⚠️Warning : harsh word, dark jokes, religion, sensitive content 17+⚠️
Satria menurunkan kembali ponselnya. Muak dengan topik yang tengah merebak.
Sejujurnya ─bagi Satria, tak apa jika namanya dicantelkan dengan rumor tak baik. Ia tak begitu peduli. Toh sedari masuk SMA dirinya telah menjadi langganan tetap base sekolah. Selain mampir di time line karena sumbangan pointnya selama berlaga, Satria juga aktif mencari gara-gara.
Lain dengan Askara. Satria menjadi sedikit terintimidasi tiap ada omong kosong yang menyeret nama sahabatnya. Bagi Satria, Askara berada di tingkat yang berbeda. Mengesampingkan perihal sering absen dan datang terlambat, Askara tak begitu banyak tingkahnya. Namanya hanya akan muncul di base utama, Pak Riyan ─bidang kurikulum dan kesiswaan─ selaku admin nampaknya bahkan memiliki berbagai macam potret Askara dengan piala penghargaan.
Singkatnya, Askara tak menaruh minat untuk mengurusi hidup orang lain, lantas mengapa mereka begitu tertarik mengusik kehidupannya?
Seandainya orang-orang tahu apa arti Askara bagi Satria. Apa mereka masih akan menilai dengan perspektif yang sama?Ada begitu banyak semantik yang tak pernah mampu Satria bubuhkan. Meski nampak sembrono, sejatinya pemuda itu begitu sensitif dan sangat observant. Jiwanya mampu menarik jiwa lainnya, hingga barangkali tanpa sadar ia mengerti tentang Askara, meski yang dilakukan hanya duduk diam tanpa mengudarakan sebait pun kata.
Sekitar beberapa langkah dari tempatnya berselonjor di teras lantai dua kostan Jatmika, ada Askara yang duduk bersandar pada pilar besi. Menikmati semilir angin yang dihantarkan pohon-pohon beringin di seberang jalan, menyapu jelaganya yang mulai memanjang.
Askara tertidur, biarlah. Satria tak ingin mengganggu, sebab ketika sudah kembali ke rumah Askara terpaksa harus terus terjaga. Penyebab masuk angin semalam sepertinya, pun lebam-lebam yang didapatnya.
Bel pulang telah berbunyi sejak setengah jam lalu namun dua anak manusia ini tak lekas kembali ke rumah mereka. Rambo, Honda Rebel kesayangan Satria mogok lagi. Mesinnya memang sudah sangat alot, maklum.. dulu Satria membeli second dari kenalan kakak kelasnya saat masih SMP. Sering bolak-balik bengkel untuk service bahkan ganti sperpart namun Satria masih enggan mengganti baru. Ada keringat dan kenangan sebab dulu Satria membelinya menggunakan uang simpanan dari hasil turnamennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GROUNDING || Jake Shim
Novela JuvenilSetiap frasa punya cerita. Bagi Askara, tanah dan langitlah yang menampung ceritanya. Begitu kedua kakinya menapak ─merasakan beceknya sisa air hujan di atas rerumputan, itulah saat ia membagi keluhnya. Kepalanya yang mendongak ─mempersilahkan gerim...