.Al-Baqarah : 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.
.
.
.
.
."
"Aiza, ini wanita yang kamu tunggu?" Firhan memberanikan dirinya bertanya, terlalu sulit untuknya berpikir sendiri.
"Iya, Mas. Ini Nazra, wanita yang aku tunggu." Jawab Aiza dengan nada girangnya, sedangkan Nazra gadis itu menundukkan pandangannya dari Firhan. Antara takut dan menjaga.
"Saya Firhan," ucap Firhan memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan ke arah Nazra. "Kita belum berkenalan secara resmi." Ucapnya lagi.
Perkataan Firhan membuat Nazra mengangkat wajahnya, melihat sekilas Firhan dan kemudian tangan pria itu yang terulur di depannya.
"Maaf, saya Nazra." Jawab Nazra dengan tangan yang ia tangkupkan di depan dada.
Firhan menatap tangannya hampa, padahal ia sudah mati-matian mencoba bersikap ramah pada Nazra karena gadis itu adalah sahabat dari Aiza. Tapi ternyata uluran tangannya di tolak, baru kali ini ada yang menolak berjabat tangan dengannya.
Firhan menilik penampilan Nazra dari atas sampai bawah. Memakai sepatu flat shoes, rok hitam panjang dan kaos yang dibalut oleh cardigan juga dengan hijab yang tak lepas dari pandangannya. "Dia terlihat sangat memahami agama." Batinnya. Firhan kagum terhadap Nazra. Gadis itu mampu menjaga dirinya, tetap teguh pendiriannya untuk tidak menyentuh laki-laki yang bukan mahram untuknya. Di tengah hancurnya pemuda pemudi jaman sekarang, tak perlu jauh-jauh ia sendiri dapat dijadikan contoh.
"Kalau gitu, aku pulang dulu ya Za." Nazra berpamitan, ia sedikit tak enak mengganggu Aiza dan Firhan. Meski ia sendiri menentang pacaran, tapi untuk melarang mereka secara tiba-tiba itu bukan hal yang baik. Ia bisa mengajak Aiza lebih dekat dengan Allah menggunakan cara yang lembut, bukan frontal dan harus sekarang. Semua perubahan membutuhkan proses.
"Loh, gak belajar sekarang?" Tanya Aiza heran, tangannya kembali meraba mencari letak posisi Nazra saat ini. Dan ya, masih berada di posisi yang sama karena Nazra belum beranjak. Hanya berpamitan.
"Kelihatanya kamu mau pergi sama Mas Firhan, belajarnya besok saja, in syaa Allah masih ada waktu." Kata Nazra mengelus pelan punggung tangan Aiza yang ia genggam. Jujur, ia juga ingin disini lebih lama, setidaknya dengannya disini membantu Aiza belajar mengaji ia bisa sedikit lupa dengan permasalahan rumahnya. Tapi mau bagaimana lagi, Aiza terlihat sudah rapi dan hendak pergi. Ia tak mau mengganggu, kasihan Firhan juga, pria itu lebih dulu datang daripada dirinya.
"Iya Za, kita kan mau pergi." Firhan menyauti, niatnya kesini sejak awal ingin mengajak Aiza pergi. Ia sudah menunggu lama, dan tak mau menunggu lebih lama lagi, apalagi sampai harus pulang dengan tangan kosong.
"Ya sudah, maaf ya Nazra." Aiza merasa bersalah, Nazra sudah bersusah payah membeli sebuah iqra' untuknya dan pasti harganya mahal. Tapi sampai disini, ia malah hendak pergi bersama Firhan.
"Gak papa, Za. Besok In syaa Allah aku kesini lagi sepulang kerja." Kata Nazra, ia melepas genggaman tangan Aiza dan kemudian memeluknya. "Aku pamit, Assalamualaikum." Ia lepas pelukan itu dan beranjak. Nazra juga menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Firhan di depannya sebagai sapaan kecil untuk pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK RAINBOW
General Fiction"Ra, kata orang pelangi itu indah, berwarna warni. Apa benar? kalau iya, tolong ceritakan sedikit tentang pelangi padaku." Nazra tersenyum sebelum akhirnya menjawab pertanyaan sahabatnya ini. "Sekarang ada pelangi, apa yang kamu lihat?" Nazra menata...