20. Ujian (Hidup)

95 15 8
                                    

Aku lagi suka update, hehe
Semoga ga bosen bacanya
Enjoy reading, fwends!♡

Aku lagi suka update, heheSemoga ga bosen bacanyaEnjoy reading, fwends!♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kamu nggak pa-pa?"

Sang nona mengangguk kecil tanpa membalas pertanyaan yang ia sendiri tau apa jawabannya.

Tidak baik-baik saja.

Mereka berdua saling bertatapan dengan makna tersirat hingga salah satu pihak memutuskan kontak mata sembari memainkan anca jemari, gugup. Lutut hingga tumitnya bergetar tak bisa diam, beserta labium yang digigitnya keras-keras yang nantinya mungkin akan membekas merah rudira.

Di sepanjang heningnya mereka, tuan rumah bersurai hitam lebat itu terus menaruh atensi benih pada nona tersebut usai meletakkan segelas minuman hangat yang dibuatnya sendiri. Netra kenarinya menelisik saksama head to toe sampai fokus Ela terhenti pada ruam biru yang membekas di pundak hingga lengannya.

Ia bergidik ngeri dan langsung merasakan nyeri di sekitar tubuhnya sendiri.

Demi mencegah kecanggungan yang ada, ia berinisiatif untuk membuka suara terlebih dahulu.
"Umm... maaf. Aku boleh tau nama kamu?" tanyanya hati-hati. Mengingat dirinya lah yang bersandiwara sebagai kawan dekat perempuan itu di hadapan para tetua, hingga mereka berakhir di hunian satu atap miliknya dengan perasaan canggung yang menyelimuti.

Perlahan, kanvas rupanya yang tertutupi oleh helaian rambut pendek, kini mulai mendongak. Daksa kurus yang pucat namun tersentuh ruam-ruam biru pun bersuara, "Sekar."

Asmanya disebut, lawan bicaranya spontan melebarkan obsidian dengan penuh tanya. "NgㅡYa?"

Sungguh, dia kepalang kaget saat daksa yang duduk di depannya itu menyebut nama tengahnya. Bertemu saja baru hari ini, bagaimana bisa dia tau nama panggilannya sehari-hari? Apakah dia cenayang? Pikir si nona dalam hati.

Masih terbalut rasa terkejut, gadis kelas delapan itu melanjutkan perkataan. "Itu namaku."

"Ohㅡhah?" Sekar membolakan jelaganya sekali lagi sebelum ranum merahnya mengembang sempurna. "Nama kita sama tau!" pekik perempuan mungil tersebut.

Kini, gantian nona Sekar di hadapannya lah yang berdebar-debar sebab terkejut mengetahui fakta baru saja.

"Sama?" Ia justru melempar pertanyaan balik kepadanya.

Mengangguk lugas hingga surai yang menjuntai nampak berumbai-rumbai. "Iya! Kita kaya kembar tau! Namaku juga Sekar!" balasnya girang, seolah menemukan teman main baru di sekitar komplek.

'Tapi sebenarnya namaku itu Wulan...' ucap bocah kelas dua SD tersebut.

Sebenarnya, ada alasan mengapa ia memperkenalkan diri dengan asma bermaknakan bunga. Kakak kelas Bayu Renjana itu ingin... jika Sekar hanya mengingatnya sebagai 'orang lain,' bukan sebagai Wulan di kemudian hari. Ia terlampau takut jika dirinya tak dapat hidup panjang, setidaknya Sekar bisa mengingat bahwa ada kenalannya memiliki nama yang sama dengan ia.

Lentera Malam | JakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang