Ravenna: 9

1.8K 233 5
                                    

Mungkin kalian bosen memaklumi tingkah aku yang lammaaa poll tiap update cerita. Kalian berhak kesel sama aku. Tapi, aku bisa janjiin walau update-ku lambat, aku bakal rampungin cerita yang udah aku lempar ke publik.

Sebagian dari kalian emang nggak suka baca bab nyicil. Jadi, aku infoin lagi, akan ada PDF-nya metode share link, ya. Nanti bukan file yang aku share, melainkan link untuk baca full. Nggak perlu download aplikasi apa-apa, kok.

Dan bagi yang langganan Google Play, pasti ada di sana. Plis plis pliss banget, download di Google Play yang resmi, ya.

Untuk yang udah nyaman di Karyakarsa, tunggu juga ya versi lengkapnya. PASTI ada, kok. Karena aku paham, ada yang suka baca/dukung per bab, jadi waktunya bisa disesuaikan sama waktu senggang kalian. Tapi kalian malah suka yang full biar cepet. Oke, aku bikin semuanya.

Aduh, panjang banget author's note-nya. Biar jelas soalnya. Wkwkwkwk.

Happy reading, sayang-sayangkuuuuh ❤

Lantaran masih merasa lelah, aku memutuskan untuk tidur lebih lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lantaran masih merasa lelah, aku memutuskan untuk tidur lebih lama. Mataku perlahan terbuka dan menyesuaikan cahaya sekitar. Jendela begitu lebar dengan pemandangan taman begitu indah dipandang. Sesaat aku menyadari jika ini bukan kamarku. Aku sendirian dan Enrico tak ada di kamar ini.

Perlahan aku bangkit untuk menggapai ponsel di nakas. Jam sembilan pagi?! Pantas saja sudah begitu terang. Aku meninggalkan tempat tidur dan masuk kamar mandi setelah sebelumnya mengetuk pintu. Tak ada Enrico, aku harus cepat-cepat membersihkan diri sebelum pria itu masuk.

Namun hingga aku selesai mandi bahkan berdandan rapi, tak ada satu pun manusia yang mengetuk pintu kamarku. Sungguh nuansa yang berbeda. Rumahku dekat jalan raya dan di perkampungan, selalu terdengar suara aktivitas orang-orang sekitar. Sedangkan rumah ini begitu luasnya hingga aku merasa sepi.

Setelah menuruni tangga, aku berjalan ke arah meja makan. Aku mulai mendengar suara aktivitas di dapur. Ada Bram yang sedang memasak nampaknya. Selain menjadi sopir, tak kusangka pria itu bisa memasak juga.

Mungkin mendengar langkahku, Bram menoleh. Dia tersenyum lebar. "Selamat pagi, Bu Ravenna. Sebentar, ya, saya siapin sarapannya."

Aku duduk menghadap meja bar dapur. "Bisa masak juga, Mas Bram?"

"Masakan yang simple aja, Bu. Masak rawon gitu, ya, saya nggak bisa."

Aku terkekeh.

"Eh, bisa, ding. Tapi, rasa nggak menjamin. Paling mangkoknya dilempar sama Pak Enrico."

Aku tertawa lebih keras.

"Nah, beres," ucapnya, kemudian berjalan ke arahku.

Dia menghidangkan sepiring nasi goreng. Aromanya sangat menggugah selera. Semoga rasanya juga tak mengecewakan.

RAVENNA - The Gold Digger || bad girl seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang