oo00ooAkibat menonton beberapa video yang membahas review berbagai makanan, rasa lapar turut dirasakan Sania. Bayangan martabak dengan telur dan daging yang begitu tebal, keju mozzarella sebagai isian corndog, roti bakar dengan topping keju yang melimpah, serta berbagai minuman Boba dengan parutan keju diatasnya kian memenuhi benak pikiran Sania.
Malam belum terlalu larut, masih terdengar suara lalu lalang kendaraan yang melintas. Suara gemerusuk dari lantai bawah membuat Sania buru-buru keluar kamar untuk mengecek. Langkahnya terhenti di anak tangga paling atas. Terlihat Bi Mina yang tengah menata ulang vas bunga di sudut ruangan. Ia salah menduga jika itu adalah orang tuanya.
"Mama kapan pulang sih? Padahal mau cerita tentang Angkasa,"gumamnya.
"Mbak Sania butuh sesuatu?" tanya Bi Mina yang menyadari keberadaan Sania di ujung tangga. Sania menggeleng pelan sembari menuruni tangga menghampiri Bi Mina di bawah.
"Nggak, Bi. Mama sama Papa belum pulang?" tanya Sania.
Bi Mina menggeleng lemah, "Belum, Mbak. Mbak Sania kenapa? Kalau butuh sesuatu tinggal bilang sama Bibi."
"Nggak, Bi. Cuma lagi pengen cerita-cerita sama Mama," jawabnya. Sania memaksakan senyumnya menatap Bi Mina.
"Aaah, Bibi tau. Pasti mau cerita tentang Mas Angkasa," tebak Bi Mina.
"Eh, kok Bibi tau?"
Senyum menggoda Bi Mina membuat Sania salah tingkah. "Tau lah, orang Mas Angkasa aja sering jemput Mbak Sania ke sekolah."
Sania tertawa ringan menanggapi. Bi Mina cukup tahu beberapa hal mengenai dirinya. Bahkan terkadang, tanpa Sania bercerita panjang lebar, Bi Mina mengerti.
Kini, Sania melangkah keluar seorang diri. Menembus angin malam yang yang berhembus semilir. Berjalan pelan ke ujung jalan yang biasa terdapat beberapa penjual makanan seperti martabak, corndog, nasi goreng, dan lain-lain.
*****
"Angkasa," gumamnya.
Raya meraba halus permukaan sebuah buku bersampul coklat muda lengkap dengan box dan kuncinya. Tangannya membuka sampul tersebut, memperlihatkan halaman pertama yang bertuliskan nama 'Angkasa - Raya'. Halaman kedua dibuka, terdapat beberapa hiasan stiker yang menghiasi halaman tersebut serta beberapa tulisan singkat mengenai Angkasa.
Dia, Angkasa Genantara. Angkasa yang menemani aku mencoba banyak hal baru yang belum pernah aku coba sebelumnya.
Lembar berikutnya, halaman ketiga. Juga terdapat beberapa hiasan stiker yang tertempel. Kala itu, Raya meminta Angkasa untuk menuliskan tulisan singkat tentang dirinya pada halaman tersebut.
Namanya Naraya Aneska. Suka menulis, suka coklat, juga suka caramel. Dan yang paling penting, Angkasa sayang Naraya.
Raya membalik halaman berikutnya, tertempel beberapa fotonya bersama Angkasa berukuran kecil. Lembar-lembar berikutnya adalah tulisan biasa tentang harinya dengan Angkasa.
"Kamu bisa cerita sepuasnya di buku ini kalau aku nggak bisa dengerin cerita kamu, Ra."
Begitu yang Angkasa katakan saat pertama kali memberikan buku tersebut kepada Raya. Raya mengambil sebuah pena dari tempat pensil, membuka halaman kosong, menuliskan sesuatu pada lembaran tersebut.
*****
Sania
Gue keluar dulu bentar ya, Angkasa.Angkasa buru-buru bersiap mengambil jaketnya setelah membaca pesan dari Sania. Melajukan motornya ditengah suasana malam yang belum terlalu larut.
Sementara itu, Sania berjalan santai dengan membawa beberapa bungkus makanan ditangannya. Matanya menelusuri tiap sudut jalanan yang seakan tak pernah sepi. Bintang-bintang di langit lepas mengingatkan perbincangan Sania dan Angkasa beberapa hari kemarin.
"Angkasa, lo pilih bintang atau bulan?"
"Gue nggak minta bulan ataupun bintang. Gue cuma minta lo temenin gue dibawah sinarnya."
Sania tidak bisa menahan senyumnya. Angkasa selalu mempunyai seribu cara yang membuat hatinya kembali menghangat.
Sania terkejut dalam diamnya begitu seseorang memberhentikan motor tepat disampingnya.
"Angkasa!" pekik Sania begitu Angkasa membuka helm full face nya. "Ngagetin tau nggak?!"
Sania yang awalnya panik dan siap untuk berteriak seketika bernapas lega. Angkasa melepas helm nya dengan tawa ringan yang terdengar, satu tangannya bertumpu pada bagian depan motornya menopang kepala memperhatikan Sania disampingnya.
"Beli apa aja tuh? Banyak banget," ucap Angkasa menatap beberapa kantong plastik ditangan Sania. "Pasti ada martabak keju, roti bakar keju, corndog keju, pisang keju, cheese stick, apalagi tuh?"
"Sok tau banget. Lagian ini bukan buat gue doang. Buat Bi Mina juga, buat Pak Surya juga."
"Buat gue?" Angkasa menunjuk dirinya.
"Nggak ada."
Sania menatap Angkasa yang meneliti dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terlebih saat tatapan Angkasa berubah menjadi tatapan panik saat melihat kakinya.
"Kaki lo kenapa?" tanya Angkasa panik.
Sania menggerakkan sedikit kakinya, meneliti kakinya yang sepertinya tak ada lecet maupun luka apapun. Namun tatapan Angkasa benar-benar terlihat panik, Sania mengira ada sesuatu yang melukai kakinya tanpa ia sadari.
"Hah? Kenapa? Orang gapapa," bantah Sania.
Angkasa masih menatap panik. "Tapi kok gitu. Lo nggak ngerasa sakit? Bisa jalan nggak? Takutnya luka serius."
"Apa sih, Angkasa. Bisa, ini gue bisa jalan," jawab Sania menggerakkan kakinya.
"Yaudah ayo naik," jawab Angkasa enteng memakai kembali helm nya dan bersiap menjalankan motor.
"Angkasa!"
Lagi, meskipun sedikit kesal, namun Sania tidak bisa menahan senyumnya. Terlebih saat Angkasa menatapnya teduh dengan mata yang menyipit dari celah helm nya.
"Naik, San."
Angkasa kembali melajukan motornya, mengarahkan spion kirinya ke arah Sania yang berada dibelakangnya.
"Loh itu bukannya Kak Angkasa? Sama siapa? Kak Raya? Tapi kayaknya bukan deh. Tapi kan Kak Angkasa pacarnya Kak Raya. Udah pasti itu Kak Raya."
Delia mengedikkan bahunya begitu ojek online yang ditumpanginya berpapasan dengan Angkasa yang membonceng seseorang dibelakangnya. Pikirnya, sudah pasti itu adalah Raya, sahabat kakaknya, Rachel.
oo00oo
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKASA RAYA
Teen FictionBaca POV Angkasa Raya di Tiktok : @amarilliesz_ Baca POV Laut, Senja dan Kamu di Instagram : @amaryllies.s_ **********