Thala merasakan rasa asing dihatinya, rasa sedih yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sambil menunggu angkutan umum di depan sekolahnya, Thala merenung menyalahkan dirinya sendiri karena rasa sedih yang ia rasakan. Thala merasa bersalah karena tidak ikut merasakan senang ketika sahabatnya senang. Seharusnya Thala dengan senyum gembira mengucapkan hati-hati kepada sahabatnya yang akhirnya bisa bersatu dengan pujaan hatinya. Cukup lama melamun, Thala sampai tidak menyadari bahwa angkutan umum terakhir sudah melewatinya. Ia lagi-lagi merutuki dirinya sendiri.
Dasar bodoh! Kenapa jadi gak fokus gini sih? Batin Thala.
Tak ada cara lain selain memanfaatkan kakinya, Thala dengan gontai melangkahkan kakinya untuk pulang kerumah namun tak jauh melangkah dari belakang tubuhnya terdengar suara teriakan Sara memanggil namanya.
"Thala! Stop dulu, Kak. Sebentar." Pintanya pada Rio.
"Sara? Gue kira lo udah pulang."
"Belum, tadi nungguin kak Rio ngobrol dulu sama temen-temennya. Btw, kok lo jalan sih? Emang angkotnya udah lewat?"
Thala dengan wajah lesunya menjawab, "Iya udah lewat. Jadi ya mau gak mau gue jalan."
"Kalo gitu lo bareng gue aja!"
Kali ini tak hanya wajah Thala yang kebingungan melainkan Rio pun sampai memutar tubuhnya untuk melihat wajah Sara yang memang yakin dengan penuturannya.
"Iya bareng gue sama kak Rio, ini muat buat satu orang lagi."
Thala dan Rio saling menatap kebingungan dengan tingkah Sara yang memang tidak pernah bisa ditebak.
"Apasih kalian berdua? Udah ayo sini, Thal." Ucap Sara menuntun Thala untuk duduk di jok paling belakang, "Gapapa kan, Kak?" tanyanya pada Rio.
"Terserah."
"Tuh, naik cepet, Thal!" ucap Sara dengan semangat.
Thala menatap Rio yang juga sedang menatapnya dari spion motor. Lalu Thala menggumamkan kata maaf pada Rio dan dibalas dengan kekehan tipis.Perjalanan yang cukup jauh ditempuh untuk sampai kerumah Thala membuat suasana terasa kaku. Itu yang dirasakan Thala selama perjalanan, ya hanya dirinya. Sedangkan Sara selalu saja ada topik untuk berbincang dengan Rio yang beberapa kali diabaikan namun tetap tidak membuat Sara bungkam. Sebenarnya itu salah satu keuntungan untuk Thala karena mereka tidak peduli keberadaannya di belakang. Jadi ia tak harus bersusah payah ikut berbincang yang isinya hanya godaan dari Sara untuk Rio. Sahabatnya itu benar-benar tidak memiliki malu. Bahkan saat mata orang-orang menatap mereka yang berada dalam satu motor bertiga tidak membuat Sara sungkan. Sesekali ia melambaikan tangannya kepada orang lain seakan-akan ia seorang bintang. Thala selalu saja menggelengkan kepalanya dengan semua tingkah Sara. Yang tanpa Thala ketahui, senyuman Rio lagi-lagi mengembang karena wajah Thala yang menurutnya menggemaskan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell
Teen FictionThala terlambat dalam memahami rasa cinta yang ia miliki. Apakah acara perpisahan sekolahnya menjadi jawaban bahwa memang cintanya harus diakhiri? atau kata selamat tinggal adalah lembaran baru untuk menjalani kisah selanjutnya?