Hutan Suci

420 42 29
                                    

Jadi, Grinok yang dimaksud Attar hanyalah dataran luas dikelilingi padang bunga. Lucu, jawabannya tentu tidak mungkin. Tapi, jika Nirmala bersikeras menangkap sesuatu dengan kedua matanya saat ini, lalu menganggap seolah-seolah ia melihat hutan tak jauh dari rombongan Raca berdiri, pasti dia gila. Seketika terpikir olehnya, hanya peserta baru yang tidak bisa melihat wujud hutan suci. Karena ucapan Attar terdengar cukup meyakinkan, Nirmala ingin mendengar kepastian.

"Kau bisa melihatnya?"

Jika jawaban Attar adalah 'iya', Nirmala akan menelan kenyataan itu bulat-bulat.

"Tidak."

Baiklah, semua orang tahu Grinok tempat keramat. Jika keberadaannya tidak kasat mata, atau bisa menghilang dan muncul kapan saja, bagian ini cukup menjelaskan kata keramat itu sendiri. Ingin sekali Nirmala bertanya, mengapa tidak bisa? tapi, mengingat segala larangan ketat akan Grinok..., sudahlah, hal itu cukup menjawab keanehannya.

"Tidak satu pun dari kita tahu arah pastinya. Kecuali Kahayan dan Oja." kata Mina, ia sibuk menahan rambut bagian depannya yang berkibar-kibar karena memisahkan diri dari gelungan.

"Peluit tadi sebagai tanda." sambung Attar, "Kita selalu berhenti di sini, di padang Kedu ini. Tapi tak ada yang tahu pasti arah memasuki Grinok. Tunggu saja, sebentar lagi kita bisa melihatnya."

Baru saja Attar berkata, bunyi peluit bambu kembali terdengar. Suara itu bersumber dari Enre yang kini berdiri di hadapan seluruh rombongan Raca. Enre meminta perhatian dengan mengangkat kepalan tangannya ke atas, dengingan yang cukup panjang berakhir ketika ia melepas peluit itu dari mulutnya.

Ucapan Attar terbukti ketika Enre memberitahu para peserta Raca bahwa sebentar lagi mereka akan memasuki Grinok. Karena semua ini aneh tapi nyata, Nirmala mulai berdebar - debar. Tidak masalah jika peserta lain tampak biasa-biasa saja, mungkin, perasaan yang sulit dijabarkan ini sudah pernah mereka lalui di tahun pertama mengikuti Raca.

"Seperti biasa!" Enre berkata dengan suara lantang agar dapat dijangkau oleh semua orang yang kini merapatkan barisan. "Peraturan ini akan kusampaikan tidak perduli sebosan apa kalian mendengarnya." pandangan Enre menyapu para peserta, tak ada satupun yang bicara hingga hanya suara alam yang boleh membangkang.

"Peraturan ini harus kalian patuhi tanpa pengecualiam." kata Enre, "Bagi yang pertama kali ikut Raca, pastikan telinga kalian bekerja!"

Dalam hati, Nirmala menjawab, 'itu pasti', karena menyimak ucapan Enre saja sudah cukup membuat tegang para peserta baru. Sebagian dari mereka mungkin sudah tahu, karena kapanpun dan di manapun, pembahasan tentang Raca selalu menjadi obrolan menarik. Tapi mendengar peraturan langsung dari mulut Kahayan saat mengikuti Raca menjadi bagian yang tak bisa dianggap biasa-biasa saja. Jika ada yang menyimak namun memasang sikap acuh, pastinya datang dari para peserta lama, yang seakan ingin melewati bagian ini secepatnya. Contohnya Attar, kini ia mengorek lubang telinganya seakan itu lebih penting daripada mendengarkan.

"Tetap berada di kelompok masing-masing!" seru Enre, "Jangan memisahkan diri. Sangat merepotkan jika terjadi sesuatu karena mengabaikan perintah!" sepertinya, tak jarang larangan ini dilanggar hingga Enre tak segan-segan berkata terang-terangan.

"Saat tambil, setiap kelompok akan dibagi ke wilayah yang sudah ditentukan." Enre menekankan aturan kedua, kegiatan dimana peserta akan menanam bibit yang mereka bawa dari rumah, lalu membawa satu tanaman untuk dibawa pulang.

"Setiap orang, hanya diperbolehkan membawa pulang satu jenis tanaman saja."

Inilah salah satu aturan tambil yang Nirmala tahu sejak lama. Semua yang berkaitan dengan upacara Raca, Mina lah yang telah menceritakan apa yang tidak diberitahukan di Kajang Leko, tempat yang dikhusukan untuk kegiatan belajar mengajar di desa Alewa. Ketika seorang anak memasuki usia empat tahun, mereka akan mengikuti Kajang Leko, bertujuan agar kelak mereka bisa membaca, menulis, berhitung dan juga berkreasi. Selain itu, pemahaman akan adat-istiadat serta nilai-nilai moral menjadi pokok untuk diterapkan pada generasi seterusnya.

GRINOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang