Part 4

227 17 4
                                    

oo00oo

Malam itu, Angkasa merasakan sesuatu yang hilang telah kembali begitu melihat Sania tertawa karena dirinya dari kaca spion motornya. Bahkan ketika sesekali Sania menyandarkan kepalanya, rasanya Angkasa ingin mengulurkan tangannya untuk mengusap pucuk kepala gadis itu. Semilir angin malam mulai terasa dingin. Angkasa sedikit menegakkan posisi duduknya agar Sania yang berada dibelakangnya tidak terlalu menampu dinginnya angin malam.

"Angkasa, lo capek?" tanya Sania menyadari pergerakan posisi Angkasa.

"Anginnya dingin, San. Pulang aja ya? Kayaknya mau hujan. Takutnya lo malah jadi sakit," jawab Angkasa. Sania tersenyum tipis mendengarnya kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Motor Angkasa melaju membelah suasana malam. Gemuruh bertanda hujan akan segera tiba mulai terdengar. Bintang-bintang yang semula menghiasi langit malam kini tertutup awan mendung yang cukup tebal. Sania sedikit menjauhkan badannya, merasakan dingin yang menyapu kulit. Namun Angkasa kembali menarik salah satu tangannya untuk tetap berpegangan. Sania menghirup dalam-dalam wangi parfum Angkasa yang tak pernah berubah. Wangi parfum yang membuat Sania seakan berada dalam pelukan laki-laki itu.

*****

Raya menutup buku bersampul coklat muda tersebut. Sudah hampir satu jam ia berdiam diri di meja belajarnya, sudah hampir satu jam pula Raya bolak-balik mengirimi pesan untuk Angkasa yang tak kunjung dibalas. Ia menyandarkan tubuhnya pada pembatas balkon kamarnya, menikmati semilir angin malam menerbangkan anak rambut Raya yang tergerai begitu saja. Langit yang semula cerah lengkap dengan bulan dan bintang, kini hanya terlihat hamparan mendung gelap yang menyeluruh. Raya memejamkan mata sejenak saat rasa kantuk mulai dirasa. Selang beberapa menit, ia merasakan ponsel dalam genggamannya bergetar. Tertera nama Rachel pada notifikasi layar kunci.

Rachel
RAYAAAAA
Lo lagi diluar kan?
Gue nitip nasgor ya? 😭🙏🏻
Pls pls pls pls 😭😭😭😭

Raya merasakan sesuatu yang aneh pada perasannya. Terlebih ketika Rachel menjelaskan bahwa Delia melihat Angkasa dengan seorang gadis yang Delia kira itu adalah dirinya. Raya terdiam sejenak, pikirannya melayang pada Angkasa yang belum juga membalas pesannya. Dengan cepat, Raya kembali mengetikkan beberapa rentetan pesan pertanyaan untuk Angkasa berdasarkan apa yang ia dengar dari Rachel.

Angkasa?
Kamu dimana?
Kamu lagi diluar?
Boleh aku tau sama siapa?
Angkasa?
Masih di jalan ya?
Kamu ngga sama cewe kan?

"Nggak. Angkasa nggak gitu kok," ucapnya meyakinkan diri.

Tetesan gerimis yang perlahan menjadi deras menjadi musik yang mengusir sunyinya malam. Raya mengulurkan tangannya menggapai tetesan-tetesan hujan.

*****

"Delia yakin seribu persen kalau tadi itu Kak Angkasa!" ungkap Delia yakin. Sedetik kemudian tatapan yakin Delia berubah ragu. "Tapi Delia nggak tau yang dibelakang itu Kak Raya atau bukan."

Delia kembali menyelami ingatannya saat bertemu Angkasa di jalan. Sementara Rachel yang sedari tadi mendengarkan cerita dari Delia kini nampak menghubungi Raden melalui pesan chat.

*****

Rachel
Den?
Angkasa nggak macem-macem kan?
Adek gue bilang barusan dari luar katanya liat Angkasa sama cewe yang dia kira itu Raya. Pas gue chat Raya buat nitip nasgor, katanya dia dirumah.

Setelah membalas beberapa pesan yang dikirimkan Rachel, Raden menggeser layar ponselnya menampilkan urutan status milik orang-orang. Salah satunya status milik Sania yang memposting sebuah foto dimana menunjukkan seseorang didepannya adalah Angkasa yang tengah mengemudikan motor. Raden melempar ponselnya ke arah ranjang, tatapannya seakan menunjukkan rasa marah.

Tepat saat Angkasa baru saja memasuki kamarnya, hujan turun begitu deras. Beruntung ia tidak terlambat mengantarkan Sania pulang sebelum gadis itu kehujanan. Angkasa merebahkan dirinya, merasakan ponsel disakunya bergetar beberapa kali.

Raden
Dari mana lo?
Sania lagi?
Gue yakin lo pasti bohong lagi ke Raya.
Kebohongan apa lagi yang harus Raya percaya?
Gue ingetin sekali lagi, barang kali otak lo amnesia. Yang pacar lo itu Raya, Sania cuma masa lalu lo.

Angkasa berkali-kali menjelaskan bahwa dirinya hanya sekedar mengantarkan Sania pulang. Namun Raden tetaplah Raden yang tidak akan menerima berbagai alasan untuk sebuah kesalahan.

Sayang, maaf.
Aku baru keluar sebentar.
Sama cewe? Enggak, sayang.

*****

"MAMA!"

Sania menghamburkan dirinya ke pelukan Zila yang tengah duduk menunggunya. Wanita paruh baya itu menyambut hangat Sania dalam pelukannya. Rasa-rasanya, jarang sekali bisa memeluk Sania seperti ini. Sering kali Sania sudah terlelap dalam tidurnya ketika Zila baru saja pulang.

"Hei, dari mana? Kata Bi Mina cuma beli makanan di depan sana. Kok lama?"

Sania tersenyum mendengarnya. "Iya, Sania cuma beli makan doang kok. Ini," jawabnya mengangkat beberapa bungkus makanan yang ia bawa.

"Terus, Sania ketemu Angkasa. Jadi jalan-jalan dulu deh," lanjutnya.

Zila tersenyum mendengarnya mengetahui Angkasa adalah alasan untuk senyuman Sania malam ini.

"Ke kamar Sania yuk, Ma. Sania mau cerita banyak sama Mama," ajaknya antusias. Namun tatapan Sania mengamati sekeliling seolah tengah mencari keberadaan seseorang. "Papa mana?"

"Papa lembur, Sania. Ceritanya sama Mama dulu aja ya?"

Sania mengangguk. "Ayo, Ma!"

Zila sedikit merasa tenang mendengar apa yang Sania ceritakan. Ditengah kesibukannya, Angkasa selalu ada untuk putrinya meskipun jauh sebelum ini hubungan keduanya terbilang tak baik-baik saja. Sania lebih pendiam, lain dengan sekarang. Zila mengenal Angkasa sejak pertama kali mereka memulai hubungan.

"Salah nggak sih, Ma? Kalau Sania masih sayang sama Angkasa?"

Zila menggeleng. "Mama yakin Angkasa juga sayang sama kamu."

*****

Setelah mendapat pesan balasan dari Angkasa, bukannya merasa lega, Raya justru merasa ragu. Banyak asumsi-asumsi overthinking yang mendadak muncul dalam benaknya. Namun berkali-kali hatinya meyakinkan bahwa Angkasa tidak akan berbohong. Raya merasakan matanya semakin berat saat rasa kantuk semakin menguasai dirinya. Padahal rencananya ia akan tidur lebih larut mengingat besok adalah hari libur.

oo00oo

ANGKASA RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang