BAB 20−Rasa sakit◡̈

130 7 6
                                    

HAII PEMBACA GIMANA KABARNYA?
(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

AKU UDAH UP NIH.
LANGSUNG BACA AJA OKE?

HAPPY READING!!

••◉◯•°•☻•°•◯◉••


Pagi ini Evan di temani Antara dan Hiro. Laki-laki itu duduk memakan bakpao isi coklat dengan wajah kesal sementara Hiro terus menatap. Evan sudah mengabaikannya sejak pagi, bahkan ketika temannya itu mengoceh sendiri tidak ada gubrisan yang dia berikan.

"Van mau dengerin gue?" tanya lelaki yang  menyanggah dagu dengan tangan. Bibirnya tersenyum tipis, ingin berbuat iseng tapi takut membuat Evan tambah kesal.

"Apa?" sahut Evan mendadak jengkel karena Hiro mulai mengajaknya bicara.

Ini kali pertama Hiro di abaikan, lucu saja rasanya. Biasanya jika kesal selalu dirinya yang mengabaikan Evan. Tapi Hiro tahu temannya seperti itu karena tidak terima dengan keputusan sepihak darinya.

"Kalau lo maksa kaki lo buat gerak ada kemungkinan cederanya bisa tambah parah, lo tahu itu, kan?" kata Hiro serius.

"Iya tau."  Evan menanggapi acuh.

"Tatap gue kalau gue ngajak lo bicara."

Evan tidak mungkin lagi acuh atau menghindar jika Hiro sudah mengatakan itu. Waktunya untuk serius sekarang, dan ketika Hiro meminta untuk di perhatikan maka siapa pun yang dia ajak bicara harus menatapnya.  Bagi Evan dan Antara, ini seperti kata perintah yang harus di laksanakan.

Hiro hampir terkekeh melihat ekspresi Evan ketika menatapnya. "Gue tahu gue ngambil keputusan seenaknya dan lo nggak mau keputusan itu. Jadi sekarang gue nanya lagi, lo masih mau main?"

Evan tidak akan pernah main-main dengan sebuah kompetisi, keinginannya untuk ikut bertanding  benar-benar kuat. Dia menganggukkan kepala yakin. "Mau, gue mau main meski kaki gue gini, bahkan kalau harus patah nanti gue nggak papa asal bisa ikut main."

Kukang itu bener. Hiro mengulas senyum. "Lo serius?"

"Iya," jawab Evan kukuh.

"Lo sanggup?"

"Sanggup."

Hiro puas, tangannya menepuk halus kepala Evan. "Gue bolehin lo main di kompetisi besok."

"Beneran Hiro?" celetuk Evan. "Hiro nggak bohong, kan?"

"Beneran, lo main. Tapi syaratnya lo nggak boleh terlalu banyak gerak. Nggak usah capek-capek rebut bola dari tangan lawan. Tugas lo cukup nyerang kalau bola udah ada di tangan lo. Paham?"

Evan senang, dia di ijinkan untuk mengikuti pertandingan. Laki-laki itu memberi hormat dan menyahut dengan lantang, "Paham kapten!"

Evan adalah yang terbaik untuk menerobos pertahanan lawan. Jika bola sudah berada di tangannya dia pasti akan membawa bola itu terbang masuk ke ring lawan. Bahkan Hiro yang seorang kapten mengakui Evan lebih hebat dari dirinya. Sebuah talenta luar biasa yang pernah membuat Hiro merasa tidak pantas menjadi kapten tim.

"Key gue seneng banget! Gue bisa ikut main." Evan gembira.

Antara mengangguk dengan senyum mengembang. Jika bukan karena omongan Alen mungkin sekarang bahkan sampai hari pertandingan selesai dia dan Hiro akan terus melihat Evan tanpa tawa dan senyum seperti biasanya.

Hiro memalingkan wajah memandang Antara yang memberikan kode untuk segera pergi. Hiro mengangguk lalu mengambil tasnya.

"Van, bentar lagi Lyona ke sini jadi gue sama Key mau ke tempat latihan. Ngatur tim, mereka khawatir sampai ribut setelah tahu lo masuk rumah sakit. Gue nggak bilang sesuai permintaan lo tapi mereka udah terlanjur tahu dari Ken."

GHAZIYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang