Perlahan, pandangan semu kian terang. Sangkalla, memusatkan penglihatan di tempat ia terbaring sekarang. Di bawah rimbunnya pepohonan, cahaya yang tampak oleh mata datang dari sinar bulan yang menerobos melalui sela-sela dedaunan. Gelapnya hutan membuat beberapa makhluk kecil yang beterbangan di sekitar jemari Sangkalla menjadi begitu mencolok. Kunang-kunang? bukan. Bentuk mereka menyerupai serangga berlumut, tidak mudah melihat jelas wujud makhluk ini, selain teramat kecil, terbang mereka juga terlalu gesit.
Ruq, sebutan makhluk mistis itu. Walau dianggap mitos, keberadaan Ruq benar-benar ada di dalam Grinok, hutan yang tak seorang pun tahu tentang 'semua keajaiban' di dalamnya, kecuali satu hal, sumber kehidupan abadi desa Alewa.
Perlahan Sangkalla menggerakkan jemarinya, hampir semua otot tubuhnya tak mampu merespon. Sakit yang ia rasakan, masih membuatnya berpikir apakah ia berada di ujung kehidupan. Ruq yang beterbangan di sekitar Sangkalla seolah tidak ingin meninggalkannya, cahaya makhluk itu berkedip-kedip seperti lentera ungu, menjadikan Sangkalla sebagai pusaran. Butuh waktu hingga pria dengan wujud setengah manusia itu membaik, walau mustahil sepenuhnya pulih, setidaknya, Sangkalla bisa mengucapkan sepatah kata.
"Quon."
Nama itu keluar dari mulutnya ketika menyadari sesuatu mendekat.
Erangan tipis datang dari siluet seekor harimau, kedua sorot bola mata binatang itu kuning dan tajam. Harimau itu berjalan melewati akar raksasa yang menjulang di atas tubuh Sangkalla yang tersungkur lemah. Di bawah redupnya cahaya, satu-satunya petunjuk adalah ukuran Quon tiga kali lipat lebih besar dari harimau biasa, aura buas darinya mampu membuat manusia kencing berdiri sebelum berpikir untuk mendekatinya.
Quon membawa pelepah pinang dengan kedua taringnya yang menjuntai panjang dan tajam. Harimau itu melompat dari akar lalu mendarat di tanah. Kini, sosoknya semakin terlihat. Tubuh Quon didominasi corak hitam dan putih, bagian tidak wajar adalah sisi kiri tubuhnya yang hampir setengahnya ditumbuhi lumut, melekat dan menjalar hingga kepala dan wajahnya.
Kehadiran harimau itu membubarkan para Ruq yang berpusat pada tubuh Sangkalla. Udara malam membuat kulit Sangkalla membeku, bahkan ketika tumpukan daun talas menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Sayap kirinya yang baru-baru ini patah, membuat luka yang cukup dalam dan darah yang mulai mengering, namun, semua itu belum cukup membebaskannya dari rasa sakit.
Semalam, Sangkalla ditemukan tidak berdaya, tanpa satu sayap tersisa yang biasa menjulang dari balik punggungnya. Wujudnya kini layaknya manusia biasa. Quon berpikir dua kali untuk memindahkan Sangkalla ke tempat yang lebih aman. Ia pun mendekat. Quon mengendus telapak tangan Sangkalla, kepeduliannya terpancar dari kedua sorot matanya.
Menggunakan pelepah pinang, Quon menjadikannya sebagai alas untuk membawa Sangkalla dengan cara teraman. Satu-satunya yang bisa Quon lakukan adalah menggerakkan tubuh terluka itu dengan menggelindingkannya secara perlahan. Rintihan terdengar ketika Quon membuatnya bergerak, membalikkan tubuh Sangkalla dengan gerakan mengungkik menggunakan kepala.
Quon menggigit ujung pelepah pinang dan menyeretnya menuju tempat lain. Gerombolan Ruq mengikuti mereka, menyibakkan dedaunan yang menghalangi jalan. Tanpa penolakan, Sangkalla membiarkan dirinya diseret menembus padatnya tumbuhan, menuruni jalan setapak, menuju lembah di tengah hutan hingga semak menjadi penghalang terakhir saat mereka memasuki wilayah sebuah telaga.
Tempat itu, diselimuti aura mistis. Cahaya hijau yang berasal dari dasar telaga membuat permukaan airnya menyala. Quon menggeret Sangkalla melewati rerumputan padat hingga berhenti di tepian. Ia berdiri di atas kerikil yang menjadi batas air dan daratan. Walau malam tak cukup menerangi segalanya, ratusan kuncup Ranu yang mengapung di atas permukaan telaga menjadi pemandangan yang menakjubkan. Kuncup-kuncup itu mengelilingi satu kuncup Ranu Raksasa yang ada di tengah telaga. Serat keemasan membungkus bunga-bunga itu seolah melindunginya hingga tiba saat dimana mereka semua akan bermekaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRINOK
Fantasy"Tak mungkin! ini mimpi!" seorang gadis terjebak kutukannya sendiri. Saat musim semi tiba, Nirmala melanggar peraturan desa, ia nekad mengambil sesuatu dari hutan itu, hutan yang tak seorangpun bebas masuk ke sana. Kanesborok, menimpa Nirmala. Tulah...