Jum'at Berkah

0 0 0
                                    


Happy reading


Empat pemotor remaja sedang melaju motornya dengan santai, motor motor itu berjejer rapi di jalan yang tampak sepi, tengah siang yang cerah dengan matahari yang sangat terik, di dipinggiran jalan di tumbuhi pepohonan rindang, angin yang berhembus kencang menyapu wajah anak remaja itu, mereka menikmati perjalanan ini seraya merasakan keteduhan alam yang masih terjaga.

“Woii bentar lagi sampai” teriak Diki di atas motor melirik teman temannya yang lebih dulu melajukan motornya.

Septian mengacungkan jempolnya, kali ini mereka akan pergi kerumah Diki untuk memulai rutinitas mingguan mereka sebelum Jum’at.

“Bahan bahannya udah lengkap belum?” Tanya Aldo segera turun dari motor setelah sampai di tempat tujuan mereka.

“Udah keknya nih” ujar Dika seraya mengangkat kresek besar yang tergantung di motornya.

Rumah sederhana didominasi dengan warna coklat tua, lebih tepatnya rumah kayu, rumah itu tampak sangat terawat dan indah, pagar dari kayu yang mengelilingi rumah, rerumputan hijau halus di pekarangan di sertai tanaman bunga matahari dan anggrek dengan berbagai macam variasinya, membuat rumah itu nyaman di lihat mata.

“Buruan kawan kawan ku, nanti telatt” ujar Dika melenggang memasuki rumah, mengabaikan teman temannya yang sedang berusaha mengangkat beberapa kresek bahan masakan.

“Woii Lo bantuin kek babi” ujar Dika menatap punggung Diki dengan tajam, membuat sang empu melirik ke belakang.

“Sory manusia, gue ini babi gak bisa angkat barang” ujar Diki langsung berlari kedalam rumahnya sebelum mendapatkan Bogeman mentah dari Dika.

“Angkat aja lah jangan banyak gaya Lo pada” ujar Septian mendahului Dika dan Aldo sambil membawa dua kantong besar di tangannya.

“MAA DIKI PULANGGG” teriak Diki menggema di seluruh ruangan, namun tak ada sahutan dari seseorang yang dia panggil.

“Lagi gak ada di rumah kali ya” gumam Diki.

“Yaudah kawan kawan ku mari langsung ke dapur” ucap Diki bagaikan komandan yang memerintah prajurit nya.

Aldo memutar bola matanya malas “nih bantuin angkat” ujar Aldo memberikan langsung kresek besar ketangan Diki.

“Yaelah lima langkah lagi bang, masa bagi ke gue kantong nya mana besar lagi” ujar Diki merenggut kesal sambil berjalan.

“Setidaknya Lo bantuin angkat” ujar Dika menatap Diki dengan wajah tengilnya, membuat Diki memelas.

Septian terkekeh dengan para sahabatnya itu membuat dia menggelengkan kepala dengan tingkah tingkah abstrutnya.

“Yaudah sekarang mulai dari mana?” Ujar Septian mengeluarkan bahan bahan dari kresek itu.

“Kali ini kita buat nasi bungkus aja gimana sep, bosan gue buat goreng bakwan terus” ujar Dika memasuki daging sapi, ikan dan ayam kedalam kulkas.

“Yaudah langsung aja buat, yaelah Dika lu suruh buat nasi bungkus kenapa tu daging lu masukin kedalam kulkas, mending di bersihin dulu” ujar Aldo segera menyambar daging di tangan Dika.

“Santai bro” ujar Dika mengelus dadanya karena kaget dengan nada tinggi Aldo.

“Yaudah kita buat ayam rendang, daging rendang, sama cumi rendang” ujar Diki antusias.

“Buat varian lain lah kii masa iya buatnya rendang semua” ujar Septian mengacak rambut Diki membuat Diki geli.

“Gak usah pegang juga lah, aku ini bukan mantan mu” ujar Diki meloncat loncat geli membuat septian terkekeh.

“Kali ini menunya kita buat, daging rendang, ayam bakar sama cumi balado” ujar Septian memberi saran.

“Gue setuju” teriak Dika dan Aldo dibelakang dapur yang sedang membersihkan daging daging.

“Yaudah gue bersihin dulu cabainya” ujar Septian.

“Nih udah siap, Ki kita buat tempat pembakaran lah untuk buat ayam bakar” ujar Dika merangkul Diki kebelakang dapur memulai mencari bekas bekas tempurung sebagai bahan bakar.

“Sini gue gantiin, Lo buat aja bumbu bumbunya, nanti tinggal di aduk rata aja masakannya biar gak ribet” ujar Aldo mengambil posisi di depan westafel.

Septian memang jago membuat bumbu masakan hingga membuat makanan yang mereka buat mempunyai rasa yang khas, tentu itu resep dari mama tercintanya.

“WOI LO BAIK BAIK LAH TIUPNYA, BAU ASEP GUEE, UHUK UHUK” teriak Dika di belakang dapur, siapa lagi kalau bukan Diki penyebab dari teriakan itu.

“Kok bau gue anying” ujar Septian merasa namanya di bawa dalam teriakan Dika.

“Asap gue typo” ujar Dika mengipas asap itu kembali ke Diki.

“SANTAI DEH BANGSAT, INI TUH ASAP” ujar Diki mengipas kembali dengan kuat asap itu ke arah Dika.

“Lo pada ngapain, hahahaha” Aldo yang baru saja menyusul Diki dan Dika untuk memberikan ayam dan bumbu bakarnya di buat tertawa dengan tingkah mereka.

Sekarang wajah kedua anak remaja itu sudah comot dengan arang.

“Ada ada aja kalian” ujar Septian terkekeh.

Tiga jam berlalu bagi mereka yang sudah berkutat dengan dapur sedari tadi, makanan yang sudah di hidangkan di meja makan dengan sangat banyak, makanan yang benar benar menggoda untuk dimakan.
“Udah mau Jumat nih” ujar Septian melirik jam yang melingkar manis  tangannya.

“ini semua serahin aja sama mama gue, biar mama aja yang masukin kedalam kotak” Diki bangkit dari duduknya segera mengambilnya kunci motor yang ada di samping meja makan.

“Yaudah yuk lah pergi shalat” Aldo mengikuti langkah Diki yang di bontoti oleh para sahabatnya di belakang.

🌠

Di sore hari yang tampak cerah mendukung Septian dan kawan kawan sedang membagikan nasi kotak di pusat kota, banyak nya para pengendara motor yang segera ingin cepat pulang setelah seharian bekerja.

Septian membagikan dengan senyuman di bibir yang tak pernah luntur, keringat  bercucuran di dahinya tidak mematahkan semangat Septian dan kawan kawan untuk berbuat baik di hari Jum’at yang berkah.

Setelah selesai membagi kan nasi kotak itu, senyuman yang awalnya mengembang seketika hilang di terpa angin begitu saja, tatapannya yang sendu menatap seorang gadis yang dia cintai, tersenyum manis pada laki laki lain.

“Lia biasanya senyuman itu hanya kamu berikan untuk ku bukan? Namun sekarang tidak lagi ya” batin Septian berusaha tetap tegar.

🌠

16 maret 2023

Pencet bintang bintang nyaa weeii😘

 PIECE OF HEART Septian Athalia (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang