04. work

348 32 1
                                    

Seorang gadis berlari begitu kencang. Ia berlari sekuat tenaga, mengeluarkan seluruh tenaga yang ia punya untuk berlari sepanjang pinggir trotoar. Mulutnya terbuka, menghembuskan napas yang terengah-engah. Peluh-peluh keringat mengucur di sebagian pelipisnya, membuat Juliana sesekali mengelap keringatnya yang dingin dengan telapak tangannya.

Ia terus berlari, sampai akhirnya matanya menangkap sebuah restoran yang tampak sangat memancar. Restoran yang terlihat bersinar seorang diri di antara tempat-tempat lainnya.

Dengan tergesa-gesa, gadis itu berlari menuju pintu belakang. Mendorongnya begitu kuat dan cepat, membuat beberapa karyawan yang ada disana terkejut melihat kehadiran Juliana yang begitu tiba-tiba.

Ya, ia bekerja. Gadis itu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

"Juli? Kok lo baru masuk—"

Gadis itu mengabaikan pertanyaan dari rekan kerjanya. Lebih memilih masuk ke dalam ruang ganti pakaian untuk memakai celemek yang selalu menemaninya ketika bekerja.

Baru saja keluar dari ruang ganti, tubuhnya mendadak terpaku. Tubuhnya secara tak sengaja menabrak sosok laki-laki yang ternyata sedari tadi menunggu jawabannya.

"Kenapa baru masuk? Dua hari lo enggak masuk. Chat gue juga enggak lo bales—"

"Sorry. Gue ada urusan," ucap Juliana cepat. Gadis itu terlihat sangat tergesa-gesa.

Setelah mengatakan itu, Juliana langsung pergi dari hadapan rekan kerjanya yang bernama Sergio. Seorang mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi.

Sergio menatap kepergian Juliana. Pemuda berkacamata hitam itu fokus memandangi Juliana yang tergesa-gesa melakukan sesuatu. Gadis itu mengikat rambutnya dan mengatakan pada rekan kerja lainnya bahwa ia akan memasak makanan ini. Sergio menggelengkan kepalanya pelan.

Selalu saja gadis itu berusaha menjauhinya.

"Jul, tolongin buang sampah, ya? Udah numpuk soalnya. Gue harus nganter ini," ucap seorang laki-laki bercelemek putih sama seperti dirinya, sembari menunjuk arah tumpukan sampah yang telah bertumpuk seperti gunung.

Tanpa berlama-lama, gadis itu segera mengiyakan dan berjalan tergesa-gesa menuju arah tumpukan kantung sampah yang telah menumpuk itu. Tak lupa memakai sarung tangan khusus untuk mengangkut sampah.

Gadis itu kemudian keluar dengan membawa kantung sampah itu satu persatu menuju belakang restoran, tempat sampah-sampah biasanya diletakkan.

Namun, baru sampai di belakang restoran yang seperti gang buntu, langkahnya terhenti. Jantungnya mendadak berhenti berdetak selama dua detik melihat kehadiran empat orang yang berdiri di dalam sana, menatap ke arahnya seperti sedang menunggu kehadirannya.

Empat orang yang memiliki aura psikopat itu berdiri, diterangi dengan pencahayaan yang sangat minim. Mereka adalah Angelo, Hansel, Carlo dan Galen.

Tubuh Juliana mulai bergetar. Tanpa ia sadari, kedua kantung plastik berisi sampah itu telah lepas dari genggamannya. Matanya mulai bergetar takut. Tubuhnya mulai terasa dingin. Benar-benar dingin.

"Kan, gue bilang apa. Dia kerja di restoran Kakek gue." Suara Carlo terdengar dari lorong tersebut, membuat tubuh Juliana semakin bergetar. Pemuda itu sedang menyebar rokok.

Apa? Restoran Kakek Carlo?

Tak lama kemudian, terdengar tawa menakutkan dari Angelo dan Hansel. Tawa meremehkan, seperti ada yang lucu.

Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat kaku sampai ia tidak dapat menggerakkan badannya. Bahkan untuk berlari pun ia tidak bisa. Rasanya ia ingin berteriak, namun entah kenapa suaranya hanya sampai di tenggorokannya yang terasa sangat kering. Benar-benar kering.

No CounterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang