Tumbuh dewasa tanpa kedua orangtua, bukanlah hal yang mudah untuk perempuan seusia nya. Meskipun sudah tidak memiliki orangtua, bersyukurnya ia masih mempunyai om yang sudah dianggap sebagai orangtua nya.
Ia tidak mempunyai siapapun kecuali keluarga dari pihak baba nya, yaitu keluarga Al-Haddad. Keluarga dari pihak mama nya sudah meninggal semua, hanya tersisa Kayla, sepupu nya, anak dari bude Asfya. Itupun Kayla tinggal di Brunnei karena ikut dengan suaminya.
Berada di keluarga Al-Haddad merupakan kebahagiaan luar biasa untuk Sabrina, perempuan yang sekarang berusia 16 tahun. Banyak sekali teman sekolah nya yang iri dengan nya, karena Sabrina tidak pernah merasakan kesedihan, segala kebutuhan nya sangat tercukupi, pendidikan pun sudah begitu terjamin bisa sampai S3. Semua itu karena usaha keras nya baba Khafid, pagi siang malam selalu bekerja untuk Sabrina. Bahkan dikesibukan baba yang begitu padat, pasti selalu menyempatkan waktu untuk Sabrina.
•••
"baba, lusa adalah hari ibu. Apakah tante Zainab mau datang ke sekolah, menjadi wali Sabina?'' tanya Sabrina menatap wajah baba nya yang nampak kelelahan, tetapi masih saja menyempatkan untuk menemani Sabrina mengerjakan tugasnya.
"jangan, tante Zainab pasti akan datang ke acara Ibrahim, baba aja yang datang besok lusa, oke?" jawab laki berusia paruh baya itu sembari mengusap kepala Sabrina.
"baba yakin? Itu hari ibu, pasti nya nanti banyak ibu temen Sabina yang datang. Baba yakin mau datang? yang pasti mayoritas ibu-ibu yang ada disana?'' tanya Sabrina memastikan babanya.
Memang setiap ada segala sesuatu kegiatan di sekolah Sabrina, pasti Khafid akan datang. Tapi untuk acara kali ini apakah ia akan datang? Tahun lalu, hari ibu tidak diadakan di sekolahnya. Tetapi kenapa hari ini diadakan? Entahlah. Yang pasti Khafid tidak mau jika kegiatan sekolah Sabrina itu di wakilkan oleh Zainab, yang dimana Zainab sudah memiliki anak dengan kembaran nya Samuel.
"iya baba datang" jawab Khafid mantap, ia berusaha meyakinkan Sabrina bahwa sebisa mungkin semua kegiatan di sekolah Sabrina, pasti Khafid akan datang.
"baba kenapa enggak nikah aja? Biar Sabrina punya ummah, seperti Ibrahim dan teman-teman Sabrina yang lain?''
"tapi nanti baba cari istri yang juga sayang ya sama Sabina" lanjutnya.
Khafid terdiam, sampai saat ini hatinya masih mencintai Ayyis. Bahkan ia berjanji untuk selalu mempunyai 3 perempuan saja di hatinya, yaitu Mama, Ayyis, dan juga Sabrina.
"Sabina bolehin kalau baba menikah?" tanya Khafid pelan, namun terdengar di telinga Sabrina.
Sabrina mengangguk cepat, "baba ngapain nanya gitu? Jelas Sabina bolehin lah kalau baba nikah, kan baba juga harus punya kebahagiaan. Masa Sabina terus yang bahagia. Sabina juga mau punya ummah," ucap nya heboh
"Sabina mau banget ya punya ummah?" tanya Khafid lagi
"mau, tapi mungkin hati baba masih ada nama buna Ayyis ya? Yaudah baba enggak apa kok kalau mau jomblo terus." ucapnya lirih
Sabrina bahagia memiliki khafid sebagai babanya, tapi tak dapat dipungkiri bahwa ia ingin sekali merasakan kasih sayang dari seorang ibu.
"sekarang tidur, ngerjain tugasnya sudah selesai kan? Tidur ya, besok harus bangun pagi dan berangkat sekolah" ucap Khafid mengusap rambut Sabrina, sekaligus mengalihkan pembahasan karena tak mau anak nya jadi sedih karena pembahasan ini.
Sabrina menurut, ia membereskan buku dan alat tulisnya kemudian bergegas menuju kasurnya.
Setelah di pastikan Sabrina mulai terlelap, Khafid akhirnya keluar dari kamar anaknya itu.
"Sabina minta ummah lagi ya?'' tebak Samuel, kembaran nya yang sudah berdiri di depan pintu kamar Sabrina.
"sampai kapan masih cinta istri adek sendiri, Gab? Dia enggak nyata, dia hadir dalam koma lu karena lu begitu mencintainya." ucap Samuel yang sudah berdiri di depan pintu kamar Sabrina, entah dari kapan.
Samuel sudah di ceritakan oleh Khafid perihal mengapa ketika baru saja sadar, ia langsung mencari keberadaan anaknya.
"gue yakin itu nyata, gue yakin kalau Ayyis benar pernah menjadi istri gue,Sam. "
"sekarang lu tidur, lu capek seharian kerja dan langsung saja nemenin Sabina nugas." ujar Samuel yang berlalu meninggalkan Khafid sendiri
Khafid terdiam, ia terus meyakinkan dirinya bahwa Sabrina adalah anaknya dengan Ayyis. Tetapi ia sendiri tidak punya bukti, bahkan waktu setelah sadar dari koma, ia bisa melihat sendiri bagaimana Ayyis dan Fattah bergantian menggendong Sabrina sewaktu kecil, saat menjengguk nya di rumah sakit.
•••
"Sabina, kata papa, kamu pengen punya ummah ya?'' tanya Ibrahim sepupu nya, anak dari tante Zainab dan om Samuel
Samuel menatap tajam ke arah anaknya itu, apa maksud nya bertanya seperti itu ketika sedang sarapan bersama. Samuel tidak member tahu, tetapi pasti anaknya itu menguping pembicaraan nya dengan Zainab semalam.
Sabrina tak menjawab ia fokus dengan makanan di hadapan nya, sedangkan Khafid menatap anaknya khawatir takut Sabrina sakit hati atas ucapan Ibrahim.
"Sabina jangan punya ummah, mending Sabina aja yang jadi ummah" lanjut Ibrahim terkekeh
Samuel dan Gabrian mengerutkan keningnya mendengar ucapan Ibrahim, kedua twin itu saling menatap satu sama yang lain. Merasakan sesuatu yang tidak beres akan terjadi.
"maksud nya?" Sabrina yang awalnya tak peduli dengan pertanyaan Ibrahim kini di buat binggung dengan ucapan Ibrahim selanjutnya.
"ya, Sabina jadi ummah nya anak-anak Ibrahim aja" jawab Ibrahim sembari tersenyum tanpa dosa karena telah mengucapkan hal itu saat sarapan bersama pagi ini.
•••
Halo semuanya! Aku balik lagi nih, semoga di cerita kali ini pada suka yaa.Semoga feel nya jauh lebih dapat daripada cerita ZAZECGUENLO.
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa.
tandai kalau ada typo.
jangan lupa follow :
instagram : @storietab
tiktok : @storietabkalau mau bantu promosi juga boleh, pakai hastag #alhaddadwp yaa 💕
SEE YOU !
KAMU SEDANG MEMBACA
AL- HADDAD
Romance"Cintailah orang yang kau cinta sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta" (HR Tirmidzi) - Sequel da...