9.Keputusan

19 7 0
                                    

-Jangan biarkan kekecewaan menghancurkan harapan. Ketika dia meninggalkanmu, dunia tak pernah berhenti memberikan harapan dan peluang baru untukmu-
--------

Leo menikmati makanannya dengan lahap. Saat ini ia masih berada di kantin sekolah, berencana mengisi perut dengan tenang sebelum pergi ke bengkel otomotif.

Namun, nampaknya mulut Ale dan Farhan tak bisa membiarkan hal itu terjadi karena sedari tadi mereka mengganggu Leo dengan pertanyaan tak jelas.

“Lo beneran udah jadian sama Senja, Le?” Tanya Ale. “Wah, lo harus ngasih PJ dong!”

“Kok lo bisa jadian sama Mbak Boy itu sih, Le?” Heran Farhan. “Padahal anak TGB sama TKJ lebih bohay dan aduhai” komen Farhan merasa tak percaya.

Kemarin Leo memposting foto berdua bersama Senja di akun gadis itu sehingga membuat teman-temannya salah paham. Namun Leo tak ambil pusing dan tak berniat menjelaskan.

"Nah, ini dia bintang utamanya" seru Ale menunjuk Senja yang baru datang bersama Adin membuat Leo menoleh.

"Oh... kalian lagi gibahin gue?" Tanya Senja yang baru saja duduk di sebelah Leo.

"Duduk aja harus di sebelah ayang" celetuk Farhan yang dibalas tawa oleh Ale.

"Oh... pasti kalian pada ngira gue jadian sama Leo ye, kan?" Ucap Senja seraya menunjuk satu persatu temannya.

"Emang iya, kan?" Seru Ale.

"Hahahah" Senja kembali tertawa. "Kena prank lo semua"

"Eihhh" Ale dan Farhan melongo.

"Udah lah... berhubung gue lagi seneng, gue traktir lo pada" ucap Senja membuat teman-temannya girang, kecuali Leo tentunya. Laki-laki itu tampak murung.

"Es teh doang tapi" lanjut Senja membuat teman-temannya protes.

"Nggak bisa gitu dong" seru Farhan. "Harus sekalian sama makanannya juga"

"Dasar manusia tidak tahu diri" celetuk Senja membuat Adin terbahak.

"Mau kemana kau, Bro?" Tanya Ale begitu melihat Leo beranjak.

"Gue mau ke bengkel bentar" ucap Leo seraya menyampirkan tasnya.

"Habisin makanan lo dulu" ucap Leo menahan bahu Senja yang hendak ikut dengannya. "Bentar aja, nanti gue ke sini lagi" lanjut Leo yang diangguki Senja.

Leo berjalan menuju bengkel untuk menemui Arli, salah satu guru pembimbing otomotif.

“Akhirnya kamu berubah pikiran juga” ujar Arli begitu menerima berkas dari Leo. Awalnya guru berusia dua puluh enam tahun itu kesulitan saat membujuk Leo.

Leo hanya menampilkan seulas senyumnya.

“Baiklah, Leo... nanti Pak Arli akan beritahu informasi lanjutannya” ucap Arli setelah memeriksa berkas yang Leo bawa.

“Baik, Pak" Leo memgangguk pelan. "Kalau begitu, saya permisi” pamit Leo mencium tangan Arli sebelum pergi.

***

Alka berjalan menghampiri gadis kecil yang baru saja terjatuh dari sepeda.

“Rhea, kamu nggak papa?” Tanya Alka begitu tahu kalau gadis itu adalah Rhea, putrinya Alia—teman mendiang Ibunya sekaligus orang yang berjasa di hidup Alka.

Dulu, setelah Ibunya meninggal, Alka yang masih duduk di bangku SMK tahun pertama harus berpikir keras untuk melanjutkan hidupnya yang sebatang kara.

Namun pemikirannya segera ditepis oleh kedatangan Alia yang menganggap Alka layaknya keluarga dan memperlakukannya dengan baik.

Jika saja Alka menerima tawaran Alia waktu itu, mungkin Rhea sudah menjadi adiknya dan ia akan tinggal bersama dengan gadis kecil itu.

Namun Alka merasa segan dan tidak ingin merepotkan lebih banyak. Bisa bekerja sekaligus tinggal di toko milik Alia saja ia sudah bersyukur waktu itu.

“Gimana? Masih sakit?” Tanya Alka begitu selesai membersihkan luka di lutut Rhea dan menutupnya dengan plester yang ia beli di warung terdekat tadi.

Rhea menggeleng.

“Terimakasih, Kak Alka” ucap Rhea dengan senyum manisnya.

Alka mengangguk seraya tersenyum simpul.

“Rhea mau ke mana?” Tanya Alka pada gadis yang masih duduk di bangku SD tahun kelima itu.

“Rhea mau ke toko Mama” balas Rhea yang sudah beranjak dan kembali menaiki sepedanya.

“Wah kebetulan” ucap Alka ikut beranjak. “Kak Alka sekalian nebeng ya, Rhea” lanjut Alka seraya duduk di boncengan sepeda milik Rhea yang begitu pendek.

“Oke” balas Rhea. “Tapi Kak Alka yang ngayuh sepedanya dari belakang, ya?”

“Oke!” Seru Alka mengacungkan jempolnya.


***

Leo menatap Alia yang terdiam tak seperti biasanya membuatnya semakin merasa bersalah.

“Mama masih marah?” Tanya Leo hati-hati.

“Menurut kamu?” Alia memasang wajah garang.

Leo menghembuskan napas pelan. “Maafin Leo, Ma” ujar Leo kemudian. “Tapi ini keputusan Leo”

Alia memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Leo kemudian menyeka sudut matanya yang berair.

“Ma?” Panggil Leo menggenggam tangan Alia. “Mama, udahan dong marahnya” pinta Leo dengan nada memohon.

Alia beranjak, meninggalkan Leo yang ternyata ikut beranjak dan mengikutinya.

“Ma” panggil Leo masih mengikuti Alia yang kini sok menyibukkan diri dengan mengecek stok rotinya.

“Mama”

Akhirnya Leo memeluk perut Alia, laki-laki itu tak menghiraukan tatapan dua pegawai perempuan Alia yang kini tengah menahan senyumnya.

“Ish, apaan sih Leo?” Alia mencoba melepaskan tangan Leo yang melingkar di perutnya.

“Pokoknya Leo nggak mau lepasin Mama sebelum Mama berhenti marah sama Leo”

Alia berdecih pelan. “Setidaknya kasih waktu buat Mama merajuk dong?” Kesal Alia. “Memangnya Mama bisa ikhlasin kamu pergi ke sana gitu aja?”

Leo menyandarkan pipinya pada punggung Alia. “Tapi ini keputusan Leo, Ma” cicit Leo. “Restuin Leo buat pergi ke sana ya? Ya, ya, ya?” Bujuk Leo.

“Tante Alia” panggil seorang perempuan membuat Alia—bahkan Leo ikut menengok.

“Eh, Alka” sapa Alia yang kini sudah terlepas dari tempelan Leo.

“Ish, Bang Leo malu-maluin banget sih?” Kini Rhea yang bersuara. Gadis kecil itu memandang Leo dengan wajah mengernyit.

Mengabaikan cibiran Rhea, Leo justru memandang Alka dengan kedua alis bertaut.

'Bukannya itu cewek 'budek' waktu itu?'

A Great Couple[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang