Pagi ini Hinata sudah bersiap dengan keranjang kosong yang akan ia isi dengan sayur mayur segar hasil kebun miliknya.
Ia sendirian tanpa di temani kehadiran sang putra karena hari ini, si jangkung kesayangannya itu sudah berangkat sejak pagi buta tadi karena harus mengejar waktu untuk ikut berpartisipasi dalam latih tanding melawan sekolah tetangga yang jaraknya lumayan agak jauh.
Dan demi untuk membuat putranya tetap semangat. Hinata memutuskan untuk membuat makan malam spesial kesukaan putranya. Ikan kukus dan daging panggang menjadi menu yang dipilih Hinata. Untuk pelengkap, ia memutuskan untuk membuat sup tonjiru.
Oh ya, jangan lupakan acar plum karena putranya sangat menyukai acar plum!
Hinata bersenandung sembari memilih buah tomat yang paling segar dan bagus untuk di petik. Ia terus memilih hingga tak menyadari jika gerak-geriknya semenjak tadi sudah di awasi oleh seseorang yang menatapnya tanpa kedip.
Hinata mana sadar jika dirinya sedang di perhatikan? Fokusnya sudah tertuju pada buah tomat segar di hadapannya.
Lagi pula, Hinata ingin menikmati suasana pagi hari yang damai dengan sebaik mungkin karena seseorang yang biasanya selalu mencari gara-gara dengannya tak terlihat.
Bukannya Hinata punya banyak musuh. Hanya saja, ada beberapa tetangga yang selalu menatapnya sinis dan curiga. Menuduh lewat tatapan mata dan berakhir dengan decakan hanya karena sapaan sederhana Hinata yang hanya ingin basa-basi menyapa.
"Selamat pagi, Hyuuga-san." suara bariton yang begitu di kenalnya menyapa.
Hinata mendengus pelan. Jika suara itu sudah terdengar maka dirinya harus bersiap mendengar suara lain yang akan ikut menyusul kemudian.
"Kenapa belum berangkat? Belum cukup cuci mata?"
Benar 'kan? Entah apa salahnya Hinata tidak tahu. Setiap kali pemilik suara bariton itu menyapa dirinya maka sang pawang akan muncul dan mulai menyemburkan ludah kearahnya.
"Ini masih pagi, Suzume."
"Karena aku tahu ini masih pagi, makanya aku bertanya padamu. Belum cukup cuci mata?"
Hinata hanya bisa membatin. Jika pasangan suami istri itu muncul dan mulai menyapa paginya maka Hinata harus siap menyetok kesabaran sebanyak mungkin.
"Selamat pagi, Kamizuru-san." Hinata mau tak mau harus berbalik badan untuk menunjukkan kesopanan meski nyatanya ia sangat malas.
Dua orang yang berbagi marga itu melirik dan menatap Hinata dengan sorot berbeda. Jika sang pria menatap Hinata dengan sorot mata dan ekspresi berseri di wajahnya maka sang wanita justru sebaliknya.
Sepasang iris abu-abu gelapnya menatap Hinata dari atas hingga bawah dengan sinis. "Cepat berangkat jika kau tidak ingin terlambat!" usirnya sembari mendorong punggung sang suami hingga melewati pagar rumah.
Hinata hanya bisa memaksakan diri untuk tersenyum. Bahkan ketika suami tetangganya itu terus menoleh menatapnya meski sang istri sudah memberikan ancaman, Hinata masih harus memaksakan diri untuk terus memoles senyum.
"Kau sangat suka memamerkan senyummu?" pertanyaan itu terlontar dengan nada sinis yang begitu kentara.
Hinata menahan diri untuk tidak berdecak ketika lidahnya sudah terasa begitu gatal ingin melakukan. Entah apa salahnya hingga harus dimusuhi tetangga terdekatnya itu Hinata tidak tahu. Jangankan tersenyum. Ia tak sengaja melirik saja respon yang diberikan sungguh aduhai membingungkan. "Sering tersenyum bisa membuat wajah kita menjadi awet muda, Kamizuru-san."
Pelipis wanita bersurai coklat sedagu itu berkedut kesal. "Jadi kau ingin mengatakan jika wajahku terlihat tua karena jarang tersenyum, begitu?"
"Sepertinya ada salah paham." Hinata tak habis pikir. Bagaimana mungkin jawaban sederhananya bisa memancing urat kekesalan muncul di pelipis tetangganya yang lebar. "Maaf jika ucapanku barusan menyinggungmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
KIYOOMI
FanfictionBenar hubungan diantara kita dimulai dari sebuah perjanjian. Namun sebuah hubungan terjalin antara dua orang. Jika tiga orang, itu berarti aku, kamu dan anak kita! Disclaimer : NARUTO - Masashi Kishimoto WARNING : OOC, TYPO BERTEBARAN, GAJE NGGAK KA...