Ini adalah latihan terakhir untuk acara perpisahan anak kelas 12 di SMA Antariksa. Thala berusaha fokus dengan nyanyiannya walaupun entah sejak kapan ia selalu ingin menatap mata yang sama yang membuatnya merasakan desiran hangat dihatinya. Tubuhnya memaksa untuk berbalik dan menatap mata pemain drum yang selalu bersemangat di tiap pukulannya. Mata yang tiba-tiba saja menjadi kesukaannya tanpa ia rencanakan. Mata yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya padahal selama dua tahun Thala tidak merasakan apa-apa sebelumnya.
"Thala? Lo kaku banget nyanyinya? Gausah gugup, nyantai aja." Ucap Hans dengan tetap memainkan gitarnya dengan mudah.
Thala mengangguk lalu tersenyum tipis sebagai jawaban. Thala berusaha kembali menetralkan debaran jantungnya agar bisa bersikap seperti biasa. Beberapa detik memejamkan matanya, Thala berusaha membawa tubuhnya kesana kemari untuk menguasai panggung. Tapi belum berani untuk berbalik sampai akhirnya dirasa kekuatannya penuh, Thala membalikkan tubuhnya dan matanya bertubrukan dengan mata Rio yang lurus memandangnya dengan senyuman. Bukan senyuman tipis, senyuman lebar yang membuat matanya hampir menyerupai bulan sabit. Yang tanpa Thala sadari senyumnya ikut merekah melihat senyuman Rio yang terasa memabukkan. Kegugupan Thala mulai berkurang, semangat dalam dirinya mulai membara.
Selain matanya, senyumnya jadi kesukaan gue. Batin Thala.
Tak lama lagu yang mereka bawakan selesai, yang artinya latihan hari ini pun selesai. Acaranya akan dilaksanakan dua hari lagi, besok dekorasi-dekorasi akan di selesaikan dan para pengisi acara diperbolehkan mempersiapkan mentalnya untuk esok lusa. Thala lari kencang saat melihat Sara dikantin yang sedang membeli sesuatu. Tanpa aba-aba Thala memeluknya dengan erat membuat Sara merasakan sesak sekaligus kebingungan dengan tingkah sahabatnya.
"Aduh! Udah lepas! Sakit tau!"
Thala yang sadar karena teriakan Sara langsung menjauhkan tubuhnya dari Sara, "Sorry-sorry, refleks."
"Lo ini kenapa? Biasanya abis latihan ngeluh, hari ini lari dari ujung sana terus meluk gue erat banget. Tenaga lo jadi full begitu, ada apa?"
Thala menatap kesana kemari, bingung memberikan alasan apa. Apa ia harus jujur bahwa mereka menyukai orang yang sama? Atau memberi tahu bahwa Rio tersenyum padanya lebih lebar dari senyum kepada Sara? Keduanya sama-sama akan rumit untuk dijelaskan.
"Ya karena acaranya tinggal 2 hari, abis itu gue bisa hidup normal lagi gak harus dispen terus."
"Aneh lo! Yang lain tuh pengen dispen biar gak belajar, ini lo? Malah mau belajar, aneh!"
"Suka-suka gue sih! Repot banget lo!"
Saat sedang asik-asiknya bercengkrama tiba-tiba Rio mendatangi mereka berdua, lebih tepatnya ingin membeli makanan yang kebetulan sedang Sara pesan. Seperti biasa, Sara langsung melangkah maju menyingkirkan Thala untuk merayu Rio. Lagi-lagi tanpa disangka-sangka, Sara dengan beraninya meminta Rio untuk mengantarnya pulang. Thala yang sedang diam pun sampai tersedak air liurnya sendiri. Bukan karena permintaan sahabatnya namun jawaban Rio yang bersedia mengantar Sara pulang. Kesenangan hatinya tiba-tiba hilang, senyuman Rio yang merekah tidak membuat kupu-kupu dalam perutnya berterbangan. Tapi bukankah setidaknya Thala harusnya senang karena usaha Sara selama ini tidak sia-sia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell
Fiksi RemajaThala terlambat dalam memahami rasa cinta yang ia miliki. Apakah acara perpisahan sekolahnya menjadi jawaban bahwa memang cintanya harus diakhiri? atau kata selamat tinggal adalah lembaran baru untuk menjalani kisah selanjutnya?