Malam Sunyi

315 33 13
                                    

Kalimat Patiki membuat leher Nirmala menegang, susah payah ia menelan ludah, kemudian gadis itu tersigap ketika Enru, Kahayan di kelompoknya, memperingatkan Nirmala untuk segera bergilir dengan peserta lain.

"Kanesborok." Patiki itu membisikkan kata yang membuat sekujur tubuh Nirmala merinding.

"Kau tahu takdir? kau tidak bisa menghindarinya, bahkan ketika kau tidak tahu apa kesalahanmu."

Patiki itu gesit meraih pergelangan tangan Nirmala, mereka saling menatap. Rasa perih di bagian tatto luyang Nirmala membuat perasaan tidak nyaman hingga ia sedikit menarik tangannya, mempertahankan diri dengan kengerian perkataan patiki itu. Nirmala semakin gelisah ketika wajah wanita tua itu kian mendekat padanya.

"Temui dia. Na-Tungga-saum."

"Belum selesai?"sebuah teguran menghentikan ketegangan. Enru berdiri di samping Patiki dan juga Nirmala, mengakhiri percakapan berbisik keduanya.

Patiki itu lalu melepas tangan Nirmala. Ia tak mengatakan apapun lagi, wajahnya tanpa ekspresi seolah tidak terjadi sesuatu, ia mengacuhkan Nirmala begitu saja dan menyiapkan peralatan untuk tatto luyang peserta berikutnya.

Nirmala pun menyingkir, posisinya digantikan peserta baru. Nirmala menangkap pandangan Patiki itu tertuju ke arahnya, mereka saling melihat seiring ia kembali ke barisan. Kini, banyak peserta Raca duduk di tanah, menunggu giliran bukanlah sesuatu yang bisa dinikmati, tapi, kesempatan mendapat tatto luyang menjadi alasan mereka mau berpanas-panasan di bawah sengatan matahari.

Wajah Nirmala yang gelisah membuat Attar penasaran, pemuda itu mundur ke barisan tengah lagi. Seorang sarwa terdekat mengawasinya, namun Attar berusaha menampilkan gerak-gerik biasa, ia menarik pergelangan Nirmala, berpura-pura ingin melihat tatto Luyang gadis itu. Dalam aksinya, Attar bertanya,

"Apa yang Patiki itu katakan?"

"Na-Tungga-Saum."

Na adalah panggilan seorang wanita tua, yang ditempatkan sebelum menyebutkan nama, kemudian Saum adalah julukan sesepuh penting di desa Alewa.

"Aku tidak terkejut, tapi, kenapa dia memberitahumu hal itu?"

Nirmala menggeleng, gelisah. "Pagi ini, aku datang ke bale Ondo. Tapi, dia tidak bisa ditemui."

Attar terdiam, ia mengingat apa yang terjadi malam itu, malam saat ia dan Mina pulang dari bale Morru.

"Apa kau tahu? Ondo yang hendak kau temui itu, tiba-tiba tidak lagi tersadar."

Nirmala terkejut. Attar menyimpan pembahasan selanjutnya saat ia menangkap seorang Sarwa berjalan menuju barisannya.

"Mereka datang." bisik Attar.

Kegelisahan Nirmala langsung terganti oleh kegugupan karena terbayang pengadilan bale desa. Tibakah saatnya?

Attar langsung menarik diri, ia duduk kembali di sebelah Sakka. Sarwa itu menghampiri Enru. Keduanya bicara saling membisik karena tak ingin terjangkau orang-orang di sekitar mereka. Nirmala mendapatkan satu kemungkinan ketika Sarwa itu sekilas melihat ke arahnya. Kemudian, Sarwa itu pergi setelah Enru mengangguk.

Tak lama kemudian, sekelompok Sarwa menyebar. Perhatian semua orang tertuju ketika Sarwa menggiring segelintir orang mengikuti mereka. Nirmala menjadi orang pertama yang dibawa, dan yang paling menghebohkan, Angpa dan Arka termasuk di dalamnya.

GRINOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang