chapter 4

76 6 0
                                    

Izella magaritha, seorang seniman muda akhirnya memajang karya nya setelah berbulan-bulan lamanya.❞

Pameran seni diadakan secara dadakan. Banyak seniman-seniman hebat yang berpartisipasi dalam pameran ini.

Namun, lukisan dari seorang Izella Margarita adalah bintang di pameran kali ini.

Tepat setelah karya nya di pajang, museum seni kini ramai akan penggemar karya nya.

Disaat semua orang tengah heboh dengan lukisan yang telah di tunggu-tunggu. Sang pelukis karya tersebut sekarang dengan santainya memakai pakaian kasual tak lupa dengan topi dan masker untuk menyamarkan identitas dirinya.

Tepat saat ini, sang hawa berdiri di belakang ratusan orang yang sedang memuja karya nya. Sang puan hanya tersenyum, menikmati hasil karyanya sendiri.






"Karya yang indah Ella."

"Terimakasih Tante Alice." ucap Izella kepada orang yang disebelahnya.

"Jadi, siapa kah orang itu? Siapakah pangeran itu hingga bisa membuat sang putri ini jatuh hati kepadanya?" Tanya tante Alice kepada sang gadis

Izella tersenyum simpul "pangeran ini adalah cinta ku, kekasih hidupku namun aku harus berpisah dengan nya."

"Hm? Boleh aku tau kenapa?"

Pandangan Izella menjadi teduh, tampak siluet kesedihan didalam netra indah itu.

"Aku sendiri tak dapat menjawabnya, maaf."

Alice mengangguk mengerti, terkadang sebuah karya memang tak dapat di artikan dalam sebuah kata-kata.

Namun masih ada satu hal lagi yang membuatnya penasaran, siluet di lukisan Izella terlihat familiar baginya. Ia mengarahkan pandangannya kembali ke izella.

"Kalau begitu Ella, apa kau tau nama pangeran tersebut?"

Izella sedikit goyah dengan pertanyaan yang dilontarkan, namun dengan cepat ia menganggukkan kepalanya dan menjawab pertanyaan dari Alice dengan senyum tipis.

Senyum yang sangatlah indah, seindah lukisannya sendiri atau bahkan mungkin lebih.

Mulut Izella terbuka sedikit, melontarkan jawaban yang membuat manik mata Alice melebar terkejut. Saking terkejutnya ia tak dapat berkata-kata. Tetapi dengan cepat ia menetralkan kembali ekspresi wajahnya.

"Nama yang indah untuk sebuah lukisan yang indah Ella." puji Alice saat Izella memberitahu nama sang pangeran tersebut.

"Terimakasih."

Alice menganggukkan kepalanya lalu mengecek jam dipergelangan tangannya.

"Ella, sepertinya aku harus pergi. Apa tidak masalah aku tinggal?" Alice bertanya, sekilas terlihat khawatir dengan sang gadis yang nanti harus pulang sendirian.

"Oh ayolah Tante Alice, aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa menjaga diriku." Izella memutar bola matanya malas dengan seringai jahil tercetak di bibir manisnya.

Alice terkekeh dengan sifat keponakannya. Ia menganggukkan kepalanya mengerti dan berpamitan dengan Izella sembari melambaikan tangannya yang dibalas dengan lambaian balik oleh Izella.

Melihat punggung sang bibi tercinta sudah menjauh bahkan hampir tidak terlihat lagi, Izella kembali memandangi lukisannya sendiri.

Sekilas ia merasakan perasaan aneh pada dirinya. Sejujurnya ia tak tahu sama sekali tentang gerangan yang ia lukis ini.

Setiap kali ia melihat siluet orang ini, rasanya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya tetapi secara bersamaan hatinya terasa pilu. Seperti, ia tahu bahwa pangeran ini tak dapat ia gapai.

Namun, ia juga bersyukur. Setidaknya sang pangeran telah membawa seberkas cahaya hangat yang membuat dunianya sedikit berwarna.

Merasa cukup puas memandangi lukisannya dan reaksi orang-orang yang tampak puas dengan karyanya, Izella memutuskan untuk pulang. Tepat saat ia membalikkan badannya untuk pergi, ia melirik kembali sekilas ke lukisan tersebut dan tersenyum tipis. Seketika beban ditubuhnya hilang dan tubuhnya terasa lebih ringan.

Sepertinya Izella akan tidur dengan nyenyak malam ini.





















Di sisi lain, seorang wanita berambut blonde duduk termenung didalam taksi dalam perjalanan kerumahnya.

Ia mengingat perkataan sang ponakan yang membuat nya termangu.

Sekilas seringai tipis terlukis di wajah rupawan nya.

"Rhinedottir, sekarang aku mengerti maksud mu. Sepertinya dia benar-benar akan menjadi ciptaan mu yang paling sempurna."



































"i named him the kreideprinz."











Fantasy || AlbedoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang