5. Perihal Pertengkaran

19 3 1
                                    

Hari Minggu, hari yang sangat dinanti bagi pelajar seperti Edda Doortje

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Minggu, hari yang sangat dinanti bagi pelajar seperti Edda Doortje. Kebiasaannya dalam satu hari kemarin selalu penuh, jadi Edda ingin menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga, meski tetap saja orang tuanya akan menyuruh ini itu kepada Edda. Bila hari biasa, Edda bersekolah dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang, lanjut Edda bekerja di sebuah konveksi pembuat kain batik sampai jam enam sore. Kebetulan kemarin hari Sabtu, dengan hari ini Edda diliburkan dari pekerjaannya.

Edda tertawa melihat kucingnya melompat-lompat tidak jelas, terutama ketika jari Edda tergigit secara tiba-tiba. Tawa Edda ini menggambarkan ketidak jelasan, antara sakit digigit atau memang lucu saja terhibur oleh tingkah si kucing.

"Edda, bisa tolong Ibu? Sebentar saja, di dapur."

"Sebentar, Bu." Gadis itu bangkit dari duduknya, meninggalkan kucing yang beralih asyik bermain dengan ekornya.

Sayang kaki Edda harus tersangkut oleh kain samping yang melilit menutupi kaki, sehingga Edda terjatuh sampai dagu terhantuk ke atas permukaan kayu rumah. Mengeluarkan bunyi 'duk' yang begitu nyaring dan terdengar sampai ke dapur, sontak di sana sang ibu berteriak khawatir. Meninggalkan dapur yang entah mungkin aman untuk ditinggalkan ataupun tidak, yang pasti jantung Hanah berpacu begitu cepat.

"Astaga, Edda, kamu ini ceroboh sekali!"

Meski nada bicara Hanah begitu melengking menunjukkan kemarahannya, tetap saja wanita itu khawatir dan tidak mau putrinya kenapa-napa. Hanah memeriksa tiap-tiap bagian yang sekitanya berbenturan dengan permukaan kayu rumah ini, mengusap kulit yang melebam secara tiba-tiba agar rasa sakit sedikit berkurang

Pertengkaran kemarin yang di depan pintu rumah masih terasa hawanya hingga detik ini, bahkan Dimas pun sudah kebingungan mencari cara lain agar istri dan putrinya bisa berkomunikasi kembali. Sekarang adalah pertama kali Hanah dan Edda beriteraksi setelah berjam-jam mereka saling berdiam diri.

Semalam Dimas mencoba membujuk Hanah sebelum tidur, supaya lebih dulu mengawali pembicaraan dengan sang putri. Dimas juga berkata bahwa untuk membuat anak itu mengakui kesalahan memang cukup sulit, Edda sangat keras kepala, Hanah harus mengingat poin penting itu.

Rencana Hanah untuk berbaikan dengan Edda gagal, Edda kembali membuat ulah.

"Sudah Ibu bilang, kamu tidak pantas memakai kain samping seperti ini, Edda," omel Hanah menggerutu, selepas Hanah turut membantu dan mengecek rasa sakit yang diterima Edda.

"Apa salahnya aku memakai karya tanganku sendiri?" timpal Edda. Sontak mata Hanah membelalak akibat perlawanan putrinya.

Hanah menjepit hidung mancung Edda dengan kuat hingga warna kulitnya memerah padam. Edda meringis kesakitan, tapi ia tidak berani menghempas tangan Ibunya dan tegar menerima kesalahan. Edda sadar membantah ucapan Ibu adalah hal yang salah.

"Sudah, jangan mengelak. Ganti bajumu dengan baju yang biasa dipakai, setelah itu ke dapur untuk membantu Ibu."

Edda menghela napas panjang, menatap punggung Ibunya yang mulai hilang menjauh belok ke daput. Gadis itu kemudian menuruti perintah Ibunya, masuk ke kamar untuk mengganti pakaian.

Pengkhianatan di Atas Kehormatan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang