-Kata orang, jika kita diganggu, lebih baik diam saja-
Andre.
.
Pagi hari yang cerah, matahari menyapa semua orang. Para siswa berlalu-lalang memasuki gerbang putih yang menjulang tinggi, bertuliskan "MAN DIPONEGORO". Sekolah yang baru beroperasi dua tahun terakhir.
Sekolah yang memiliki gaya arsitektur mengagumkan. Namun sayangnya, terbilang buruk untuk kualitas murid-muridnya. Banyak masalah yang melibatkan siswa dari sekolah tersebut. Dan itu memberikan pandangan buruk masyarakat atas sekolah baru ini.
Kelas yang berada di lantai dua dengan suasana khasnya tengah melakukan rutinitas paginya. Kelas yang memiliki siswa dengan IQ tinggi dan prestasi gemilang. Juga, kelas yang paling banyak menyumbang daftar nama di buku BK. Kelas bernuansa putih bernama 12 MIPA.
Siswi cantik yang duduk di barisan depan sedang sibuk merias wajahnya. Siswi berkulit kuning langsat itu bernama Caca. Caca Shaquella, si primadona sekolah. Cantik, pintar, langsing, anak walikota lagi. Spek bidadari, idaman para lelaki.
Di sampingnya, Savira Raheela, panggilannya Vira. Gadis yang tak kalah terkenal dari sahabatnya, Caca. Mempunyai kulit eksotis memberikan makna cantik tersendiri untuknya.
"Kemarin, Bagas ditangkap polisi, 'kan?" ujar Vira memulai pembicaraan.
Caca menghela napas. "Padahal udah gue bilangin, jangan tawuran. Eh, dia ngeyel," kesalnya.
"Lo nggak lelah ngejar-ngejar dia terus?"
"Emangnya kenapa?"
"Ya ... lo 'kan terus buntuti dia. Kesannya kayak lo memelas supaya lo diterima."
Caca termenung, me-replay ulang kejadian saat dia selalu mengikuti Bagas. Memberinya cokelat, bunga, bahkan tiket konser yang nggak murah. Tapi Bagas selalu menolaknya.
Sebenarnya dia lelah, tapi apa boleh buat? Cinta telah membuatnya gila. Setiap hari dia selalu memikirkan lelaki idamannya. Membuatnya senyum-senyum sendiri, dan tidak bisa tidur semalaman.
"Hai, Vira," sapa seseorang setelah memasuki kelas. Seorang laki-laki yang tergolong tampan itu tersenyum manis pada gadis yang notabene-nya adalah pacar.
"Hai, Daf." Vira balas tersenyum tak kalah manis.
"Jangan senyum, dong."
"Kenapa?"
"Takut meleleh." Dafa memegangi dadanya dan berlagak jatuh. Vira tersipu malu melihat tingkah lelakinya.
"Alay," cibir Caca merasa jijik.
"Yeeuu ... cemburu 'kan lo?" ujar Dafa. "Makanya, buruan tembak Si Bagas. Daripada jadi buntutnya doang." Meski Dafa seorang laki-laki, mulutnya tak kalah pedas dengan ibu-ibu kompleks. Caca meliriknya tajam seraya berdesis kesal.
Panjang umur. Siswa bertubuh kekar tiba-tiba datang. Memasuki kelas dengan percaya diri. Bagas Suryaningrat, anak keluarga kaya pemilik perusahaan properti. Tampan dan keren. Dia yang biasanya bersemangat dan paling berisik, pagi ini terlihat kusut. Ada apa?
Bagas membanting tasnya ke atas meja dan duduk dengan kasar. Dafa yang melihat tingkah tak biasa dari Bagas pun menghampirinya. Ia mengambil kursi kosong dan duduk di samping temannya.
"Ngapa, bos?"
Bagas menatap Dafa malas. "Bokap gue ngambil semua harta gue."
"Ngapa lo marah. Itu kan emang harta bokap lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
RANAH ILUSI (RAIL)
Fiksi RemajaSiapa peran utamanya? Aku? Kamu? Atau Kita? Atau mungkin, Tidak ada? #25 in kesepian (20/03/2023) #2 in fiksiremaja #3 in bandar