Tertuju kepada 145 di Tanah Jawa, 2022
“Semoga dilindungi selalu.”
Aku terjaga dari tidur mendengarkan suara kanda di luar rumah. Mendengarkan suara-suara yang tidak asing itu membawa diriku pada jam dinding. Jelas terpamer sudah 12:51 pagi, akhirnya aku bangkit dari ranjang. Menanti kanda sehingga ia pun muncul di pintu seraya menutupnya."Dinda kebangun ya, sayang?" aku diam.
Maka lampu pun dipadam, Yanto menghampiri kasur dan berbaring di sampingku. Walaupun sudah gelap, aku dapat menatapi wajah kanda dengan samar-samar. "Kanda bangunkan dinda tapi adinda bobonya pulas sangat.. lelah sepertinya ya?" soal Yanto lagi. Suasana menjadi hening atas kerana aku masih separuh sedar. Aku masih belum terasa segar mata sebaik bangun, kira-kira sudah 3 jam berlalu aku beradu sepertinya.
"Fiyan baikkah hari ini, sayang? Apa dia nakal di perut ibu saat kanda di kerjaan tadi." perutku diusap lembut, aku hanya menggeleng perlahan. "Alhamdulillah sayang.. kanda senang dengarnya dinda, besok kanda libur. Kanda minta izin 2 hari buat bersama dinda. Kita bisa jalan-jalan dan beli barang baby, ya?" jelas kanda dengan berbisik perlahan. Hatiku sedikit senang setelah mendengarkannya.
"Betul kanda sayang? Matur suwun kekasih, maafkan dinda tertidur tadi ya.. semoga hari kita berjalan lancar esok kanda." kanda menarik tubuhku, kami mendekat diri sesama sebelum dahiku dikucup Yanto. Lalu ia melakar senyuman manis di bibirnya. Seketika itu suasana kamar kembali lengang bersama belaian usapan rambut darinya.
Awal pagi, kami tidak merencanakan untuk pergi kemana diawal pagi terdahulu. Aku mengerti Yanto di dalam posisi penat lelah dari kerjanya beberapa hari ini yang lembur sentiasa. Selepas selesai membereskan ruang tengah, ku bawa nampan terdapati sup. Tak lama kemudian aku mendengar rengekan kecil dari Yanto di kamar, sepertinya dia baru sahaja terbangun dari tidurnya.
"Dinda mam apa sayang?" soal kanda dalam keadaan rambutnya yang jabrik bahkan tidak mandi semalaman. "Dinda bikin sup buat dinda, kanda. Apa kanda mau?" aku menipiskan senyuman. Dengan akurnya, kanda pun mengangguk kecil. Sampingku tidak lengang lagi. Tiba-tiba tangannya menjadi perih seketika selepas menyentuh mangkuk sup. Yanto berteriak kecil. "Ih! Masih panas dinda huhu, kanda kira lama sudah dinda masaknya." adunya manja.
Dengan spontan aku ketawa kecil, "Nah kan, berarti dinda harus suap kanda dulu. Jangan terburu-buru kanda sayang.. bandel ini." tangan Yanto diusap, "Ih! Ta la kekasih, kanda ta bandel tau! Melawan ni suami.. melawan.." aku tergamam akhirnya. Lantas tangan Yanto dicubit kuat "Yasudah baik, kanda menang! Yanto 1, Fifi 0, damai!"
"Adinda..!"
Hasilnya tubuh dan perut ku digelitik gara-gara meninggikan nada suara dan mendada terhadap kanda. Sementara suasana di ruang tamu sedikit riuh dengan canda dan tawa manja. "Sehabis mam kita bersiap ya sayang, kita cari toko barang baby buat belanja barang Fiyan." aku menurut. Hari yang sukar untuk didapatkan adalah hari disaat Yanto tidak bekerja dan sibuk, waktu aku dengannya akan terasa begitu singkat sekali. Ibarat bertemu sekali dalam sebulan.
Tapi inilah waktunya yang membuatkan aku merasa senang dan bahagia, disaat tiba waktunya kita untuk meluangkan waktu bersama. Hakikatnya semua ini tak mudah jika dilihat dari sekadar kata, aku harus mengerti kanda yang sibuk mencari rezeki. Atas sabarnya yang begitu mendalam terhadap ku, tidak dapat dibayangkan setinggi mana kesabarannya.
Selesai memberes di dapur, dengan drastiknya kanda menarik lenganku menuju ke kamar mandi tanpa sebarang pertahanan dari ku. Tanpa soalan atau permintaan, bahkan kata-kata dari bibir buat kali terakhir sebelum melangkah ke kamar mandi. Tiba-tiba terjerumus ke dalam nasib ku ini. Selang beberapa puluh minit, aku menganti pakaian yang bersih dan selesa. Tanpa melengahkan masa aku mempercepatkan persiapan hari ini.
Kali ini kanda menyeru namaku di ranjang kasur, "Duduk sebentar dinda di sini." aku mengumam, kanda menarik tanganku ke atas pehanya. Kemudian ia mengeluarkan gelang tangan sederhana dari tas hitamnya. "Apa itu kanda? Gelang untuk adinda, ya?" soalku heran.
"Sederhana saja, tapi ikhlas kanda bikin buat istri kanda. Apa dinda ta apa sayang pakai gelang ini?" soal Yanto sesudah memakaikan ia. Mata kami bertemu. "Kenapa cakap seperti itu kanda.. dinda senang kanda buatkan untuk dinda. Cantik apalagi setimpal dengan pergelangan tangan dinda. Kapan kanda buatnya kanda sayang?" disentuh kekura tanganku berkulit putih, akhirnya Yanto mendaratkan ciuman kecil di tanganku. "Makasih ya, adinda sayang. Kanda bikinnya kemarin lalu, kanda khuatir jika dinda ta sukakan.. ternyata cocok di tangan dinda.. Ini tandanya kita tetap bersama bertiga walau dimana pun, yah? Kanda dan adinda, bersama anak kita Fiyan."
Kemas tutur bicaranya, aku angguk dalam sekelumit ukiran senyum disaat ini. Aku masih diselubungi rasa segan dan malu dihadapan kanda walau sudah bersama lama, tangan Yanto disalam.
Sekitar jam 12:09 pagi kami berangkat ke luar kota mencari toko barangan keperluan bayi. Perjalanan menjadi sedikit jauh apabila beberapa toko sudah aku tolak. 10 minit kini beranjak 15 minit, kanda menghentikan mobil di hadapan toko barangan bayi. Wajahku dipandang diiringi keningnya terangkat. "Gimana, dinda? Kita coba liat dulu, siapa tau sesuai dengan keinginan kita." cadang Yanto yakin. Lambat laun aku menyerah diri.
Kanda membantuku di setiap langkah, di dalam toko itu, kami disapa baik. Aku tak ingin membeli pakaian bayi terlalu banyak, kerana mereka cepat membesar. Pelbagai barangan dicari sudah tersedia, pertamanya kami berada di ruangan pakaian bayi. Dalam kelekaan melamun ke arah pakaian-pakaian itu, pinggangku diusap lembut.
"Kanda suka biru. Dinda suka putih y-"
"Ayangni!" ayat kanda dipotong pantas.
"Kita emang udah jodoh, ratuku.."
Kami tertawa perlahan. Apa yang diduga oleh kanda memang benar, tidak ada salah disaat dia sedang menebak sesuatu. "Kita ambil yang putih dan biru buat Fiyan, dinda suka warna yang adem seperti ini kanda. Mungkin.. dia juga suka dino ya..?" aku mengapai baju bayi bermotif Dinosaur kecil. Kanda mengangguk mengusap kepalaku. "Jika menurut ibunya Fiyan suka dino, apa yang yayah dan ibunya suka kita akan turunkan ke Fiyan." kanda mengambil baju itu dariku.
Setelah itu kami membeli sedikit barang keperluan, semisalnya seperti tas kecil bayi untukku membawa kemana saja, bantal dan tilam berwarna putih, feeding dan pakaiannya. Akhirnya beres barangan yang perlu dibeli itu, aku senang setelah melihat barangan bayi di dalam toko, cukup saja untuk aku yang berjiwa ibu melepaskan pandangan senang. Hari demi hari berlalu setelah habis waktunya membeli pakaian Fiyan, mama mengirim sekotak kado barangan bayi juga dari Malaysia, aku khuatir jika pakaian Fiyan terlalu banyak kerana bayi cepat membesar. Jika ada rezeki seterusnya, aku menyimpan terdahulu untuk anak kecil yang lain. Baju-baju itu akan berguna untuk mereka yang seterusnya setelah ini.
YOU ARE READING
Ningsun Kakanda
RomanceSaudade adalah kerinduan yang menyedihkan akan sesuatu yang kemungkinan besar akan hilang selamanya. Ketika kita mengakui bahwa segalanya telah berubah dan bahwa kamu dan semua orang tidak akan pernah sama lagi. Diantara sepasang kekasih serumpun wa...