Bulan Purnama (Prolog)

1.5K 185 92
                                    

Saat musim semi tiba, bunga-bunga bermekaran dalam melodi cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat musim semi tiba,
bunga-bunga bermekaran dalam melodi cinta.

Seseorang melumpuhkan hatiku,
membelenggu, membawa jiwaku terbang ke pusaran waktu.

Aku,
Terbuai dalam angan
tenggelam dalam amarah.

Sesuatu,
datang mengubahku,

Mencari apa yang tak kutahu.
membisikkan siapa sejatiku.

Waktu,
perlahan mengingatkanku.

Aku,
kembali padamu.


WUSSSH...

"SRAK...!"

Siluet hitam melintasi awan gelap, melaju cepat, dan terbang tak tentu arah menghindari sesuatu yang tengah mengejarnya. Terus melarikan diri, Sosok itu terbang menukik, merendah dan menerobos deretan ladang jagung. Tak lama hingga sebuah ledakan terjadi. Menghantam keras permukaan tanah, sosok itu akhirnya tumbang, ia tersungkur lemah, tanaman di sekitarnya terbakar oleh api.

Malam ini, bulan sabit menerangi keheningan desa Alewa, di bawah sinarnya, terlihat lah sesosok makhluk dengan wujud setengah manusia. Hanya dengan satu sayap ia mencoba untuk kembali terbang. Namun, rasa sakit yang diterima tak mampu lagi tertahan. Helaian kain lusuh yang menutupi tubuh kekar makhluk itu terkoyak oleh tulang bagai duri yang mencuat di sepanjang garis punggungnya. Bekas luka pada patahan sayap kanan sosok itu berdarah-darah. Berusaha bergerak di dalam kesakitan, ia pun mengangkat kepala, dagunya bertumpu pada tanah. Sepasang matanya yang menyala merah menatap sesuatu yang tengah mendekatinya.

"Menyerahlah."

Perintah itu terdengar dari sosok pengejar, wajahnya samar dalam remang-remang sinar bulan. Sejenis namun tidak serupa, tubuhnya yang berselimut cahaya putih kebiruan menunjukkan bahwa dia pun bukanlah manusia. Kedua sayap putihnya membentang kokoh dan lebar, kejernihan sepasang iris matanya membiaskan cahaya malam.

"Hentikan...., Hala."

Kalimat itu terdengar seperti permohonan terakhir. Namun, sosok yang dipanggil Hala itu tidak menggubrisnya dan terus mendekat.

"Kau pantas mendapatkannya." Hala mengangkat telapak tangan kirinya lalu menciptakan sesuatu yang runcing serta bercahaya, kekuatan itu membentuk senjata menyerupai mata panah kristal yang berkobar api biru di dalamnya ,

"Teruslah hidup, Sangkalla."

"Tidak!"

Tanpa belas kasih Hala menghujamkan mata panah itu ke permukaan tanah, seketika gelombang api biru menjalar begitu cepat, panas, hingga membuat hangus di tengah ladang jagung dalam sekejap. Sangkalla kesakitan, rintihannya begitu keras membelah keheningan malam.

GRINOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang