Naraya dengan langkahnya tergesa berjalan menuju ruangan ayahnya. Ini sudah tengah malam namun dirinya tidak bisa tidur nyenyak mendengar kabar baru di toko bunganya tadi.
"Ayah? Ayaaahhhh." Panggilnya sembari terus mengetuk pintu kamar Ayahnya.
"Astaga, Naraya. Ini sudah tengah malam. Ada apa?" Tanya Tuan Saznora setelah membuka pintu kamarnya, menatap anaknya khawatir.
"Apa benar Lord Evans di kirim ke medan perang?" Tanya Naraya dengan raut muka khawatir.
"Sejak kapan kau menjadi sangat peduli dengan Lord Evans?"
"Cepat jawab, Ayah." Naraya meraih tangan Ayahnya dan menggenggamnya erat.
Tuan Saznora mengernyit bingung melihat tingkah putri satu-satunya. Kenapa dia begitu khawatir dengan orang lain? Terlebih lagi dengan seorang Deon Evans?
"Ya, beliau di kirim ke medan perang oleh kerajaan. Seharusnya kau tak perlu khawatir, Nak. Lord Evans sangat ahli dalam berperang." Tuan Saznora menggenggam tangan putrinya, berusaha untuk menenangkan putri semata wayangnya, "Beliau akan kembali dengan selamat jadi lebih baik kau tidur saja dan pergi ke rumah Duchess untuk mendengar kabarnya besok. Bagaimana?"
"Bagaimana kalau dia terluka? Kapan perangnya akan selesai?"
Tuan Saznora tersenyum dan mengelus lembut kepala Naraya, "Lord Evans akan baik-baik saja."
Naraya mengangguk pelan dan kembali ke kamarnya dengan lesu sementara Tuan Saznora menatap punggungnya dengan kepala yang penuh pertanyaan. Dirinya tidak pernah menyadari kalau putrinya dan Tuan Muda Evans sedekat itu. Sejak kapan?
Kalau kalian beranggapan Naraya akan tidur dengan tenang setelah bertemu dengan Ayahnya itu salah besar. Kantung mata hitamnya yang menjadi bukti bahwa Naraya tidak bisa tidur. Memikirkan bagaimana keadaan Deon di medan perang terlebih lagi ucapannya kemarin saat berkunjung ke kediaman Duchess.
"Apa Anda akan menemui Duchess hari ini, Lady?" Tanya pelayan pribadi Naraya yang kini tengah menyisir rambut coklat panjangnya.
Naraya mengangguk lesu, "Kenapa Anda terlihat sedih?"
"Aku belum siap mendengar kabar Lord Evans." Jawab Naraya, melihat pantulan pelayannya dari cermin, "Bagaimana kalau beliau terluka? Beliau bilang kalau perang tidak ada rasa kasihan. Aku belum siap... Huaaaa." Jelas Naraya yang tiba-tiba menangis membayangkan Deon yang terluka dan tidak berdaya di medan perang.
Anak ini... Apa sih yang dia pikirkan sampai membuatnya menangis.
"Astaga, kau kenapa Naraya?" Sang Ayah yang mendengar suara tangisan putrinya berlari menghampirinya, "Apa yang membuatmu sedih sampai menangis begini?"
"Lord-Lord Deon... Hiks."
Tuan Saznora melihat pelayan pribadi Naraya yang bertukar pandang heran. Ini kali pertama bagi mereka melihat tingkah Naraya. Memang saatnya untuk mereka menyadari bahwa Naraya ini tengah jatuh cinta dengan anak bungsu keluarga Evans.
"Tenanglah. Tak perlu mengkhawatirkan adikku sampai segitunya." Kata Aria, melihat Naraya yang duduk di sebrang bangku gazebonya. Terus menatap cangkir teh chamomile kesukaannya.
"Apa... Lord Deon pernah terluka, Duchess?"
"Tentu. Luka patah tulang, luka tusukan, goresan, semua sudah pernah ia rasakan saat berperang."
Naraya mendelik, "Lantas kenapa Duchess tidak khawatir?!" Pekiknya dan membuat Aria sedikit terkikik, "Duchess kenapa tertawa? Ini soal hidup dan mati loh!"
"Aku lebih mengkhawatirkan soal keadaan mentalmu sekarang, Lady. Aku selalu melihatnya berlatih setiap hari dan aku yakin dengan hasil latihannya itu tidak akan membuatnya kalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Valcke
Tiểu thuyết Lịch sử"Memang siapa yang akan kau lamar?" Tanya Sang Raja. Lucien menegakkan badannya dan tersenyum penuh percaya diri, "Duchess Aria Albern Evans de Valcke." "Sinting!" Pekik kedua orang tua Lucien. Kisah dua bangsawan Kerajaan Valcke dengan kepribadian...