Minggu kedua pun berlalu. Bukannya mereda namun gosip mengenai Duchess Aria dan Putra Mahkota Lucien semakin menyebar sampai ke pusat kota. Beberapa kali kediaman Aria di datangi oleh wartawan untuk meminta kejelasan hubungan antara keduanya. Namun Aria sangat enggan sekali untuk memberikan penjelasan di tambah lagi pertanyaan mereka hanya mementingkan reputasi surat kabar mereka di bandingkan nama baik kedua belah pihak.
Banyak yang setuju, namun tak sedikit yang menolak gosip hubungan mereka karena kini nama Duchess de Valcke itu sudah di anggap sebagai perempuan perampas kekayaan para bangsawan dan tak sedikit dari mereka yang hampir mencabut investasi mereka sebelum Aria mempermainkan mereka hingga menjilat ludah mereka sendiri.
"Apa Anda akan terus diam saja, Duchess?" Naraya menatap Aria khawatir sementara orang di depannya tengah asik menikmati teh susu kesukaannya.
"Mereka hanya burung bangkai, Lady. Tak ada yang perlu kau khawatirkan."
"Tapi nama baik Anda sudah rusak, Duchess! Orang mana yang berani merusak nama baik Anda seperti ini?" Ucap Naraya dengan kesal, "Padahal Anda sudah berusaha menjaga nama baik Anda tapi dengan gosip tak berdasar seperti ini kenapa banyak yang percaya."
Memang ada benarnya ucapan Naraya. Aria diam seperti sekarang ini bukan berarti dirinya tidak bertindak. Setiap malam ada lebih dari 5 orang yang berhasil dia kumpulkan karena memiliki reputasi sebagai mulut besar. Namun satu di antara mereka tidak ada yang ingin buka mulut sama sekali dan lebih memilih untuk dipotong lidahnya. Tidak kejam kok. Itu sepadan dengan apa yang sudah mereka lakukan pada nama baik Evans selama ini.
"Tidak usah dipikirkan. Aku punya pemasukan baru untukmu, Lady. Tapi sebelum itu aku ingin memberitaumu bahwa perang akan segera berakhir."
Naraya mendelik, "Benarkah? Kalau begitu Lord Evans akan segera kembali." Ucapnya dengan senyum manisnya.
♛⚜♚
"Achoo!" Deon mengusap hidungnya yang gatal.
"Oh? Anda terkena flu, Lord?" Tanya salah satu jendral di meja seberang tempat mereka kini berkumpul untuk membuat strategi baru.
"Sepertinya ada yang sedang membicarakan Anda." Ucap prajurit lainnya dengan senyuman menggodanya namun senyuman itu hilang saat Deon menatapnya tajam.
"Ada baiknya kalau kita fokus pada peta dimeja ini sekarang." Tegur Deon.
Deon yang baru saja keluar dari camp utama sedikit terlonjak kaget saat seseorang merangkul lehernya, "Yo! Lord Evans! Kau terlihat jenuh."
"Marquess Daniel. Aku hampir saja menodongkan pedangku."
Marquess Daniel adalah sahabat dekat Deon dari kerajaan yang saat ini tengah meminta bantuan pada Kerajaan Valcke. Dia merupakan keponakan dari Raja dan dikabarkan akan menjadi penerus kerajaan selanjutnya.
"Ada apa?"
"Tidak ada." Jawab Deon cepat, melihat barisan prajurit yang tengah bergiliran menjaga wilayahnya.
"Jangan bohong. Aku bisa mendeteksi kebohonganmu. Merindukan kakakmu?"
Deon terkekeh, "Dia terlalu kuat untuk jadi seseorang yang aku rindukan."
"Oh?" Daniel tersenyum, "Jadi ada orang yang kau rindukan sekarang ini? Siapa?"
"Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang terlalu berisik dan banyak tingkah. Seseorang yang sangat menyukai bunga dan teh herbal." Tanpa sadar, Deon tersenyum membayangkan wajah seseorang yang dia sebut. Namun senyumnya hilang saat melihat Daniel tersenyum menggodanya.
"Kau menyukainya?"
"Tidak." Jawab Deon cepat.
Daniel mengangguk dan menyikut dada Deon, "Ya ya terserahlah. Saat perang ini selesai, segera temui dia. Sepertinya kau sangat merindukannya." Kata Daniel dan berjalan meninggalkan Deon.
"Hey! Kau salah paham." Kata Deon dan berjalan menyusul Daniel.
♛⚜♚
Hal yang di benci oleh Aria datang. Apa itu? Perkumpulan para bangsawan untuk pesta minum teh atau lebih tepatnya ajang jilat menjilat untuk mendapatkan keuntungan pribadi mereka. Tapi Aria akui kalau pesta seperti ini kadang juga menguntungkan posisinya karena banyak yang berminat untuk bekerja sama dengannya.
Namun sepertinya hari ini tidak ada yang datang untuk sekedar bersalaman atau bertegur sapa dengannya tapi lebih memilih meliriknya dari balik kipas dan berbisik dengan tatapan mengintimidasi. Bukankah lucu karena sebelumnya mereka menjilat Aria hingga tidak memperdulikan derajat mereka agar bisa bekerja sama dan mendapatkan perlindungan dari Aria tapi sekarang mereka justru menusuknya dari belakang. Well... Itu tidak masalah untuknya.
Toh, Aria juga benci orang-orang munafik seperti mereka.
"Selamat sore, Duchess." Seorang lelaki tengah memberikan hormat pada Aria dengan senyumnya.
"Oh? Count Luke." Jawab Aria, meletakkan gelas winenya di meja makan bulat itu, "Silahkan duduk."
Count Luke. Bangsawan yang sudah lama bekerja sama dengan keluarga Evans dan membantu dalam mengurus daerah pinggiran yang sering kali dipandang sebelah mata oleh bangsawan lainnya.
"Anda baik-baik saja?" Ucap Count Luke dengan raut muka khawatir namun mengernyit setelah melihat Aria hanya tersenyum tipis menanggapinya, "Sepertinya pertanyaan saya salah."
"Anda mengkhawatirkan gosip tak berdasar itu, Count?" Tanya Aria.
"Tentu!" Jawab Count Luke, melihat sekelilingnya setelah sadar suaranya sedikit terlalu keras, "Reputasi Anda sedang jelek, Duchess. Apa Anda akan membiarkan gosip ini menyebar semakin luas? Bahkan saya dengar kalau gosip ini semakin keterlaluan."
Aria kembali tersenyum tipis, meminum winenya dan menghela nafas, "Bukankah mereka semakin terlihat seperti burung gagak yang terbang di sekitaran bangkai?" Tanyanya, melihat satu per satu bangsawan yang langsung mengalihkan pandangan mereka.
"Penjilat licik." Gumam Count Luke, "Apa ada yang bisa saya bantu, Duchess?"
Bukankah ini suatu keberuntungan bagi Aria? Selain teman relasi keluarga Evans, keluarga Count Luke ini juga dikenal memiliki banyak mata-mata dan pembunuh bayaran. Terdengar licik memang, tapi mereka sangat pandai dalam memanfaatkan kesempatan yang ada. Contohnya seperti sekarang ini.
Meskipun keluarga Evans juga memiliki mata-mata tapi Aria akui kalau cara kerja milik keluarga Count Luke lebih bersih dan sulit untuk dipecahkan. Itu kenapa tangan mereka selalu bersih meskipun sudah banyak orang yang mereka bunuh.
"Saya rasa tidak adil jika hanya Anda yang bersenang-senang disini, Count Luke. Tapi jika Anda memaksa, saya akan sangat senang jika Anda mengirimkan hadiah itu pada saya nanti."
Count Luke mengangguk, "Dengan senang hati, Duchess."
♛⚜♚
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Valcke
Ficción histórica"Memang siapa yang akan kau lamar?" Tanya Sang Raja. Lucien menegakkan badannya dan tersenyum penuh percaya diri, "Duchess Aria Albern Evans de Valcke." "Sinting!" Pekik kedua orang tua Lucien. Kisah dua bangsawan Kerajaan Valcke dengan kepribadian...