Chapter 2

1.4K 143 2
                                    

Gerakan menutup pintu Gu Yansheng berhenti tatkala melihat kamar Lu Heng yang di susun rapi berbeda dengan kamarnya yang serupa kapal pecah.

Perhatiannya terpaku pada gundukan selimut di atas ranjang, karena penasaran Gu Yansheng melangkah masuk sedikit berjinjit. Dia mengira akan menemukan rahasia buruk Lu Heng justru menemukan pria itu berkeringat deras. Gu Yansheng menurunkan tumitnya berjongkok melihat keadaannya. Rambut lembut menempel di kening Lu Heng yang basah oleh keringat, piyamanya juga sudah basah kuyup.

"Hei.. Bangun.. Kau sakit.." Gu Yansheng mencoba membangunkannya dengan menepuk-nepuk pipinya dengan pelan.

Lu Heng bangun dengan mata berkabut, ia melirik perlahan pada sosok Gu Yansheng didepannya. "Pergi.. Tinggalkan aku..." Ia mengeratkan selimut dan berbalik memberikan punggungnya pada pria itu.

"Oke, jangan salahkan aku bila nyawamu hilang besok." Gu Yansheng melangkah pergi dengan marah, membanting pintu hingga tertutup. Telinga Lu Heng berdengung kencang.

Siapa yang meminta untuk tidak mencampuri urusan masing-masing, hah?

Keesokan paginya Lu Heng menggigil kedinginan, bahunya bergetar dan nafasnya terputus-putus. Ia ingin menghubungi seseorang tapi tak bisa, tubuhnya nyeri seolah usai dipukul banyak orang. Ia menyentuh keningnya yang panas mampu menggoreng telur di atasnya.

Di luar Gu Yansheng baru bangun berbuat untuk melihat sarapan tapi siapa yang tahu bahwa dia lupa kalau Lu Heng sedang sakit. Dia bergegas masuk mendapati pria itu telah basah kuyup, bibirnya berubah ungu dan menggigil keras.

"Sial!! Kau bisa mati." Begitu kulitnya bersentuhan dengan Lu Heng rasa terbakar menjalar menimbulkan warna merah yang kontras.

Ketika dia hendak membawanya ke rumah sakit, baju pria itu sudah basah kuyup bahkan tempat tidurnya kotor dengan jejak keringat. Lu Heng yang sakit tidak punya tenaga untuk melawan hanya mengikuti asuhan Gu Yansheng mengganti pakaiannya.

"Gu Yansheng... Aku kedinginan." Gumam Lu Heng membakar telinganya dengan nafas panas.

"Aku tahu." Gu Yansheng cekatan memakaikan pakaian tak lupa menambahkan jaket tebal untuknya.

Lu Heng mendapatkan perawatan begitu tiba di Rumah Sakit, tempatnya bekerja. Gu Yansheng menunggu di luar dengan cemas karena pria itu jarang menunjukkan sisi lemah.

Dokter datang mendekatinya, "Tuan Gu? Suamimu sudah mendapat perawatan, beruntung anda membawa kesini tepat waktu atau pneumonia-nya menjadi parah." Dokter wanita itu tersenyum ramah.

Bagaimana dia bisa tahu aku suaminya?

"Dr. Lu sering memamerkan suaminya yang tampan di sini, banyak gadis patah hati setelah menunjukkan foto pernikahannya. Anda memang sangat tampan." Dokter wanita itu terkekeh seolah melihat pertanyaan Gu Yansheng.

"En. Terima kasih Dokter." Gu Yansheng mengangguk sopan dan terus mendengarkan perkataan dokter.

Dokter menyebutkan Lu Heng sudah melakukan operasi besar berturut-turut sebelumnya yang mungkin jadi penyebab demamnya.

Gu Yansheng mengunjunginya di kamar terbaik yang dia sewa, mendekati sosok Lu Heng yang masih dengan bibir pucat, di tangan kirinya ada jarum infus.

Dia duduk diam mengamati wajah tampan yang tak kalah darinya jika bukan karena itu dia mungkin membatalkan pernikahan.

Dalam pengaruh obat Lu Heng tertidur lelap memimpikan masa lalu, bertahun-tahun lewat ini pertama kalinya ia bermimpi tentang kematian Ji Guozhen.

Lu Heng tidak membawa ingatan seperti Ji Guozhen dan Qiao Ren tentang kehidupan sebelumnya disuguhi mimpi tentang kematian Ji Guozhen membuatnya ketakutan. Ia menyaksikan pria yang di anggap seperti kakak laki-lakinya menyuntikan penenang dalam dosis tinggi kedalam pembuluh darahnya. Belum lagi obat-obatan di tangan yang berkumpul seperti mutiara warna-warni di telan sekaligus.

Married The Enemy : [END] Here's I'm the Luckiest PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang