'Selamat Membaca'
"Duke Alexander tolong jangan seperti ini, kami tidak bisa membiarkan anda melewati gerbang istana jika mereka masih bersikeras ada disini."
Seorang pria berpakaian armor mencoba bernegosiasi dengan Duke Alexander yang masih berada di atas kuda. Dua prajurit di kanan kirinya memasang pose siap siaga. Mereka yang dimaksud barusan adalah para kesatria Calister.
Pemandangan istana saat ini terlihat sedikit suram. Di luar gerbang, sekitar dua puluh orang kesatria milik keluarga Calister tengah memenuhi jalanan utama istana. Sedangkan di bagian dalam gerbang, prajurit kerajaan Wynnzel bersiaga dengan jumlah yang hampir dua kali lipat lebih banyak.
"Kesatria Calister tidak akan mundur, sampai ada yang bisa menjamin bahwa keadaan putriku baik-baik saja!"
Duke Alexander berujar dengan suara tenang, namun sarat akan ancaman. Dan sang lawan bicara adalah yang paling merasakan aura intidimasi tersebut.
"Sudah berkali-kali saya tegaskan, hari ini lady Alexandra sama sekali tidak menginjakkan kaki di istana! Duke melihat sendiri bukan, namanya tidak tertera pada buku tamu istana yang tadi saya perlihatkan."
"Lalu mengapa kalian tidak memperbolehkanku masuk? Aku hanya ingin mengecek dengan mata kepalaku sendiri."
Bukan tanpa alasan Duke Alexander mendatangi istana dengan membawa pasukan. Ini adalah usahanya untuk melindungi diri dari hal-hal tidak terduga yang kemungkinan bisa terjadi.
Beberapa jam setelah putrinya meninggalkan kastil Calister, sepucuk surat tanpa nama tiba-tiba muncul tergeletak di meja ruang kerjanya. Lalu terdapat juga secarik sapu tangan dengan bercak merah, di balik surat.
Awalnya tidak ada yang aneh akan hal itu, sampai pemikiran positif Duke Alexander goyah setelah membaca isi surat yang ditulis dengan tinta merah tersebut. Ada sebuah teka-teki pada surat itu, walau entah benar fakta atau hanya sekedar omong kosong.
'Alexandra' serta 'Istana Wynnzel'
Meski hanya terdapat dua kata singkat yang tertulis pada lembaran kertas, Duke Alexander langsung memahami artinya. Dalam militer tinta berwarna merah adalah tinta khusus yang hanya digunakan untuk menulis sesuatu hal yang bersifat sedih dan duka.
Siapapun yang mengirim surat tersebut sedang bermaksud memberitahunya tentang keadaan Alexa putrinya. Lalu benar saja tidak sampai setengah jam setelah menerima surat, Fay yang merupakan pelayan pribadi Alexa melaporkan tentang putrinya yang menghilang.
"Bukan begitu! Saya sebagai kepala prajurit istana, tentu sangat mempercayai Duke Alexander. Namun saya sama sekali tidak bisa mempercayai pasukan anda. Biar bagaimanapun mereka adalah kesatria yang telah disumpah darah, mereka adalah ancaman nyata untuk keselamatan penghuni istana." walau rautnya terlihat terintimidasi, pria berpakaian full armor tersebut tetap berusaha menjelaskan dengan tegas.
Duke Alexander mengambil langkah, turun dari kudanya, "Sepertinya kau melupakan untuk siapa mereka mengambil sumpah?! AKU! Duke of Calister!" suara tenangnya naik beberapa oktaf.
"Apa barusan secara tersirat, kau mengatakan bahwa aku tidak bisa kembali dengan utuh setelah memasuki istana?! Begitukah..." raut mengerikan mulai menghiasi wajah Duke Alexander.
"Ti..tidak! Sungguh, saya tidak ber..bermaksud demikian." hilang sudah keberanian yang tadi dipegang teguh oleh sang kepala prajurit.
"Mohon untuk menunggu sebentar! Utusan raja Leonard akan segera tiba disini untuk memberi keputusan." lanjutnya dengan suara yang semakin mengecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villainess Illusion
Fantasy---- Alexandra Whitney Calister atau lady gila dari keluarga Calister, begitulah orang-orang mengenalnya. Alexa mungkin cantik dan kaya raya namun dalam hal kesopanan gadis itu sangatlah minus, bahkan bangsawan di sekitarnya lebih sering menyebutnya...