Wajah lelaki itu benar-benar sembab, kantung matanya sudah menghitam, Haechan benar-benar tidak baik-baik saja.

MEANT 2 BE [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang