Susah payah Lea mengatur napasnya tanpa berani menatap wajah Leo. Gadis itu tetap menunduk meski Leo membantunya untuk berdiri. Ia menyembunyikan kedua tangannya yang gemetar di balik tubuhnya.
"Kamu nggak apa-apa?" lagi, Leo bertanya.
Lea mengangguk pelan sembari memejamkan kedua matanya.
"Benar, kan? Kamu yang waktu itu?"
Lea memberanikan diri untuk membuka mata dan melihat wajah Leo meski ragu. Anehnya, Leo justru tersenyum. Hal itu menimbulkan kerutan di kening Lea.
"Iya benar! Mbak Leandra, kan ya? Kamu pernah interview saya." Leo sumringah melihat ID Card Lea yang menggantung di leher. "Wah, sudah lama banget. Padahal kamu kerja di sini tapi saya baru sekarang ketemu kamu lagi."
"Ya?" Lea semakin bingung. Ia melirik Salma yang masih terlihat dari balik kerumunan beberapa pengawal. "Eng... maksudnya gimana... Pak?"
"Dulu saya pernah jadi narasumber kamu. Sekali doang sih, itu juga tahun lalu." Senyuman Leo menghilang. "Atau kamu sudah lupa ya?"
Sejenak Lea mengingat-ingat kembali kapan, atau lebih tepatnya acara berita mana yang Lea back-up hingga bisa menghadirkan Leo sebagai narasumber. "Mungkin... di acara berita lain. Maksud saya, saya sering back-up produser lain kalau mereka berhalangan." Lea tertawa kaku. "Maaf ya, Pak."
Raut kecewa terlihat sepintas di wajah Leo, namun segera tergantikan oleh senyumannya. "Terlalu banyak narsum ya?" Ia kembali melihat ID Card leher Lea. "Kalau gitu, silahkan." Leo memberi gadis itu jalan.
Lea mengangguk. "Permisi, Pak." Ia melewati kerumunan dan segera menghampiri Salma. "Sal, gue pernah undang Pak Lionel di acara gue ya?"
"Mana gue tahu. Emangnya kita satu kepala?" Pintu lift terbuka. "Yuk!"
Lea mengusap dada dan menghembuskan napas lega. "Kirain gue ketahuan."
***
Lea mengetik sebuah pesan untuk Risa yang dalam hitungan beberapa lagi hari akan menyusulnya ke Jakarta. Belum selesai dengan kekacauan rapat beberapa jam lalu, kini Risa berhasil menambah pikiran Lea. Karena banyaknya barang yang akan Risa bawa ke tempat tinggal Lea, orang tua mereka meminta Lea untuk menjemput adiknya. Atau pilihan lainnya adalah orang tua mereka akan mengantar Risa dan sudah dipastikan mereka bertiga akan menginap dalam beberapa hari. Tentu itu akan membuatnya semakin sulit untuk bekerja di rumah. Lea mengacak-acak rambutnya karena tidak bisa menolak segala keinginan orang tuanya.
"Kusut banget lo." Hengki, bosnya menghampiri Lea. "Nih." Ia memberi sebuah kartu undangan untuk Lea.
"Apa nih?"
"Surat cinta. Ya undangan lah. Lo nggak bisa baca?" cerocos Hengki lalu menyeruput kopi panasnya.
"Ulang tahun perusahaan?" Lea menoleh pada Hengki. "Nggak salah gue diundang?"
"Semua produser acara diundang. Bakal ada beberapa orang dari stasiun TV lainnya yang juga datang. Lo bisa deh tuh belajar sama produser lainnya, gimana caranya bisa kerja bener," ucapnya sebelum meninggalkan Lea.
Lea mendengus. "Anjir, masih aja remehin orang." Lea melempar undangan itu ke dalam ranselnya.
"Mbak Lea, besok diundang juga?" tanya seorang penyiar yang tiba-tiba sudah berada di belakang Lea. "Nggak semua orang diundang lho."
"Lo mau pergi? Tuh, pakai aja undangan gue."
"Lho, emang Mbak Lea nggak mau pergi? Nanti katanya banyak artis juga yang datang. Yaa... walaupun lebih banyak di acara yang bakal disiarin di TV sih nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
SCANDAL MAKER
RomanceSCANDAL MAKER Lea adalah seorang pekerja keras yang akan melakukan apapun demi perusahaan tempatnya bekerja, bahkan jika harus menghabiskan 24 jam dalam sehari. Ia sudah berhasil menjadi seorang produser acara berita. Meski tidak sesukses yang ia h...