Sepasang iris jelaga Kiyoomi menatap Madara yang duduk di seberang meja berhadapan dengan dirinya. Selama lima belas tahun hidupnya. Dari yang sebelumnya hanya berbentuk zigot lalu tumbuh menjelma menjadi bocah ingusan yang hobinya bikin onar.
Kiyoomi tidak pernah tertarik untuk sekedar mencari tahu dimana Ayahnya berada. Bahkan mencari kesempatan untuk sekedar membahasnya saja ia tak pernah melakukan.
Bukan karena benci. Melainkan karena dirinya merasa asing dengan sosok yang sering Ibunya sebut mirip dengannya.
Anggap saja dirinya aneh. Ketika anak seusianya dulu memiliki rasa keingintahuan yang besar, Kiyoomi justru condong tak peduli pada sekitar.
Obrolan teman sebayanya tak cukup menarik minat Kiyoomi untuk ikut berpartisipasi. Bahkan ketika teman-temannya berlomba ingin memamerkan sehebat apa Ayah mereka. Kiyoomi malah sibuk memainkan mobil robot miliknya.
Itu bukan ranahnya untuk ikut masuk dan mengambil tempat dalam obrolan.
Semenjak membuka mata dan melihat seperti apa isi dunia. Kiyoomi tidak pernah tahu dan mengenal seperti apa Ayahnya. Baginya itu tak masalah selagi ia masih memiliki Ibu yang menyayanginya.
Sering kali kehadiran anak usil di sekitarnya mengungkit dan menjadikan ketiadaan sosok sang Ayah sebagai sebuah kekurangan dan bahan celaan. Mereka sering mengatakan hal buruk namun Kiyoomi mana peduli?
Bagi Kiyoomi, apa yang mereka katakan memang benar adanya. Dirinya memang tidak memiliki Ayah. Hanya ada Ibu bersamanya. Jadi untuk apa repot-repot marah?
Namun ketika mereka menyinggung soal Ibunya. Kiyoomi yang apatis akan menjelma menjadi Hachiman. Tak ada yang bisa lolos dari amukannya hingga berujung dipanggilnya sang Ibu untuk menghadap kepala sekolah.
Itu kejadian dulu, ketika dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. Seringnya ia berkelahi membuat sang Ibu memilih langkah untuk mencari aman yaitu pindah sekolah saat dirinya naik kelas enam.
Disanalah Kiyoomi bertemu dengan Sai dan menjalin persahabatan hingga sekarang, lalu....
Kiyoomi menghembuskan napas berat. Ternyata memang benar, mau dilihat dari sisi manapun. Yang dikatakan Ibunya adalah benar jika dirinya mirip sang Ayah. "Kau tidak sedang menungguku bertanya tentangmu 'kan?"
Memang terdengar kurang ajar untuk remaja sepertinya berbicara lepas terhadap sosok yang lebih tua. Namun Kiyoomi juga tak memiliki keinginan lebih untuk ingin tahu.
"Sepertinya kau sama sekali tidak penasaran tentang Ayahmu ini." Madara menarik ujung bibirnya sedikit keatas. Ternyata benar putranya itu begitu tak acuh bahkan terhadap kebenaran tentang dirinya.
"Ayah ya..." Sebelah tangan Kiyoomi terangkat untuk menggaruk pipi yang tentunya tidak gatal. "Sejujurnya aku tidak terlalu memikirkannya."
"Tidak memikirkan atau tidak tertarik?" pancing Madara.
"Jika dibilang tidak tertarik maka itu salah. Kadang ada sedikit rasa penasaran yang muncul di dalam benakku tentang seperti apa sosok Ayah. Tapi saat aku kembali melihat Ibu, rasa penasaran itu menghilang." ungkap Kiyoomi panjang lebar. "Bagiku, keberadaan Ibu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bersyukur. Kasih sayang yang ku dapat tak kalah dari mereka yang memiliki orang tua lengkap."
"Apa karena itu kau nampak biasa saja saat mengetahui Ayah muncul dan duduk berhadapan denganmu seperti ini?"
"Bukan seperti itu juga..."
"Lalu?"
Menghela napas. "Aku memikirkan banyak hal melalui sudut pandang yang sederhana. Saat anak-anak lain memiliki Ayah sedang aku tidak, maka aku akan menganggap itu tak masalah karena memang aku tak punya. Lalu apa yang harus aku permasalahkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KIYOOMI
FanfictionBenar hubungan diantara kita dimulai dari sebuah perjanjian. Namun sebuah hubungan terjalin antara dua orang. Jika tiga orang, itu berarti aku, kamu dan anak kita! Disclaimer : NARUTO - Masashi Kishimoto WARNING : OOC, TYPO BERTEBARAN, GAJE NGGAK KA...